PKS: RI Darurat Minuman Beralkohol, Butuh Aturan Lebih Komprehensif
Ironisnya, sekitar 14,4 juta remaja di Indonesia telah teridentifikasi sebagai pengonsumsi minol. Artinya, bonus demografi yang kelak kita peroleh
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR Fraksi PKS, Bukhori Yusuf menyebut Indonesia saat ini sudah dalam keadaan darurat minuman beralkohol.
Hal tersebut disampaikan Bukhori merujuk hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas) Kemenkes, dimana jumlah remaja yang mengonsumsi minuman beralkohol masih diangka 4,9 persen.
“Kita membutuhkan pendekatan yang lebih progresif untuk menyelamatkan masa depan bangsa dari dampak merusak minuman beralkohol," tutur Bukhori kepada wartawan, Jakarta, Jumat (13/11/2020).
Menurutnya, model regulasi yang ada saat ini hanya bertumpu pada pendekatan pengendalian semata, sehingga terbukti gagal bila mengacu pada data yang menunjukan sekitar 58 persen tindakan kriminal di Indonesia dipicu oleh minuman beralkohol.
"Ironisnya, sekitar 14,4 juta remaja di Indonesia telah teridentifikasi sebagai pengonsumsi minol. Artinya, bonus demografi yang kelak kita peroleh di kemudian hari, juga dibayangi oleh bahaya minuman beralkohol yang mengintai generasi usia produktif kita bila tidak ada perhatian serius yang melarang minuman beralkohol,” paparnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, mencermati regulasi yang sudah ada pada saat ini bersifat parsial dan tidak komprehensif.
Misalnya dalam ketentuan KUHP, pendekatan hukum hanya menyasar pada ranah penjualan dan konsumsi dengan sanksi pidana dan penjara yang lemah. Apalagi, tidak ada klausul yang tegas melarang konsumsi minol di KUHP.
Baca juga: Pemuda Ini Ditemukan dalam Kondisi Tak Sadarkan Diri di Jalan, Mulut Berbusa dan Tercium Bau Alkohol
Dengan demikian, kata Bukhori, KUHP dinilai tidak cukup memadai untuk melakukan rekayasa sosial di masyarakat dalam rangka menciptakan generasi yang bebas minuman beralkohol.
“Sementara dalam RUU minol ini, kita mencoba merumuskan aturan yang lebih komprehensif, yakni mulai dari ranah produksi, distribusi atau pengedaran, sampai ranah konsumsi," ucapnya.
"Kita juga tetap memperhatikan dengan seksama terkait pengecualian konsumsi minol untuk kepentingan terbatas seperti kepentingan adat, ritual keagamaan, wisatawan, dan kebutuhan farmasi,” sambungnya.