Izin Vaksin Covid BPOM Mundur, PKS: Prasyarat Ketat untuk Keselamatan Warga
Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PKS Kurniasih Mufidayati Menyoroti tertundanya izin BPOM bagi vaksin Covid-19 yang akan digunakan di Indonesia.
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PKS Kurniasih Mufidayati Menyoroti tertundanya izin BPOM bagi vaksin Covid-19 yang akan digunakan di Indonesia.
Mufida mengatakan, dasar penerapan dan penggunaan Emergency Use Authorization (EUA) terhadap vaksin memerlukan prasyarat yang ketat.
Baca juga: Intan Fauzi Minta Pemerintah Pastikan Vaksin Covid-19 Aman dan Mutunya Terjamin
Pertama telah ditetapkan situasi kedaruratan oleh pemerintah pusat.
Kedua, terdapat cukup bukti ilmiah terkait aspek pengamanan, dan khasiat dari obat, untuk mencegah, mendiagnosis, atau mengobati penyakit.
Ketiga, memiliki mutu yang memenuhi standar yang berlaku serta dan cara pembuatan obat yang baik.
Kemudian, memiliki kemanfaatan lebih besar dibanding risiko didasarkan pada kajian, data nonklinik obat untuk indikasi yang diajukan. Kelima, belum ada penatalaksanaan yang memadai dan disetujui untuk diagnosa.
Baca juga: Kelemahan Vaksin Covid-19 Pfizer Ketimbang Moderna Menurut Profesor Jepang
"Pada intinya vaksin tersebut harus berkhasiat, aman dan bermutu demi keselamatan warga. Itu yang jadi pegangan utama. Pada saat ini, jika melihat perkembangan pembuatan vaksin di Indonesia, baik vaksin dari luar negeri seperti sinovac atau dari dalam negeri vaksin merah putih, maka belum memenuhi standar dan prasyarat yang ditentukan untuk EUA," kata Mufida dalam keterangannya, Kamis (19/11/2020).
Ia mencontohkan vaksin Sinovac yang di dalam negeri masih dalam tahap pengujian dan di luar negeri masih memasuki uji klinis tahap 3 dan belum terlihat hasilnya.
"Indonesia memulai uji kinis terlambat satu bulan dibandingkan Chili, Turki, Brazil dan Uni Emirat Arab, dan dari awal sudah diprediksi analisis interim melibatkan 540 subjek mungkin baru bisa Desember 2020. Bahkan analisis lengkap mungkin Maret 2021. Jadi masyarakat justru kaget dengan berita launching vaksin November 2020 oleh pemerintah," ujarnya.
Mufida mengingatkan, agar semua pihak terutama pemerintah berbicara berbicara berdasarkan perkembangan aktual dan faktual atas pengujian vaksin tersebut.
Jangan sampai memberikan angin surga kepada masyarakat tanpa berdasar hasil kajian yang telah ditetapkan.
"Kami percaya bahwa jika data dan hasil pengujian tersebut telah memenuhi syarat, maka EUA akan dapat dikeluarkan. Jadi, saat ini kita percayakan pada pemerintah, yaitu Kementrian Keaehatan dan BPOM sebagai garda depan pengujian atas vaksin yang ada," kata Mufida.
"Pemberian vaksin adalah tindakan medis oleh tenaga medis. Jadi ada hubungan dokter dan pasien. Kepercayaan soal efektif tidaknya suatu tindakan medis wajib berdasarkan data uji klinis. Jadi mari kita tidak terburu-buru soal vaksin karena data hasil uji klinis belum utuh," pungkasnya.