KontraS Percaya Masih Banyak Perwira TNI Berpikiran Reformis Meski Dididik di Era Orde Baru
Pertanyaan tersebut didasarkan pada asumsi jenderal TNI dan purnawirawan jenderal TNI yang berada di lingkungan kekuasaan
Penulis: Gita Irawan
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dalam diskusi virtual bertajuk Pelibatan TNI Dalam Kontra Terorisme pada Selasa (17/11/2020) muncul pertanyaan terkait pengaruh konfigurasi perwira sebelum dan setelah 1998 di lingkaran kekuasaan terhadap perubahan praktik kontra terorisme di tubuh TNI.
Pertanyaan tersebut didasarkan pada asumsi jenderal TNI dan purnawirawan jenderal TNI yang berada di lingkungan kekuasaan sejak era awal reformasi hingga sekarang adalah perwira lulusan era orde baru sehingga pola kontra terorismenya masih mengikuti cara lama.
Namun demikian Deputi Koordinator Badan Pekerja Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Jakarta Feri Kusuma percaya masih banyak perwira TNI yang meski dididik di era Orde Baru namun memiliki cara berpikir reformis.
Baca juga: 11 Oknum TNI Terdakwa Penyiksaan Jalani Sidang Tuntutan di Pengadilan Militer II-08 Jakarta
Menurut Feri banyak dari para perwira TNI yang berpikiran reformis tersebut ingin mewujudkan reformasi TNI dan mendorong TNI menjadi lebih profesional.
"Ini sebenarnya sangat tergantung pada orang-orang yang ada di tubuh TNI itu sendiri. Ada juga kok perwira-perwira angkatan 70-an dan 80-an yang cara berpikirnya reformis yang juga menginginkan reformasi TNI itu diwujudkan dan bagaimana mendorong TNI itu lebih profesional. Ada banyak itu perwira-perwira yang bisa ditelusuri. Jadi tidak bisa kemudian digeneralisasi berdasarkan periodesasi seperti itu," kata Feri.
Baca juga: 11 Oknum TNI Terlibat Penganiayaan Berujung Kematian Jusni, Sempat Ada yang Teriak Cabut Pistol
Namun demikian, kata Feri, tidak ada jaminan perwira lulusan pasca 1998 akan menjadikan TNI sebagai lembaga yang patuh terhadap aturan hukum atau kepada supremasi sipil yang menjunjung tinggi demokrasi san hak asasi manusia.
Feri mengatakan, hal tersebut sebenarnya tergantung pada masing-masing individu dan juga institusi TNI memahami tugas dan tanggung jawab masing-masing dalam berbangsa dan berenegara.
"Belum ada garansi juga kemudian misalnya perwira pasca 98 itu akan menjadikan TNI yang patuh kepada aturan hukum atau kepada supresmasi sipil dan menjunjung tinggi demokrasi dan hak asasi manusia," kata Feri.
Tidak hanya itu, menurut Feri reformasi di tubuh TNI juga ditentukan oleh cara pandang elit-elit sipil.
Baca juga: Jokowi Perintahkan TNI-Polri dan Satgas Covid-19 Tegas, Jangan Cuma Mengimbau
"Masalahnya kan selama ini bukan hanya persoalan di internal TNI tapi juga paradigma di kalangan sipil ini juga masih banyak yang menyeret kembali TNI itu ke dalam imajinasi peran-peran yang melampaui dari ketentuan hukum tau melampaui fungsi dan tugas pokok TNI itu sendiri. Jadi masih mencampuradukkan itu," kata Feri.
Sekadar informasi, meski Rancangan Perpres (R-Perpres) Pelibatan TNI saat ini sudah diserahkan pemerintah ke DPR dalam rangka konsultasi, namun R-Perpres tersebut masih menimbulkan polemik.
Pihak yang menolak rancangan tersebut di antaranya mengkritik sejumlah aspek antara lain terkait tumpang tindih kewenangan, batasan waktu pelaksanaan operasi, sumber pendanaan, dan potensi pelanggaran hak asasi manusia.
Sementara itu pihak yang mendukung rancangan tersebut menilai R-Perpres tersebut merupakan mandat Undang-Undang nomor 5 tahun 2018 tentang pemberantasan terorisme, pelibatan militer mengatasi aksi terorisme telah dipraktikan di sejumlah negara di dunia, dan TNI memiliki kemampuan untuk melalukan operasi di medan-medan sulit yang tidak bisa dilakukan oleh aparat kepolisian.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.