Kapolri : Jangan Ada Operasi Senyap dan Gelap, Tugas Polri Hanya Mengamankan Jalannya Pilkada
Kapolri Jenderal Pol Idham Azis memerintahkan seluruh anggotanya bersikap netral dalam pelaksanaan Pilkada Serentak 2020, jangan ada operasi gelap.
Editor: Theresia Felisiani
![Kapolri : Jangan Ada Operasi Senyap dan Gelap, Tugas Polri Hanya Mengamankan Jalannya Pilkada](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/idham-azis-kapolri-brimob-nih3.jpg)
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kapolri Jenderal Pol Idham Azis memerintahkan seluruh anggotanya untuk bersikap netral dalam pelaksanaan Pilkada Serentak 2020.
Eks Kabareskrim Polri itu mengingatkan tugas Polri hanya untuk mengamankan jalannya Pilkada.
"Masalah netralitas anggota Polri juga sudah saya sampaikan, tidak boleh di antara kita semua
ini berpolitik. Kita tugasnya cuma menjaga, melayani, mengamankan jalannya pilkada," kata
Idham dalam video conference kepada seluruh Polda jajaran pada Selasa (17/11).
Idham juga mengingatkan tidak ada boleh ada satupun jajarannya yang melaksanakan operasi
yang menjurus kepada sikap tidak netral dalam Pilkada Serentak 2020.
"Tidak ada operasi senyap, tidak ada operasi khusus, operasi gelap, menjalankan saja perintah apa yang harus kita koordinasikan dengan KPU, Bawaslu, TNI. Kita hanya itu yang kita kerjakan," ujarnya.
Baca juga: Dicopot Kapolri, Irjen Rudy Gajah Bukan Orang Sembarangan, Malang Melintang Tangkap Teroris
Di sisi lain, Idham Azis juga meminta seluruh Kapolda dan jajarannya memahami dan dapat
melaksanakan instruksi tersebut.
Jika ada yang melanggar, pihaknya tidak segan akan melakukan penindakan.
"Kalau ada anggota yang melanggar jelas pasti saya suruh periksa, baik disiplin maupun kode
etik. Tidak ada tawar menawar urusan netralitas ini. Bhayangkara kita punya hak suara tapi
biarkan sampaikan ke Bhayangkara suaranya nanti di kotak suara saja,"pungkasnya.
Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI mengingatkan kepada pasangan calon kepala
daerah di Pilkada Serentak 2020 maupun tim pemenangannya untuk lebih mengurangi kegiatan kampanye tatap muka.
Lantaran kegiatan tersebut berpotensi menciptakan kerumunan massa.
"Sejak awal tahapan kampanye, Bawaslu mendorong pasang calon kepala daerah maupun tim
pemenangan untuk mengurangi kegiatan kampanye yang memungkinkan tatap muka terlebih
menyebabkan kerumunan orang,"kata Anggota Bawaslu RI Mochammad Afifuddin.
Berkaca dari hasil pengawasan Bawaslu pada 10 hari kelima di masa kampanye, terdapat
17.738 kegiatan kampanye dengan metode tatap muka atau pertemuan terbatas yang
diselenggarakan peserta pilkada.
Dari jumlah tersebut, ditemukan 398 kegiatan yang melanggar
protokol kesehatan berupa kerumunan orang tanpa jarak, peserta kampanye yang tidak
menggunakan masker, hingga tidak tersedianya penyanitas tangan di lokasi.
Baca juga: Bamsoet Minta KPU-Bawaslu Beri Peringatan Tertulis ke Paslon yang Langgar Protokol Kesehatan
Atas hal itu Bawaslu berharap peserta Pilkada memanfaatkan opsi metode kampanye via
daring secara maksimal.
Kepatuhan protokol kesehatan juga diharap senantiasa diterapkan jika
memang kampanye tatap muka jadi pilihan.
"Bawaslu juga merekomendasikan semua pihak untuk mematuhi prokes jika memang
kampanye tatap muka dan/atau pertemuan terbatas harus diselenggarakan," kata Afifuddin.
Prinsip protokol kesehatan seperti ketersediaan penyanitas tangan, tempat cuci tangan dengan sabun dan air mengalir, hingga penerapan jaga jarak diminta tak diabaikan para peserta dan tim kampanye. Bawaslu meminta penyelenggara kampanye senantiasa menyediakan penyanitasi tangan dan menerapkan jaga jarak bagi peserta kampanye,"pungkas dia.
Terlebih pemerintah lewat Satgas Covid-19 saat ini juga terus menggencarkan kampanye
penyuluhan 3M, meliputi memakai masker, menjaga jarak dan mencuci tangan.
Kampanye ini terus disosialisasikan agar masyarakat tidak lupa bahwa penyebaran Covid-19 banyak datang dari pergerakan manusia. Sehingga pelaksanaan prinsip 3M harus dijalankan secara ketat.
Baca juga: Mahfud MD Minta KPU, Bawaslu dan Forkopimda Cegah Klaster Baru Covid-19 di Pilkada
Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menampik bahwa penyelenggaraan Pilkada Serentak
akan menjadi kluster penyebaran covid -19.
Direktur Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan Kementerian Dalam Negeri, Safrizal mengatakan kekhawatiran Pilkada akan jadi kluster penyebaran Covid-19 tidak terbukti setelah dievaluasi sekian waktu.
Menurut Wakil Ketua Satgas Penanganan Covid-19 tersebut, dari data yang pihaknya
kumpulkan malah terjadi penurunan zonasi risiko.
“Kami kasih contoh, pada awal kita menyelenggarakan kampanye, kami startnya dari tanggal 6 September, sudah mulai menyelenggarakan kampanye Pilkada, zonasi daerah merahnya itu pada 45 daerah dari 309 daerah yang daerahnya ada Pilkadanya, baik Pilkada bupati/walikota maupun gubernur,"ujar Safrizal.
Evaluasi disebutnya dilakukan secara regular yang kesemuanya dibahas, mulai dari
perkembangan kepatuhan terhadap protokol kesehatan, hingga data terkait pelanggaran
protokol kesehatan.
Safrizal menyebut sudah ada 82 kepala daerah yang mendapat teguran tertulis dari Mendagri Tito Karnavian.
Baca juga: Politisi Gerindra-Demokrat: Polisi Tak Berhak Periksa Anies Baswedan, yang Berhak Itu Hanya Mendagri
Namun, diterangkan Safrizal, Kemendagri tidak memiliki wewenang untuk menegur pasangan
calon yang melanggar protokol kesehatan, karena merupakan wewenang Bawaslu
"Mendagri menegur 82 kepala daerah yang melakukan atau membiarkan juga ikut berkumpul berkerumun karena mengumpulkan massa yang banyak," kata Safrizal.
Sementara terkait monitoring pelaksanaan Pilkada di masa pandemi, dilakukan setiap minggu.
Setelah itu digelar rapat evaluasi setiap bulannya yang dipimpin oleh Menkopolhukam dan
setiap 2 minggu sekali rapat dipimpin oleh Mendagri.
Baca juga: Jokowi Minta Mendagri Tegur Kepala Daerah yang Malah Ikut Berkerumun
Saat memasuki masa kampanye monitor terhadap pasangan calon dilakukan oleh Bawaslu.
Selama masa kampanye berlangsung, Bawaslu tercatat telah menegur hampir 306 pelanggaran protokol kesehatan dari 13.646 pertemuan atau kampanye tatap muka.
Pelanggaran terhadap protokol kesehatan itu mulai dari berkerumun dan tidak disiplin
menggunakan masker.
“Artinya pelanggarannya 2,2 persen dan ini tentu saja menurut penilaian kampanye pelanggarannya itu juga tidak cukup signifikan. Dan tidak ada juga pelanggaran yang
masif sampai ribuan, karena jumlah berkumpul itu adalah 50 orang berdasarkan peraturan
Bawaslu,"ujarnya.(Tribun Network/dan/igm/ras/wly)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.