Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Naskah UU Cipta Kerja Berubah Lagi Jadi 1.187 Halaman tapi Kenapa Ada Pasal yang Hilang?

Draf Undang-Undang Cipta Kerja kembali mengalami perubahan jumlah halamannya setelah diserahkan DPR ke pemerintah

Penulis: Malvyandie Haryadi
zoom-in Naskah UU Cipta Kerja Berubah Lagi Jadi 1.187 Halaman tapi Kenapa Ada Pasal yang Hilang?
Tribunnews/Irwan Rismawan
Menko Perekonomian, Airlangga Hartarto (kanan) bersama Menteri Keuangan, Sri Mulyani (tengah) dan Menkumham, Yasonna Laoly (kiri) saat memberikan penjelasan tentang Omnibus Law UU Cipta Kerja di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat, Rabu (7/10/2020). Sejumlah Menteri Kabinet Indonesia Maju memberikan penjelasan mengenai UU Cipta Kerja pascapengesahan dalam Rapat Paripurna DPR pada Senin (5/10/2020) lalu yang menimbulkan beragam gejolak publik. Tribunnews/Irwan Rismawan 

Pasal hilang

Selain penambahan halaman, ternyata ada pasal yang hilang dari naskah yang dikeluarkan Setneg.

Pada naskah versi DPR terdapat Pasal 46 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi yang masuk dalam bagian Paragraf 5 tentang Energi dan Sumber Daya Mineral. Nah, dalam versi Setneg, Pasal 46 tersebut hilang.




Badan Legislasi (Baleg) DPR bersama pemerintah mengakui telah menghapus Pasal 46 soal minyak dan gas bumi (migas) dari Undang-Undang Cipta Kerja.

Baca juga: Bareng Stafsus Wapres, Bamsoet Bahas Awal Kelahiran Omnibus Law Hingga PP dan Perpres UU Cipta Kerja

Ketua Baleg DPR Supratman Andi Agtas mengatakan, Pasal 46 UU Nomor 22 Tahun 2021 tentang Minyak dan Gas Bumi, memang seharusnya tidak ada di dalam UU Cipta Kerja yang telah disahkan DPR bersama pemerintah.

Namun, pasal tersebut belum dihapus saat DPR menyerahkan draf final UU Cipta Kerja ke pemerintah pada 14 Oktober 2020.

"Jadi kebetulan Setneg (Kementerian Sekretariat Negara) yang temukan. Jadi itu (Pasal 46) seharusnya memang dihapus," ujar Supratman saat dihubungi, Jakarta, Kamis (22/10/2020).

BERITA TERKAIT

Menurutnya, Pasal 46 berisi terkait tugas BPH Migas, di mana awalnya pemerintah mengusulkan kewenangan tarif pengangkutan gas bumi melalui pipa atau toll fee dialihkan dari BPH Migas ke Kementerian ESDM.

Setelah dibahas pada rapat Panitia Kerja (Panja) RUU Cipta Kerja, kata Supratman, usulan pemerintah tersebut tidak dapat diterima pada waktu itu.

"Tapi naskah yang kami kirim ke Setneg ternyata masih tercantum ayat 1-4 (dalam Pasal 46)," katanya.

"Karena tidak ada perubahan (kewenangan toll fee), Setneg mengklarifikasi ke Baleg, dan saya berkonsultasi ke kawan-kawan, seharusnya tidak ada (Pasal 46) karena kembali ke undang-undang eksisting," sambung Supratman.

Diketahui, Pasal 46 UU Migas sebelumnya tercantum dalam naskah UU Cipta Kerja setebal 812 halaman yang dikirimkan DPR kepada Presiden Joko Widodo.

Namun, pasal tersebut dihapus dari naskah UU Cipta Kerja setebal 1.187 halaman yang dikirimkan Sekretariat Negara ke sejumlah organisasi masyarakat Islam.

Sementara, terkait keberadaan Bab tentang Kebijakan Fiskal Nasional yang berkaitan dengan Pajak dan Restribusi yang mengalami perubahan posisi di draf terbaru UU Ciptaker.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas