Pakar Hukum: Upaya Banding Jaksa Agung atas Vonis PTUN Soal Peristiwa Semanggi Bagian dari Hak
upaya banding yang dilakukan Kejaksaan Agung merupakan hak yang harus dihormati karena dijamin oleh Undang-Undang
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa Agung ST Burhanuddin melalui Jaksa Pengacara Negara (JPN) melayangkan banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Jakarta atas putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) soal peristiwa Semanggi.
Pakar Hukum Pidana dari Universitas Al Azhar Indonesia Suparji Ahmad menilai upaya banding yang dilakukan Kejaksaan Agung merupakan hak yang harus dihormati karena dijamin oleh Undang-Undang, karenanya dia pun mendukung langkah itu.
“Banding bagian dari hak, dalam hal ini Kejaksaan Agung kalau keberatan atas putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta, dan nanti akan dilihat apakah alasan-alasan keberatan itu bisa diterima oleh Pengadilan Tinggi TUN, jadi pertama ini memang bagian dari hak yang harus dihormati harus dihargai karena itu adalah jalur yang dijamin oleh undang-undang,” ujar Suparji, ketika dikonfirmasi Tribunnews.com, Senin (16/11/2020).
Baca juga: Ini Alasan Jaksa Agung Ajukan Banding ke PTUN Terkait Kasus Semanggi I-II
Terkait pernyataan ST Burhanuddin terkait peristiwa kasus pelanggaran HAM Semanggi I dan II pada saat rapat kerja dengan komisi III DPR yang diputus bersalah putusan PTUN Jakarta, Suparji menilai tidak tepat bila hal itu dijadikan sebagai objek PTUN.
“Kan tidak ada surat keputusannya begitu. Dan itu kan masih melalui tindak lanjut tindak, tindak lanjut berikutnya, belum final tetapi kenapa itu bisa dimenangkan itulah yang menarik, apakah melihat aspek materialnya,” kata dia.
Suparji mengungkap ada tiga hal yang perlu diperhatikan dalam konteks putusan pejabat atau penyelenggara negara. Antara lain bersifat final, individual dan konkret.
Baca juga: Politikus Demokrat: Seharusnya Jaksa Agung Terima Putusan PTUN terkait Kasus Semanggi I-II
Dia menjelaskan bahwa bersifat final berarti sebuah putusan dianggap final jika memang sudah tidak perlu lagi ada tindak-lanjut. Sementara individual merujuk spesifik kepada individu yang dituju, serta konkret yaitu sudah bisa dilaksanakan atau implementatif.
“Tapi kemarin kan pernyataan (ST Burhanuddin) yang diungkap itu apakah memenuhi kualifikasi itu?" tanyanya.
Suparji mengatakan putusan TUN juga harus berdasarkan AUPB (Asas Umum Pemerintahan yang Baik) yang meliputi transparansi, netralitas, keadilan dan lain sebagainya.
Baca juga: Legislator Gerindra: Jaksa Agung Perlu Ajukan Banding
Menurutnya jika hal tersebut tidak dilaksanakan maka akan dianggap bertentangan dengan Tata Pemerintahan yang baik dan benar. Dengan kata lain akan dianggap melanggar apa yang namanya asas-asas pemerintahan yang baik, sehingga kemudian dinyatakan bersalah oleh PTTUN.
Lebih lanjut, Suparji mendorong agar kasus Semanggi I dan II, Trisakti untuk dituntaskan. Meskipun dia mengakui hal tersebut tidak mudah karena harus ada upaya pemerintah kepada para korban yang merasa dirugikan dengan pendekatan keadilan restoratif.
“Jadi harus ada putusan politik dari pemerintah bersama DPR bahwa dalam rangka menyelesaikan kasus tadi, dalam perspektif keadilan restoratif tadi dan berbagai kendala yuridis, politis tadi itu, maka perlu didorong agar ada upaya-upaya mediasi final, untuk menyelesaikan kasus tadi itu dengan tujuan memulihkan harkat martabat korban dan keluarganya," katanya.
Sebelumnya, Ketua Komisi Kejaksaan (Komjak) Barita Simanjuntak mendukung Kejagung yang akan mengajukan banding karena menilai pernyataan di DPR bukan lah objek gugatan PTUN.