Hasil Survei 65 Persen Kondisi Ekonomi Disebut Buruk, Legislator PKS: Catatan Buruk Pemerintah
Lembaga survei Indikator mengungkap persepsi negatif masyarakat terhadap upaya menekan kasus Covid-19 di Tanah Air.
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Lembaga survei Indikator mengungkap persepsi negatif masyarakat terhadap upaya menekan kasus Covid-19 di Tanah Air.
Berdasarkan hasil surveinya, 65 persen responden menyatakan kondisi ekonomi saat ini sangat buruk, Minggu (18/10).
Terkait hal itu, anggota komisi XI DPR RI Fraksi PKS Anis Byarwati mengatakan opini publik tak bisa dipungkiri tidak berbeda jauh dengan kondisi ekonomi saat ini.
“Publik berhak untuk 'beropini' terkait kondisi ekonomi nasional. Apalagi, dari data-data yang ada, kondisi ekonomi negara kita saat ini memang tidak bisa dikatakan baik-baik saja,” ujar Anis, dalam keterangannya, Kamis (22/10/2020).
Baca juga: Soal Survei Kepuasan Rakyat, Demokrat: Pemerintah Harus Mampu Mengatasi Masalah Tanpa Masalah
Baca juga: Survei Sebut 55 Persen Masyarakat Minta PSBB Dihentikan, PKS: PSBB Masih Perlu Diberlakukan
Baca juga: Survei: 26,5 Persen Masyarakat Percaya Kebal dari Covid-19
Sebagaimana penilaian Fraksi PKS, Anis menegaskan ketidakberhasilan pemerintah mencapai target-target ekonominya menjadi catatan tidak baik terhadap kinerja pemerintah selama ini.
“Ketidakberhasilan yang demikian, menjadi indikator tidak tercapainya janji-janji politik pemerintah selama masa kampanye,” jelasnya.
Anis menggarisbawahi kegagalan itu menunjukkan pemerintah tidak mampu memenuhi ekspektasi rakyat untuk mewujudkan kesejahteraan. Bahkan, menurutnya Indonesia semakin dekat dengan jebakan negara berpendapatan menengah.
Fraksi PKS, kata dia, mencatat ketidakberhasilan pemerintah mencapai target pertumbuhan ekonomi diantaranya karena struktur ekonomi nasional terus bergantung pada sektor konsumsi.
Porsi konsumsi rumah tangga terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB) pada 2019 mencapai 56,62 persen, meningkat dari 55,76 persen pada 2018. Hal ini menunjukkan ekonomi nasional semakin rapuh karena bergantung pada daya beli.
Namun, Anis mengatakan peranan belanja pemerintah hanya 8,75 persen. Angka ini sangat rendah untuk mendukung ekspansi pemerintah.
Sementara itu, menurut angka realisasi LKPP tahun 2019, realisasi belanja negara mencapai Rp2.309 triliun. Angka tersebut mencapai 14,58 persen dari PDB tahun 2019 sebesar Rp15.833 triliun.
"Dengan memerhatikan angka tersebut, terlihat bahwa kualitas belanja pemerintah cukup buruk. Gap antara potensi ideal dengan realisasi sekitar 6 persen dan ini bukan angka yang baik,” tegas Anis.
Di sisi lain, hasil survei Indikator juga menyebutkan 60,4 persen responden menginginkan pemerintah lebih memprioritaskan masalah kesehatan ketimbang masalah ekonomi. Anis pun menyatakan sangat setuju dengan keinginan responden tersebut.
“Menurut saya, kesehatan menjadi kunci dalam pemulihan ekonomi yang berkelanjutan. Tanpa masyarakat sehat, upaya pemulihan ekonomi tak akan berjalan maksimal,” tegasnya.
Anis menuturkan bahwa kepercayaan masyarakat untuk bepergian hingga berbelanja akan muncul bila kondisi kesehatan terjaga. Tanpa kesehatan, masyarakat tidak akan merasa aman, terutama kelompok menengah atas dan dampaknya mereka akan mengurangi konsumsi. “Mereka akan menahan belanja dan cenderung menyimpan uangnya di bank,” imbuhnya.
Politisi senior PKS ini menilai bahwa keinginan 60,4 persen responden yang menginginkan pemerintah lebih prioritaskan masalah kesehatan ketimbang ekonomi, sebenarnya selaras dengan pandangan Presiden Jokowi.
Presiden Jokowi dalam Sidang Kabinet Paripurna Penanganan Kesehatan dan Pemulihan Ekonomi untuk Penguatan Reformasi Tahun 2021, Senin (7/9), juga menyatakan pemerintah memprioritaskan aspek kesehatan ketimbang ekonomi dalam penanganan pandemi Covid-19.
“Pertanyaannya, sejauh mana pernyataan Presiden itu diimplementasikan oleh para bawahannya?” tanya Anis menutup pernyataannya.