Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Hari Ini, Mengenang 2 Tahun Jatuhnya Lion Air JT-610 di Perairan Karawang yang Tewaskan 189 Orang

Tepat dua tahun lalu, 29 Oktober 2018, pesawat Lion Air JT-610 rute Jakarta-Pangkal Pinang jatuh di perairan Karawang, Jawa Barat.

Penulis: Wahyu Gilang Putranto
Editor: Tiara Shelavie
zoom-in Hari Ini, Mengenang 2 Tahun Jatuhnya Lion Air JT-610 di Perairan Karawang yang Tewaskan 189 Orang
Biro Pers Setpres/Rusman
Presiden Joko Widodo meninjau posko evakuasi musibah Lion Air JT-610 di Jakarta International Container Terminal (JICT) 2, Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (30/10/2018) petang. Presiden sempat melihat puing dan barang-barang yang diduga milik penumpang pesawat Lion Air JT-610. 

TRIBUNNEWS.COM - Tepat dua tahun lalu, 29 Oktober 2018, pesawat Lion Air JT-610 rute Jakarta-Pangkal Pinang jatuh di perairan Karawang, Jawa Barat.

Kecelakaan tersebut merenggut 189 nyawa.

Jumlah tersebut terdiri dari 179 penumpang dewasa, 1 penumpang anak, 2 bayi, 2 pilot, dan 5 kru.

Loyal Pax Of LionGroup, Charlie Wijaya, menyebut akan ada doa bersama dalam mengenang kejadian tersebut.

"Malam ini akan ada acara doa bersama untuk seluruh penumpang dan awak pesawat Lion Air JT-610," ungkap Charlie kepada Tribunnews, Kamis (29/10/2020).

Proses pencarian korban dan badan pesawat Lion Air JT-610 yang dilakukan tim Polairud Mabes Polri, di perairan Karawang, Jawa Barat, Selasa (30/10/2018).
Proses pencarian korban dan badan pesawat Lion Air JT-610 yang dilakukan tim Polairud Mabes Polri, di perairan Karawang, Jawa Barat, Selasa (30/10/2018). (KOMPAS.com/Devina Halim)

Baca juga: Kemarin Jumlah Penumpang Pesawat di 19 Bandara Angkasa Pura II Mencapai 115 Ribu Orang

Adapun doa bersama tersebut akan dilakukan Charlie bersama Pilot Ricoseta Mafella dan ditayangkan di media sosial Charlie Wijaya.

Charlie berharap seluruh keluarga diberi ketabahan dan korban mendapatkan tempat terbaik.

Berita Rekomendasi

"Semoga korban ditempatkan di sisi Tuhan Yang Maha Esa. Aamiin," ungkapnya.

Diketahui, dua tahun yang lalu, pesawat Lion Air JT-610 lepas landas pada pukul 06.20 WIB dari Bandara Soekarno Hatta dengan rute Bandara Depati Amir di Pangkal Pinang, Bangka Belitung.

Akan tetapi 13 menit setelah mengudara, pesawat jatuh pada pukul 06.33 WIB di koordinat S 5'49.052" E 107'06.628".

9 Faktor Penyebab Kecelakaan

Isak tangis keluarga Deryl Fida Febrianto (22) korban jatuhnya pesawat Lion Air JT-610 asal Surabaya, Selasa (13/11/2018). TRIBUNJATIM.COM/NUR IKA ANISA
Isak tangis keluarga Deryl Fida Febrianto (22) korban jatuhnya pesawat Lion Air JT-610 asal Surabaya, Selasa (13/11/2018). TRIBUNJATIM.COM/NUR IKA ANISA (Tribunjatim.com/Nur Ika Anisa)

Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) memberikan hasil investigasi mengenai penyebab jatuhnya pesawat Boeing 737-8 (MAX) dengan nomor penerbangan Lion Air JT610 di kantor KNKT, Jakarta Pusat, 25 Oktober 2019.

Penyelidikan jatuhnya pesawat Lion Air Boeing 737-8 telah selesai dilakukan.

Baca juga: Astra Tol Cipali dan KNKT Edukasi Pengguna Tol: Cek Tekanan Angin Sebelum Tinggalkan Rest Area

Pesawat mengalami kecelakaan di perairan Karawang, Jawa Barat dengan rute penerbangan Jakarta-Pangkal Pinang pada 28 Oktober 2018.

Dilansir pemberitaan Tribunnews.com 26 Oktober 2019, Nurcahyo Utomo selaku Kepala Sub Komite Kecelakan Penerbangan KNKT menyampaikan ada sembilan penyebab terjadinya kecelakaan tersebut.

Menurut KNKT, salah satu penyebab yang paling menjadi sorotan yaitu tidak ada panduan untuk pilot dalam penguasaan sistem peringatan.

Pilot tidak diberi pelatihan mengenai sistem tersebut sehingga pilot tidak dapat memahami situasi tersebut.

Baca juga: Diturunkan Paksa dari Pesawat Seusai Temuan Bayi Prematur di Bandara, Nenek Ini Beri Kesaksian

Berikut sembilan penyebab kecelakaan pesawat Lion Air Boeing 737-8, dihimpun dari Kompas TV :

1. Asumsi terkait reaksi pilot yang dibuat saat proses desain dan setifikasi Boeing 737-8 MAX, nyatanya tidak tepat.

2. Kurang lengkapnya kajian terkait efek-efek yang dapat terjadi di kokpit.

3. Desain MCAS andalkan satu sensor rentan kesalahan.

4. Pilot kesulitan respons pergerakan MCAS yang tidak seharusnya karena tidak ada petunjuk di buku panduan dari pelatihan.

5. Indikator AOA disagree tidak tersedia.

Baca juga: Viral Pramugari Gendong Bayi yang Terus Menangis selama Penerbangan, Banjir Pujian dari Warganet

6. AOA sensor pengganti alami kesalahan kalibrasi tidak terdeteksi saat perbaikan sebelumnya.

7. Investigasi tak dapat tentukan pengujian AOA sensor setelah terpasang di pesawat, kesalahan kalibrasi tidak terdeteksi.

8. Informasi stick shaker dan penggunaan prosedur non formal runaway stabilizer di penerbangan sebelumnya tidak tercatat, pilot dan teknisi sulit ambil tindakan cepat.

9. Berulangnya aktifasi MCAS dan padat komunikasi dengan ATC tidak terkelola efektif.

Nurcahyo menyampaikan pihaknya telah mencari informasi dari beberapa sumber.

Baca juga: Pramugari Ini Beberkan Hal yang Sebaiknya Tidak Kamu Lakukan di Pesawat

KNKT melakukan wawancara dengan berbagai sumber di antaranya awak pesawat yang menerbangkan sebelumnya, engineer yang memperbaiki pesawat di Manado dan Jakarta, Lion Air Management, pengatur lalu lintas udara,dan lain-lain.

Pihaknya juga telah banyak melakukan diskusi dengan pihak-pihak, utamanya dari Amerika Serikat terkait desain dan seritifikasi.

Ia mengungkapkan pihaknya melakukan rekonstruksi dengan penerbangan yang mengalami kecelakaan di engineering simulator.

Setelah kecelakaan tersebut, pihak KNKT mengeluarkan rekomendasi tindakan untuk hal-hal perbaikan, perbaikan dari Lion Air 3 tindakan, Boeing 6 tindakan, DGCA 3 tindakan, FAA 8 tindakan, BAT 3 tindakan, AirNov Indonesia 1 tindakan, dan Extra Aerospace 1 tindakan.

(Tribunnews.com/Gilang Putranto, Yurika Nendri)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas