Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Buntut Kekeliruan Pasal UU Cipta Kerja yang Disahkan Jokowi, Pakar Menilai Ambil Positifnya Saja

Pakar Hukum Tata Negara dari UNS, Agus Riewanto mengatakan kesalahan dalam Pasal UU Cipta Kerja diambil positifnya untuk uji materi ke MK.

Penulis: Inza Maliana
Editor: Tiara Shelavie
zoom-in Buntut Kekeliruan Pasal UU Cipta Kerja yang Disahkan Jokowi, Pakar Menilai Ambil Positifnya Saja
TRIBUNNEWS/HERUDIN
Ribuan Massa buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan 32 federasi buruh menggelar demonstrasi di sekitar Patung Arjuna Wijaya, Jakarta, Senin (2/11/2020). Demonstrasi yang dilakukan serentak di 24 provinsi itu untuk mendesak pemerintah membatalkan UU Cipta Kerja serta kenaikan upah minimum tahun 2021. TRIBUNNEWS/HERUDIN 

TRIBUNNEWS.COM - Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta Agus Riewanto ikut menanggapi kesalahan dalam pasal UU Cipta Kerja yang baru disahkan oleh Presiden Jokowi.

Diketahui, UU tersebut telah berganti menjadi UU Nomor 11 Tahun 2020 dengan total berjumlah 1.187 halaman pada Senin (2/11/2020) kemarin.

Meski telah sah menjadi Undang-Undang, rupanya masih ada kejanggalan-kejanggalan yang ditemukan.

Agus menilai publik bisa mengambil hal positif dari kesalahan Undang-Undang tersebut.

Yakni, menjadi 'alat' untuk melakukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Untuk itu, ia mengatakan lebih baik publik mengambil kelemahan dari Undang-Undang ini menjadi kekuatan.

Pengamat Hukum Ketatanegaraan dari Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret (UNS) Agus Riewanto.
Pengamat Hukum Ketatanegaraan dari Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret (UNS) Agus Riewanto. (Tribunnews/ISTIMEWA)

Baca juga: Fraksi PDIP DPR Pertanyakan Kesalahan Ketik UU Cipta Kerja ke Pemerintah

"Jadi menurut saya justru diambil positifnya saja, kelemahan yang dimiliki menjadi kekuatan bagi beberapa pihak."

Berita Rekomendasi

"Artinya Undang-Undang ini memang tidak sempurna baik dari sisi formal maupun materi," kata Agus kepada Tribunnews, Selasa (3/11/2020).

Dosen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum UNS ini juga menjelaskan, kesalahan dalam UU ini sangat fatal.

Sebab, bila sudah disahkan, Undang-Undang tidak boleh ada kesalahan, termasuk kesalahan satu titik atau koma sekalipun.

"Kesalahan itu sebenarnya sangat fatal, karena Undang-Undang tidak boleh salah sama sekali," tegas Agus.

Menurutnya, kesalahan ini membuktikan ketidaktelitian perancang Undang-Undang.

Tangkap layar bagian Pasal 5 dan 6 UU Cipta Kerja yang baru disahkan Presiden Joko Widodo menjadi menjadi UU dengan Nomor 11 Tahun 2020 yang diakses dari laman Sekretariat Negara RI, Selasa (3/11/2020)
Tangkap layar bagian Pasal 5 dan 6 UU Cipta Kerja yang baru disahkan Presiden Joko Widodo menjadi menjadi UU dengan Nomor 11 Tahun 2020 yang diakses dari laman Sekretariat Negara RI, Selasa (3/11/2020) (jdih.setneg.go.id/)

Baca juga: Baru Disahkan, Pasal UU Cipta Kerja Kembali Jadi Kontroversi karena Kesalahan, Pakar: Sangat Fatal

"Kalau ada kesalahan ini menujukkan ketidakcermatan perancang UU ini."

"Boleh jadi karena diburu oleh waktu, kemudian sangat tergesa-gesa dan terkesan tidak teliti dalam membaca pasal per pasal," katanya.

Padahal, menurutnya kesalahan yang ditemukan publik ini sangat mendasar.

"Itu sangat esensial, dari bunyi pasal itu, tapi rujukan itu tidak ada, ini berbahaya," tuturnya.

Terkait apakah kesalahan ini bisa menggugurkan UU Cipta Kerja secara bulat, Agus tidak bisa menilainya.

Menurutnya, gugurnya UU bergantung pada indepedensi hakim di Mahkamah Konstitusi (MK).

Namun ia meyakini para hakim memiliki kepekaan sosial untuk melihat aspek-aspek yang dipertimbangkan.

Ribuan Massa buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan 32 federasi buruh menggelar demonstrasi di sekitar Patung Arjuna Wijaya, Jakarta, Senin (2/11/2020). Demonstrasi yang dilakukan serentak di 24 provinsi itu untuk mendesak pemerintah membatalkan UU Cipta Kerja serta kenaikan upah minimum tahun 2021. TRIBUNNEWS/HERUDIN
Ribuan Massa buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan 32 federasi buruh menggelar demonstrasi di sekitar Patung Arjuna Wijaya, Jakarta, Senin (2/11/2020). Demonstrasi yang dilakukan serentak di 24 provinsi itu untuk mendesak pemerintah membatalkan UU Cipta Kerja serta kenaikan upah minimum tahun 2021. TRIBUNNEWS/HERUDIN (TRIBUNNEWS/HERUDIN)

Baca juga: Istana Akui Kekeliruan dalam UU Cipta Kerja, Sudjiwo Tedjo: Rakyat dan UU Jangan Dijadikan Mainan

Melihat kesalahan ini, Agus mewajarkan publik mempertanyakan keseriusan pemerintah dalam membuat UU ini.

Ia pun mengaku khawatir ada sebuah 'agenda' hingga mengingatkannya pada kasus kudeta redaksional UU Kesehatan pada 2009 silam.

"Khawatir pola ini akan terulang kembali."

"Karena ada pengurangan dari pasal dan ayat yang dilakukan oleh orang-orang yang kita tidak tahu, dibuat agenda."

"Atau ini memang murni kesalahan perancang Undang-Undang, ini memang patut dipertanyakan oleh publik," katanya.

Kejanggalan dalam Pasal 6 UU Cipta Kerja

Sebelumnya diketahui, publik menemukan adanya kejanggalan dalam Pasal 6 UU Cipta Kerja.

Pasal tersebut mengatur tentang peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha.

Kesalahan dalam UU Cipta Kerja ini pun menjadi sorotan di sosial media.

Banyak pihak yang ikut berkomentar dan kembali meragukan Undang-Undang yang menuai polemik di masyarakat ini.

Satu di antaranya, akun resmi dari Fraksi PKS DPR RI yang menyayangkan adanya kesalahan tersebut.

Baca juga: Kesalahan Pengetikan dalam UU Cipta Kerja, Sindiran Melanie Subono: Pasti Salah Tukang Fotokopi

Mengutip salinan UU Nomor 11 tahun 2020 dari laman resmi Sekretaris Negara (jdih.setneg.go.id), Pasal 6 merujuk pada ayat 1 huruf a pasal 5.

Namun, dalam Undang-undang tersebut Pasal 5 ditulis tanpa ayat ataupun huruf dalam turunannya.

Bab III tentang Peningkatan Ekosistem Investasi dan Kegiatan Berusaha Bagian Kesatu Umum, Pasal 5 dan 6 berbunyi:

Pasal 5

Ruang lingkup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 meliputi bidang hukum yang diatur dalam undang-undang terkait.

Pasal 6

Peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a meliputi:

a. penerapan Perizinan Berusaha berbasis risiko;

b. penyederhanaan persyaratan dasar Perizinan Berusaha;

c. penyederhanaan Perizinan Berusaha sektor; dan

d. penyederhanaan persyaratan investasi.

(Tribunnews.com/Maliana)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas