Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Politikus Muda Tsamara Amany Alatas: Politik Identitas Laku Juga di AS

Tsamara mengungkapkan, banyak warga Amerika yang merasa mengalahkan Trump adalah goal terpenting.

Editor: Dewi Agustina
zoom-in Politikus Muda Tsamara Amany Alatas: Politik Identitas Laku Juga di AS
TribunStyle.com/ Dok Tribunnews
Tsamara Amany Alatas 

TRIBUNNEW.COM, JAKARTA - Kemenangan Joe Biden dalam Pemilihan Presiden Amerika Serikat (AS) sudah bisa dipastikan.

Joe Biden unggul atas petahana Donald Trump di tiga negara bagian yang menjadi kunci memenangkan Gedung Putih. Di antaranya; Pennsylvania, Wisconsin, dan Michigan.

Politikus Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Tsamara Amany Alatas mengungkapkan, kemenangan Joe Biden atas Trump tak luput dari semangat warga Amerika yang ingin menggulingkan Donald Trump dari jabatan Presiden.

Saat Pilpres Amerika akan dihelat, Tsamara sedang berada di New York meneruskan studi S2 jurusan public policy.

Dia turut menyaksikan hiruk pikuk dinamika perpolitikan yang terjadi di Negeri Paman Sam jelang pemilihan berlangsung.

Hal ini diceritakan Tsamara Amany saat diwawancarai secara eksklusif oleh Tribun Network di Jakarta, Senin (23/11/2020).

Baca juga: Dari Segi Polarisasi, Pilpres AS Hampir Mirip Pemilu Indonesia Tahun 2019 kata Tsamara Amany

Tsamara mengungkapkan, banyak warga Amerika yang merasa mengalahkan Trump adalah goal terpenting.

Berita Rekomendasi

Misal kelompok-kelompok minoritas di Amerika yang merasa Trump sangat menghancurkan hidup mereka akibat kebijakan Anti-Imigran serta kebijakan pelarangan visa kerja profesional.

"Jadi banyak kelompok-kelompok ini yang merasa hidupnya ditentukan oleh pemilu ini," kata Tsamara Amany.

Tsamara turut menjelaskan bahwa Pilpres Amerika kali ini berlangsung seru. Kekalahan Trump atas Biden dirayakan mayoritas masyarakat Amerika.

Selain itu, Tsamara turut menyebut bahwa Pilpres AS sama halnya dengan Pemilihan Presiden di Indonesia pada tahun 2019 yang mempertemukan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto.

Persamaan yang terjadi di antaranya adanya polarisasi yang berbasiskan agama, ketidaksukaan masyarakat Amerika kepada kaum sayap kiri atau kelompok sosialis, serta fanatisme terhadap masing-masing kandidat capres.

Berikut petikan wawancara lengkap Tribun Network bersama Tsamara Amany Alatas.

Apa perbedaan dan persamaan antara pilpres AS dan Indonesia 3 November lalu ?

Dari segi polarisasi (pemilu Amerika) hampir mirip dengan pemilu Indonesia 2019. Artinya ada polarisasi yang berbasiskan agama, ada juga polarisasi yang misalnya sangat tajam karena fanatisme terhadap masing-masing kandidat.

Yang menurut saya berbeda itu antara sistem antara di Amerika dengan di Indonesia. Kalau di Amerika, sistemnya berbasis states. Kalau di kita itu, siapapun yang memenangkan suara terbanyak akan langsung menang, otomatis terpilih.

Kalau di Amerika, yang membuat situasinya menjadi seru adalah, meskipun orang itu memiliki suara terbanyak tapi tidak bisa memenangkan negara-negara bagian kunci, maka kandidat tersebut kalah.

Baca juga: Siap Kerjasama dengan Siapapun Presiden AS, Tapi Putin Belum Ucapkan Selamat ke Joe Biden

Jadi kita bisa lihat menariknya kemarin dinamikanya. Dan kalau di Indonesia itu pemilu pasti di saat hari pencoblosan, kita datang ke TPS nyoblos. Kalau di Amerika ada sistem namanya early voting.

Jadi seseorang bisa memilih lebih awal melalui pos, itu adalah salah satu cara yang dijamin oleh Amerika Serikat.

Melalui pos atau datang ke TPS sebelum hari H itu bisa dilakukan. Makanya kemarin suara-suara di negara-negara bagian di mana Trump menang kemudian menjadi Biden menang itu karena ada pos-pos masuk gitu. Akhirnya mengubah suara.

Apa yang membuat Pilpres AS ini jadi paling seru?

Kalau saya lihat bagi pendukung Biden dan bagi Demokrat, yang paling penting adalah mengalahkan Trump.

Jadi memang banyak orang yang merasa mengalahkan Trump ini adalah goal terpenting karena mereka merasa Trump itu sangat menghancurkan hidup mereka, terutama misalnya untuk kelompok-kelompok yang minoritas.

Di mana kelompok-kelompok ini melalui kebijakan misalnya Anti-Imigran Trump, juga misalnya ada kebijakan di mana Trump itu melarang visa kerja profesional di mana banyak professor yang akhirnya itu banyak di Amerika juga dilarang.

Jadi banyak kelompok-kelompok ini yang merasa hidupnya ditentukan oleh pemilu ini. Jadi itu yang membuat polarisasi menjadi panas.

Sementara di kubu Trump, memang fanatisme terhadap Trump merasa Trump sebagai representasi dari mereka itu juga tidak kalah kuat.

Jadi polarisasi ini menurut saya yang membuat situasinya menjadi seru. Dan yang menarik dari Demokrat itu perbedaan lebih banyak dibandingkan Republika. Republika belakangan ini cenderung vote Trump semua.

Awalnya di Demokrat ini untuk melawan Trump saja ada sosok seperti Bernie Sanders, Elizabeth Warren, Biden dan lain sebagainya.

Baca juga: Tekanan Terhadap Trump Kini Datang dari Partai Republik

Tapi mereka semua itu, meskipun punya berbagai macam perbedaan ideologi dan pandangan dengan Biden, mereka mau bersama-sama Biden berjuang mengalahkan Trump dengan alasan bahwa perbedaan itu bisa didiskusikan ketika Biden sudah terpilih.

Tujuannya Trump kalah dulu, itu mungkin yang bikin seru.

Ada beberapa media menyampaikan bahwa, saking ketatnya persaingan, sampai antar keluarga bisa tidak bertegur sapa?

Saya tidak melihat secara langsung, saya tidak bertanya juga. Cuma yang pasti terasa sekali polarisasi. Kenapa saya juga terbatas melihat hal seperti itu karena saya tinggal di New York.

New York itu daerahnya Demokrat, jadi ini daerah yang memang progresif daerahnya Demokrat sehingga mayoritas masyarakat yang tinggal di sana itu otomatis pro Biden.

Kalau saya lihat, dari beberapa teman-teman yang masih tinggal di Amerika, waktu Biden menang itu sepanjang jalan di New York itu pesta semua.

Soal isu kecurangan itu bagaimana?

Ada narasi-narasi yang dikemukakan Trump, kalau dia bikin acara atau rally gitu, massa yang hadir ke acara dia itu lebih banyak. Masa sih tidak banyak yang milih dia?

Yang kedua memang Trump ini sejak awal tidak percaya pada pemilihan lewat pos.

Awalnya Demokrat minta semua lewat pos saja untuk menghindari Covid-19, tapi Trump tidak percaya dan dia merasa bahwa banyak sekali kecurangan yang terjadi dalam proses pengiriman pos tersebut.

Ada juga dari kubu Trump yang mengatakan misalnya banyak orang-orang mati dan lain sebagainya bisa memilih, jadi mirip-mirip.

Baca juga: Obama Akan Produksi Serial Komedi Netflix, Ceritakan Kekacauan yang Terjadi Ketika Trump Berkuasa

Koresponden asing menyamankan situasi pilpres AS dengan Indonesia. Apakah betul seperti itu?

Dari segi polarisasi mirip, misal masalah isu kecurangannya, kemudian persoalan-persoalan yang ada. Polarisasi yang paling terasa.

Misalnya kemarin juga kita lihat ada beberapa pemuka agama di Amerika yang misalnya menyatakan penting sekali untuk memilih Trump atas dasar agama. Dan itu juga kemarin terjadi di Indonesia, politik identitas kuat sekali.

Dan di Indonesia kita tahu, waktu jaman 2019 itu ada tuduhan-tuduhan bahwa Pak Jokowi itu katanya PKI dan lain sebagainya. Tuduhan-tuduhan seperti itu juga laku di Amerika.

Trump sadar bahwa banyak sekali masyarakat Amerika yang anti terhadap sayap kiri (sosialis).

Jadi kalau kita lihat pada debat pertama antara Biden dan Trump, apapun yang Biden katakan Trump akan bilang kebijakan kamu sosialis, kebijakan kamu itu kiri.

Itu serangan-serangan yang bisa membuat publik itu khawatir. Itu sama juga dengan di Indonesia, kalau misal ada orang dituduh PKI publik khawatir, ini benar atau tidak. Jadi ada kemiripan.

Dan menurut saya polarisasi, karena kandidatnya dua. Di Amerika kandidat selalu dua, kalau di Indonesia karena kemarin kandidat cuma dua kita lebih terasa polarisasi-nya.

Yang membedakan, kalau debat di Indonesia timsesnya dan lain sebagainya kencang debat, tapi kandidat selalu menunjukkan mereka cenderung sopan kalau di meja debat. Jadi tidak akan ada serangan-serangan sangat kasar dari kandidat.

Kalau di Amerika serangan-serangan itu bisa luar biasa sekali. Kalau kita lihat debat pertama itu Biden sampai manggil Trump itu badut, dan saling sela satu dengan yang lain. (tribun network/genik)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas