BREAKING NEWS: Presiden Jokowi Teken Undang Undang Cipta Kerja
Presiden Joko Widodo (Jokowi) akhirnya meneken Undang-undang Cipta Kerja yang sempat menuai kontroversi.
Penulis: Taufik Ismail
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews Taufik Ismail
TRIBUNNEWS. COM, JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) akhirnya meneken Undang-undang Cipta Kerja yang sempat menuai kontroversi.
Undang-undang yang disahkan DPR 5 Oktober lalu tersebut diteken Jokowi, Senin (2/11/2020) dan diundangkan pada hari yang sama.
Dikutip Tribunnews.com dari Setneg.go.id, Undang-undang Cipta Kerja bernomor Undang-undang 11 tahun 2020.
Baca juga: 5 Pernyataan Sikap Buruh Kepada Mahkamah Konstitusi Terkait Judicial Review UU Cipta Kerja
Undang-undang beserta penjelasan atas undang tersebut memiliki tebal 1187 halaman.
Undang-undang terdiri dari 186 pasal dan XV Bab.
Dalam undang-undang tersebut dijelaskan bahwa pembentukan undang-undang bertujuan untuk:
a. menciptakan dan meningkatkan lapangan kerja dengan memberikan kemudahan, pelindungan, dan pemberdayaan terhadap koperasi dan UMK-M serta industri dan perdagangan nasional sebagai upaya untuk dapat menyerap tenaga kerja Indonesia yang seluas-luasnya dengan tetap memperhatikan keseimbangan dan kemajuan antardaerah dalam kesatuan ekonomi nasional;
b. Menjamin setiap warga negara memperoleh pekerjaan, serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja;
c. Melakukan penyesuaian berbagai aspek pengaturan yang berkaitan dengan keberpihakan, penguatan, dan perlindungan bagi koperasi dan UMK-M serta industri nasional dan;
d. Melakukan penyesuaian berbagai aspek pengaturan yang berkaitan dengan peningkatan ekosistem investasi, kemudahan dan percepatan proyek strategis nasional yang berorientasi pada kepentingan nasional yang berlandaskan pada ilmu pengetahuan dan teknologi nasional dengan berpedoman pada haluan ideologi Pancasila.
Baca juga: Tuntut Pembatalan UU Cipta Kerja dan Kenaikan UMP 2021,Elemen Buruh Mulai Penuhi Kawasan Patung Kuda
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku: Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini wajib ditetapkan paling lama 3 (tiga) bulan; dan Semua peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang yang telah diubah oleh Undang-Undang ini dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang- Undang ini dan wajib disesuaikan paling lama 3 (tiga) bulan.
"Undang undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan," bunyi pasal 186 undang-undang Cipta Kerja.
5 Pernyataan Sikap Buruh Kepada MK Terkait Judicial Review UU Cipta Kerja
Massa buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) menggelar unjuk rasa yang terpusat di Istana Negara dan Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Senin (2/11/2020).
Tuntutan aksi adalah menolak Undang-undang Cipta Kerja dan Surat Edaran (SE) Menteri Ketenagakerjaan Nomor M/11/HK.04/X/2020 tentang Penetapan Upah Minimum Baru Tahun 2021 di Masa Pandemi Covi-19.
Dalam unjuk rasa kali ini, massa buruh turut menyambangi gedung MK di Jalan Medan Merdeka Barat untuk mengajukan uji materiil atau judicial review terhadap Undang-undang Cipta Kerja.
Baca juga: Demo Buruh Tolak UU Cipta Kerja: Perjuangan Ini Juga Untuk Anak Kita yang Masih di Bangku Sekolah
Presiden KSPI Said Iqbal menjelaskan, uji materil UU Cipta Kerja saat ini belum bisa terlaksana lantaran undang-undang tersebut belum memiliki nomor atau belum diundangkan.
Walhasil, uji materil belum bisa dilakukan.
"Gugatan sudah ada. Sudah sangat siap sekali, tapi karena belum ada nomor (UU), tentu sesuai mekanisme persidangan di MK, dikhawatirkan kami di-NO, tidak diterima, oleh karena itu kami menunggu nomor setelah ditandatangani presiden," kata Iqbal saat dihubungi Tribunnews.com.
Baca juga: Ada Demo Tolak UU Cipta Kerja, Jalan di Kawasan Sarinah Ditutup, Rute Transjakarta Dialihkan
Said Iqbal menceritakan, massa buruh akhirnya hanya berkonsultasi dengan para pejabat MK.
Dalam konsultasi itu, massa buruh menyatakan sikapnya terhadap Undang-undang Cipta Kerja.
Sedikitnya ada lima pernyataan sikap kaum buruh kepada Mahkamah Konstitusi.
Pertama massa buruh meminta agar Mahkamah Konstitusi agar dalam memeriksa, mengadili, dan memutus perkara pengujian Undang-undang Cipta Kerja melandasi diri pada keyakinan terhadap hati nurani, yaitu keyakinan yang mendalam atas dasar keimanan kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa.
Kaum buruh, kata Said, merasa berkewajiban untuk mengingatkan kepada Hakim Mahkamah Konstitusi, bahwa sebelum menduduki jabatannya, para Yang Mulia Hakim Konstitusi telah bersumpah di hadapan Allah SWT.
Baca juga: Andi Gani dan Said Iqbal Hari Ini Akan Berduet Pimpin Unjuk Rasa Buruh Tolak UU Cipta Kerja
"Bahwa semua putusan MK pun diawali dengan kata-kata 'demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa,'" kata Said Iqbal.
Kedua, massa buruh meminta agar MK, dalam memeriksa, mengadili, dan memutus perkara pengujian Undang-undang Cipta tidak sekadar berorientasi pada kebenaran yang bersifat formalistik.
Said mengatakan, apabila Hakim MK hanya mendasarkan putusan pada kebenaran yang bersifat formal, kebenaran sejati tidak akan pernah dapat ditemukan.
"Oleh karena itu, kaum buruh Indonesia menaruh harapan yang sangat besar kepada Mahkamah Konstitusi untuk mampu menggali, menyingkap, dan menemukan kebenaran yang hakiki dari proses pengujian Undang-undang Cipta Kerja," jelas Said Iqbal.
Ketiga, massa buruh meminta agar MK, dalam mengambil keputusan tidak hanya mengandalkan bukti-bukti yang diajukan Pemohon.
Said Iqbal berharap agar MK juga perlu mengambil inisiatif, dan secara aktif dapat menggali sendiri kebenaran uji materiil dari Undang-undang Cipta Kerja yang kelak akan diuji.
MK merupakan praperadilan konstitusional tingkat pertama dan terakhir, yang putusannya bersifat final and binding.
Sehingga tidak ada lagi instrumen hukum yang dapat mengubah putusan MK.
"Dalam hal ini kaum buruh Indonesia mengharapkan Mahkamah Konstitusi dapat mengambil peran yang maksimal sebagai judex factie (pemeriksa bukti-bukti dari suatu perkara dan menentukan fakta-fakta dari perkara tersebut)," jelas Said Iqbal.
Keempat, massa buruh turut mengharapkan agar Mahkamah Konstitusi dapat melihat aspirasi yang telah disuarakan jutaan massa buruh di Indonesia terkait Undang-undang Cipta Kerja ini.
"Yang dengan segala risiko terpaksa turun ke jalan di tengah pandemi Covid-19 hanya demi menyuarakan kebulatan tekad untuk menolak Undang-undang Cipta Kerja," kata Said Iqbal.
Suara jutaan kaum buruh dan berbagai elemen masyarakat sepatutnya turut menjadi bahan pertimbangan MK dalam proses uji materiil UU Cipta Kerja nantinya.
Said berharap, aksi yang dilakukan massa buruh ini dapat dilihat MK sebagai nilai-nilai moral dan politik yang hidup di tengah masyarakat.
"Nilai-nilai yang disebut sebagai 'konstitusi tidak tertulis' itu tempatnya di atas (undang-undang), atau setidaknya di samping (setara) konsitusi tertulis," ujar Said Iqbal.
Kelima, massa buruh meminta agar MK dalam memeriksa uji materiil Undang-undang Cipta Kerja dapat menunjukkan kekuasaannya sebagai the guardian of constitution (penjaga marwah konstitusi) dan pelindung hak asasi manusia (HAM).
"Sebagaimana telah disuarakan banyak pihak Undang-undang Cipta Kerja telah mengangkangi UUD 1945, melanggar hak konstitusional kaum buruh dan masyarakat, serta telah menista hak asasi manusia," pungkas Said Iqbal.