Jelang Pembelajaran Tatap Muka, Nadiem Makarim Tak Khawatir, Harapkan Bantuan Orang Tua Siswa
Optimisme Nadiem Makarim usai Kemdikbud akhirnya mengizinkan sekolah menggelar pembelajaran tatap muka mulai Januari 2021
Penulis: Gigih
Editor: Daryono
TRIBUNNEWS.COM - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim, mengaku optimis menjelang pembelajaran tatap muka yang akan digelar Januari 2021.
Optimisme itu tidak lepas dari protokol yang sudah disiapkan apabila pembelajaran tatap muka kembali digelar.
Sejauh ini, pembelajaran tatap muka sudah diizinkan tetapi tidak diwajibkan, tergantung kebijakan masing-masing daerah.
Dikutip dari Kompas.com, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Anwar Makarim meminta orangtua tak khawatir dengan dibukanya kembali sekolah di tengah pandemi Covid-19.
Ia mengatakan, orangtua melalui komite sekolah berhak mengizinkan atau membuka sekolah demi keselamatan dan kesehatan anak.
“Jadi kuncinya ada di orangtua, di mana kalau komite sekolah tidak membolehkan itu sekolah buka, sekolah itu tidak diperkenankan untuk buka,” kata Nadiem dalam keterangannya di Istana Kepresidenan, Jakarta.
Nadiem mengatakan, meskipun pemerintah daerah bersikukuh membuka sekolah di daerahnya karena dianggap aman dari penularan Covid-19, orangtua juga berhak mengizinkan atau melarang anaknya mengikuti pembelajaran tatap muka.
Dengan demikian, sekolah pun harus tetap menyediakan fasilitas pembelajaran daring bagi siswa yang tak diizinkan orangtuanya mengikuti pembelajaran tatap muka di sekolah.
“Orangtua tidak harus khawatir juga karena kalaupun sekolahnya anaknya mulai tatap muka, sekolah itu tidak bisa memaksa anaknya untuk pergi ke sekolah.
"Orangtua bisa bilang saya belum nyaman anak saya masuk ke sekolah dan dia bisa masih melanjutkan pembelajaran jarak jauh,” kata Nadiem.
Ia mengatakan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada akhirnya mengizinkan pembelajaran tatap muka kembali dilakukan di tengah pandemi lantaran banyaknya permohonan dari pemerintah daerah.
Nadiem menyatakan, ada beberapa daerah dengan tingkat penularan Covid-19 yang minim dan kesulitan bila semua sekolah di daerah mereka melakukan pembelajaran jarak jauh lantaran.
Hal itu disebabkan infrastruktur digital dari sekolah dan siswa yang tidak memadai.
“Sehingga mereka mungkin punya desa-desa kecamatan-Kecamatan atau kelurahan-keluaran yang menurut mereka aman dan sangat sulit melakukan pembelajaran jarak jauh, yang menurut mereka mulai bisa melakukan tatap muka,” lanjut Nadiem.
Sebelumnya, Pemerintah resmi mengizinkan pembelajaan di sekolah dilakukan secara tatap muka.
Hal ini dikatakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Makarim dalam konferensi pers secara daring, Jumat (20/11/2020).
Kebijakan sekolah menggelar pembelajaran tatap muka mulai berlaku pada semester genap tahun ajaran 2020/2021 atau mulai Januari 2021.
Nadiem pun meminta sekolah-sekolah segera mempersiapkan diri dari sekarang jika hendak melakukan pembelajaran tatap muka pada Januari 2021.
Lantas, apa saja yang harus disiapkan sekolah dan bagaimana aturan pembelajaran tatap muka di tengah pandemi Covid-19 yang tak kunjung usai?
Baca juga: Menkes Terawan Minta Puskesmas Awasi Penerapan Protokol Kesehatan di Sekolah
Baca juga: Teknis Sekolah Tatap Muka Mulai Januari 2021: Jumlah Siswa Dibatasi, Tak Wajib, Penuhi 6 Syarat Ini
Berikut aturan dan teknis pelaksanaan pembelajaran tatap muka di sekolah sebagaimana dirangkum Tribunnews.com dari Kompas.com dan kemdikbud.go.id:
1. Diperbolehkan, tapi tidak diwajibkan
Nadiem Makarim menegaskan, pembelajaran tatap muka yang kembali akan dilakukan pada Januari 2021 sifatnya bukan kewajiban.
Menurutnya, kebijakan kembali membuka sekolah untuk pembelajaran tatap muka sifatnya diperbolehkan atas keputusan tiga pihak.
"Sekali lagi harus saya tekankan, pembelajaran tatap muka ini diperbolehkan, tidak diwajibkan."
"Keputusan diperbolehkan ada di pemda, kepala sekolah dan orang tua yaitu komite sekolah," ujar Nadiem.
Nah, jika ketiga pihak sepakat agar sekolah melakukan pembelajaran tatap muka, maka metode ini bisa mulai dilakukan.
Pun sebaliknya, pemda dan kepala sekolah atau komite sekolah tidak memperbolehkan, maka pembelajaran dilanjutkan secara daring di rumah.
"Jadi ada tiga pihak yang akan menentukan apakah sekolah itu boleh dibuka."
"Kalau tiga pihak ini tidak mengizinkan sekolah itu buka, maka sekolah itu tidak diperkenankan untuk dibuka."
"Tapi kalau tiga pihak itu setuju, berarti sekolah itu mulai boleh melaksanakan tatap muka ya," lanjutnya menjelaskan.
Selain itu, peta zona risiko dari Satgas Penanganan Covid-19 nasional tidak lagi menentukan pemberian izin pembelajaran tatap muka.
2. Faktor dalam pemberian izin
Dikutip dari panduan pembelajaran yang dirilis Kemendikbud, ada sejumlah faktor yang menjadi pertimbangan dalam pemberian izin pembelajaran tatap muka di sekolah.
- Tingkat risiko penyebaran Covid-19 di wilayahnya
- Kesiapan fasilitas pelayanan kesehatan
- Kesiapan sekolah dalam melaksanakan pembelajaran tatap buka sesuai dengan daftar periksa
- Akses terhadap sumber belajar/kemudahan Belajar dari Rumah (BDR)
- Kondisi psikososial peserta didik
- Kebutuhan layanan pendidikan bagi anak yang orangtua/walinya bekerja di luar rumah
- Ketersediaan akses transportasi yang aman dari dan ke sekolah
- Tempat tinggal warga sekolah
- Mobilitas warga antar-kabupaten/kota, kecamatan, dan kelurahan/desa
- Kondisi geografis daerah
Baca juga: Sekolah Dibuka Januari, Menteri Agama: Kesehatan dan Keselamatan Siswa Jadi Prioritas
Baca juga: Protokol Kesehatan Pembukaan Sekolah: Kantin dan Eskul Dilarang Selama Masa Transisi
3. Sekolah wajib penuhi 6 syarat
Nadiem menekankan fleksibilitas pada kebijakan pembukaan kembali sekolah, tetapi dia pun mengingatkan ada sejumlah syarat yang wajib dipenuhi.
Semua sekolah hanya diperbolehkan menggelar pembelajaran tatap muka apabila sudah memenuhi enam syarat.
Keenam syarat itu menitikberatkan kepada dukungan sarana kesehatan untuk mencegah potensi penularan Covid-19.
"Jadi enam ini adalah daftar periksa untuk memberikan kepastian bahwa sekolah itu boleh kita buka," kata Nadiem, dikutip dari Kompas.com.
Adapun enam daftar periksa ini adalah:
- Ketersediaan sarana sanitasi dan kebersihan, meliputi toilet bersih dan layak; sarana cuci tangan pakai sabun dengan air mengalir atau hand sanitizer; dan disinfektan
- Mampu mengakses fasilitas pelayanan kesehatan
- Kesiapan menerapkan wajib masker
- Memiliki thermogun
- Memiliki pemetaan warga sekolah yang memiliki comorbid tidak terkontrol; tidak memiliki akses transportasi yang aman; dan memiliki riwayat perjalanan dari daerah dengan tingkat risiko Covid-19 yang tinggi atau riwayat kontak dengan orang yang terkonfirmasi positif Covid-19 dan belum menyelesaikan isolasi mandiri
- Mendapatkan persetujuan komite sekolah/perwakilan orang tua/wali
4. Sekolah wajib bergiliran dan pakai masker
Aturan lain yang wajib diterapkan sekolah saat menggelar pembelajaran tatap muka adalah membatasi jumlah siswa per kelas.
"Yang terpenting adalah kapasitas pembelajaran maksimal itu sekitar 50 persen dari rata-rata," ujar Nadiem.
Dengan pembatasan jumlah siswa di kelas, maka sekolah harus melakukan rotasi alias shifting.
Para siswa yang melakukan pembelajaran tatap muka di sekolah harus secara bergiliran.
"Jadinya mau tidak mau semua sekolah harus melakukan rotasi atau shifting."
"Tidak boleh kapasitas (pembelajaran) full. Harus dengan rotasi," lanjutnya menegaskan.
Adapun rincian batasan jumlah maksimal siswa yang bisa belajar di sekolah per ruang kelas adalah:
- PAUD: 5 siswa dari standar 15 siswa
- Pendidikan dasar dan menengah: 18 siswa dari standar 36 siswa
- SLB: 5 siswa dari standar 8 siswa
Selain itu, baik siswa maupun guru serta warga sekolah lainnya juga wajib memakai masker kain tiga lapis atau masker sekali pakai.
Mereka juga harus mencuci tangan pakai sabun dengan air mengalir atau menggunakan hand sanitizer.
Juga wajib menjaga jarak minimal 1,5 meter dan tidak melakukan kontak fisik serta menerapkan etika bersin/batuk.
5. Kegiatan ekstrakurikuler dan kantin tidak diperbolehkan di masa transisi
Pembukaan kembali sekolah untuk pembelajaran tatap muka terbagi menjadi dua tahap, yaitu masa transisi (dua bulan pertama) dan masa kebiasaan baru.
Pada masa transisi, ada beberapa kegiatan yang dilarang dilakukan.
Di antaranya operasional kantin, kegiatan olahraga dan ekstrakurikuler, serta kegiatan selain belajar mengajar.
Misal orangtua menunggui siswa di sekolah, istirahat di luar kelas, pertemuan orangtua-murid, dan lainnya.
Setelah melewati masa transisi, kegiatan di atas boleh dilakukan pada masa kebiasaan baru, tapi tetap menerapkan protokol kesehatan.
Seperti pada kegiatan olahraga dan ekstrakurikuler yang diperbolehkan saat masa kebiasaan baru.
Kecuali kegiatan yang menggunakan peralatan bersama dan tidak memungkinkan penerapan jaga jarak minimal 1,5 meter. Misal basket dan bola voli.
Selanjutnya, panduan penyelenggaraan pembelajaran di masa pandemi Covid-19 dapat Anda unduh di sini.
(Tribunnews.com/Sri Juliati/Gigih) (Kompas.com/Dian Erika Nugraheny)