Mabes Polri Sebut Tindakan Represif Aparat saat Aksi Demo Mahasiswa di Samarinda Wajar
Awi Setyono menyampaikan mahasiswa yang menggelar aksi unjuk rasa disebut tidak memiliki izin keramaian kepada pihak kepolisian.
Penulis: Igman Ibrahim
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Markas besar kepolisian RI menilai tindakan represif aparat penegak hukum kepada sejumlah mahasiswa yang tengah berdemo di Samarinda, Kalimantan Timur, sebagai tindakan wajar.
Karo Penmas Humas Polri Brigjen Awi Setyono menyampaikan mahasiswa yang menggelar aksi unjuk rasa disebut tidak memiliki izin keramaian kepada pihak kepolisian. Dengan alasan itu, Polri menilai wajar apabila ada tindakan keras yang dilakukan Polri.
"Terkait dengan kegiatan represif oleh Polri karena memang yang bersangkutan pertama ini si aliansi Kalimantan Timur menggugat ini tidak pemberitahuan pelaksaan demo sehingga mereka tidak memegang STP gitu. Wajar kalau polisi membubarkan," kata Brigjen Awi di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (6/11/2020).
Baca juga: Aliansi Buruh Desak Polri Hentikan Represifitas dan Penangkapan Kepada Peserta Unjuk Rasa
Alasan selanjutnya, kata Awi, aksi unjuk rasa yang dilakukan mahasiswa tersebut dianggap mengganggu ketertiban umum karena menutup sejumlah ruas jalan. Sebaliknya, Polri menuding massa melakukan tindakan anarkis terlebih dahulu.
"Mereka demo itu di depan DPRD Provinsi Kaltim menutup jalan, sementara itu jalan digunakan untuk umum. Untuk masyarakat luas. Jadi polri itu maintenance rotate banyak kepentingan yang kita lindungi. Kalau terjadi pendorongan karena memang tadi yang jelas pertama tidak memiliki STP tidak memberitahu kita. Yang kedua mereka anarkis melempari polisi," jelasnya.
"Tentunya polisi melakukan tindakan represif dengan mendorong membuka sehingga jalan itu bisa digunakan oleh masyarakat," sambungnya.
Di sisi lain, Awi menyampaikan aparat juga dinilai wajar melakukan penangkapan terhadap mahasiswa yang dituding melakukan tindakan anarkis saat aksi unjuk rasa.
Baca juga: Demo Mabes Polri, Ratusan Buruh Bawa Foto Korban Aksi Represif Aparat saat Unjuk Rasa
"Mahasiswa yang anarkis, yang melakukan pelemparan, tentunya wajar dilakukan penangkapan. Kalau disampaikan tadi represif ya begitu lah resikonya. Kalau memang anarkis. Selama ini kalau memang taat pada aturan ya polisi tidak pernah melakukan dorongan atau anarkis atau apa tindakan represif," tandasnya.
Diberitakan sebelumnya, Gabungan Organisasi mahasiswa dan kampus yang tergabung dengan Aliansi Mahasiswa Kaltim Menggugat (Mahakam) mengutuk tindakan aparat Kepolisian yang melakukan tindakan kekerasan saat unjuk rasa di depan kantor DPRD Kaltim, Kamis (5/11/2020).
Bahkan dalam aksi tersebut mahasiswa dibubarkan secara paksa.
Bahkan aparat kepolisian mengamankan sembilan mahasiswa usai aksi berlangsung.
Bahkan saat pembubaran tersebut aparat melakukan tindakan kekerasan kepada mahasiswa yang mengikuti aksi demo.
Bahkan dalam pantauan Tribunkaltim.co saat demo berlangsung Kamis kemarin, beberapa oknum polisi mengamankan sembilan mahasiswa tersebut.
Ketika diamankan, para oknum polisi itu sesekali memukul mahasiswa tersebut. Bahkan Dion ketua Liga Mahasiswa Nasional Untuk Demokrasi Kalimantan Timur (EW-LMND Kaltim) diseret serta dipukul ketika diamankan.
Setelah kejadian tersebut mahasiswa Aliansi Mahakam kembali melakukan aksi unjuk rasa di Taman Samarendah, Jumat (6/11/2020) siang.
Humas aksi Yohanes Richardo Nanga mengatakan dalam aksi unjuk rasa Siang nanti menuntut agar kepolisian segera melepaskan kesembilan mahasiswa tersebut.
Selain itu aksi tersebut sebagai bentuk solidaritas terhadap mahasiswa yang menjadi korban selama aksi.
Bahkan dari aksi tersebut beberapa mahasiswa harus dirawat di rumah sakit. Bahkan ada yang mengalami patah tulang jari ketika ketika dibubarkan oleh aparat Kepolisian.
"Kami mengutuk keras tindakan brutalitas yang dilakukan oleh aparat kepolisian terhadap masa aksi saat melakukan penolakan terhadap kebijakan Omnibus Law," ujarnya.
UU Cipta Kerja yang baru saja disahkan oleh Presiden Joko Widodo.
"Banyak dari kawan kita juga masuk rumah sakit. Bahkan salah satu korban dari kami patah jari tangan, inilah hilang nilai kemanusiaannya," kata Yohanes Richardo Nanga.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.