Draf RUU Pemilu Dinilai Belum Penuhi Azas Pembentukan Undang-Undang
Draf Rancangan Undang-Undang Pemilu dinilai belum memenuhi syarat untuk dibentuk dan dibahas menjadi undang-undang.
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Draf Rancangan Undang-Undang Pemilu dinilai belum memenuhi syarat untuk dibentuk dan dibahas menjadi undang-undang.
Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR Fraksi Golkar Firman Subagyo mengatakan, dalam penyusunan undang-undang harus mentaati azas aturan perundang-undangan yang berlaku.
"Setelah kami baca di dalam naskah ini, masih belum seperti yang diharapkan dan kami sepakat RUU ini belum memenuhi azas pembentukan undang-undang sebagaimana diatur peraturan pembentukan perundang-undangan," papar Firman saat rapat Baleg di komplek Parlemen, Jakarta, Kamis (19/11/2020).
Melihat kondisi tersebut, Firman menawarkan tiga opsi yaitu pertama, Baleg mengembalikan RUU Pemilu kepada pengusul, karena jika dilanjutkan maka Baleg melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan.
"Kita harus taat azas, apalagi undang-undang ini sangat sensitif karena penyelenggaraan Pemilu," ucap Firman.
Baca juga: PKB dan PPP Dukung Usul PKS terkait Adanya Dapil Nasional di RUU Pemilu
Opsi kedua, kata Firman, RUU Pemilu diserahkan kepada Baleg secara penuh, di mana konsekuensinya nanti menjadi usulan inisiatif Baleg, bukan usulan Komisi II DPR.
Terakhir, Firman menyebut materi RUU Pemilu yang masih mentah untuk ditindaklanjuti dengan melakukan lobi kepada pemerintah.
"Ini menjadi dasar rujukan acuan pemerintah untuk menjadi inisiator seperti yang lalu. Kalau ini jadi tekad bagi DPR untuk jadi inisiasi oleh DPR, maka saya mengusulkan ini dikembaikan ke pengusul untuk disempurnakan," paparnya.
"Soal nanti teknisnya, Komisi II minta pendampingan dari tenaga ahli itu persoalan lain," sambung Firman.
Dalam penjelasan tim ahli Baleg DPR, RUU Pemilu belum memenuhi ketentuan diatur dalam Undang-Undang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
Dari aspek teknis, RUU Pemilu yang memiliki 177 pasal dari 741 pasal yang memuat alternatif norma, belum sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud angka 77 lampiran 2 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011.
Aspek subtansi, RUU Pemilu terdapat beberapa pasal yang di dalam satu pasal merumuskan substansi yang berbeda, karena adanya pilihan atau alternatif atas substansi pasal tersebut.
Adanya pilihan alternatif rumusan tersebut, maka pengharmonisasian pembulatan dan pemantapan konsep RUU sulit untuk dirumuskan.
Kemudian, berdasarkan asas peraturan perundangan, alternatif pasal itu membuat tujuan dan rumusan pasal menjadi tidak jelas. Sehingga tidak memenuhi azas peraturan perundangan.