Istana: UU Cipta Kerja Beri Akses Pengelolaan Hutan dan Lindungi Masyarakat Adat
Tenaga Ahli Utama Kedeputian II KSP Usep Setiawan menjabarkan pasal yang menunjukkan UU Cipta Kerja berpihak pada perhutanan sosial.
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja memberikan peluang kepada rakyat untuk mengelola hutan dan melindungi masyarakat adat.
Penegasan itu tertuang dalam sejumlah pasal menyangkut sektor kehutanan.
Tenaga Ahli Utama Kedeputian II Kantor Staf Presiden (KSP) Usep Setiawan mencontohkan sejumlah pasal yang menunjukan keberpihakan pada perhutanan sosial.
“Ada pasal yang mengatur tentang pemanfaatan hutan lindung dan hutan produksi melalui program Perhutanan Sosial. Program ini bisa diberikan kepada perseorangan, kelompok tani hutan dan koperasi," ujar Usep dalam keterangan, di Jakarta, Sabtu (7/11/2020).
Baca juga: Kepala BKPM: UU Cipta Kerja Bisa Bantu Mahasiswa yang Mau Jadi Pengusaha
Menurut Usep, aturan itu ada pada paragraf 4 bagian kehutanan.
Di antara Pasal 29 dan Pasal 30 UU Kehutanan disisipkan 2 (dua) pasal baru yakni Pasal 29A dan Pasal 29B yang salah satunya mengatur penguatan perhutanan sosial.
Pengaturan ini akan memperkuat upaya pemerintah dalam pemberian akses pengelolaan kawasan hutan bagi rakyat.
“Jadi, nanti ada dampak positif yang muncul berupa perluasan lapangan kerja, pengurangan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan rakyat di sekitar hutan,” tambah Usep.
Baca juga: Kesalahan Teknis UU Cipta Kerja Tuai Polemik, Ini Kata Jubir Wapres
Menurut pegiat reforma agraria ini, program perhutanan sosial semakin kuat sejak disahkannya UU Cipta Kerja.
Apalagi selama ini pemerintahan Presiden Joko Widodo sudah menyerahkan 4,2 juta hektar lahan untuk dikelola masyarakat.
“Selanjutnya, yang paling penting adalah soal pendampingan program lanjutan. Sehingga masyarakat di sekitar hutan itu memiliki kemampuan dalam mengelola kewenangan yang telah diberikan, seperti masuk dalam aspek bisnis perhutanan sosial. Dalam hal ini tidak hanya agroforestry,” jelas Usep.
Usep menambahkan, Undang-undang Cipta Kerja juga sangat berpihak dan melindungi masyarakat adat, terutama yang tinggal di kawasan hutan dan kebun.
Bahkan, dalam UU Cipta Kerja, kata Usep, masyarakat adat akan diikutkan dalam kebijakan penataan kawasan hutan, konservasi hingga Tanah Objek Reforma Agraria (TORA).
Jelas bahwa dengan UU ini pemerintah berpihak pada rakyat.
"UU Ciptaker ini menegaskan keberpihakan pemerintah pada masyarakat dengan restorative justice atau penyelesaian hukum di luar pengadilan," katanya.
Baca juga: HNW Dukung Legislative Review Menyeluruh Terhadap UU Cipta Kerja
Dalam Undang-Undang Cipta Kerja juga masuk persoalan lingkungan hutan yang terbagi atas dua bagian, yakni bagian persetujuan lingkungan yang menjadi persyaratan dasar perizinan berusaha.
Sedang bagian berikutnya adalah bagian perizinan berusaha serta kemudahan persyaratan investasi dari sektor kehutanan.
Keduanya berasal dari tiga UU berbeda yakni UU No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, dan UU No 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.
“Penyatuan ini akan membuat aturan semakin mudah dipahami dan tidak akan merepotkan masyarakat adat dan masyarakat sekitar hutan,” pungkas Usep.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.