Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pengamat Sebut Orang-orang yang Kritis Terhadap Pemerintah Digeser dalam Kepengurusan MUI yang Baru

"Saya melihat orang yang keras terhadap pemerintah itu sepertinya digeser," ujar Ujang kepada Tribunnews.com, Jumat (27/11/2020).

Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Pengamat Sebut Orang-orang yang Kritis Terhadap Pemerintah Digeser dalam Kepengurusan MUI yang Baru
Net
Majelis Ulama Indonesia. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui Musyawarah Nasional (Munas) ke-10 telah menetapkan kepengurusan baru untuk periode 2020-2025.

Pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komaruddin menilai ada penggeseran terhadap pihak-pihak yang selama ini kritis terhadap pemerintah pada kepengurusan MUI yang baru.

"Saya melihat orang yang keras terhadap pemerintah itu sepertinya digeser," ujar Ujang kepada Tribunnews.com, Jumat (27/11/2020).

Ujang menyoroti tidak masuknya nama-nama yang selama ini berseberangan dengan pemerintah seperti Din Syamsuddin dan Tengku Zulkarnain.

Baca juga: Politisi PKS hingga Mantan Ketua MK Jadi Pengurus MUI 2020-2025, Berikut Daftar Lengkapnya

Menurut Ujang, friksi yang terjadi dalam konteks dukung mendukung atau berseberangan dengan pemerintah dalam sebuah organisasi seperti MUI, adalah hal yang wajar.

Jajang melihat ada perbedaan sikap, sehingga Din dan Tengku Zul tidak dimasukan dalam kepengurusan MUI saat ini.

"Posisi Din Syamsuddin dengan Tengku Zulkarnain. Posisinya yang ingin menjaga jarak dan mengkritisi pemerintah. Tapi di saat yang sama, pengurus-pengurus MUI mungkin yang dalam tanda petik lebih nyaman bersinergi dengan pemerintah gitu. Oleh karena itu nama Din Syamsuddin hilang dan digeser," kata Ujang.

Berita Rekomendasi

Dirinya menilai bisa saja terjadi gerakan pembersihan kelompok yang kritis terhadap pemerintah di dalam MUI.

Menurutnya MUI sebagai sebuah organisasi juga turut berpolitik. Meski politik yang dikedepankan ulama di MUI adalah berkeadaban dan mengutamakan etika.

"Ya bisa saja itu terjadi. Tidak ada yang tidak mungkin, karena bagaimanapun MUI itu kan lembaga berkumpulnya ulama. Jadi lembaga politik juga. Ulama kan berhak untuk berpolitik tapi memang berpolitik yang mengedepankan etika kan dan keadaban, karena harus jadi contoh masyarakat," pungkas Ujang.

Seperti diketahui, Musyawarah Nasional (Munas) X Majelis Ulama Indonesia (MUI) menetapkan KH Miftachul Akhyar, Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, sebagai Ketua Umum MUI periode 2020-2025 menggantikan Wakil Presiden KH Ma’ruf Amin.

Di posisi Sekretaris Jenderal Dr Amirsyah Tambunan ditetapkan menggantikan Buya Anwar Abbas.

Sedangkan kini Ketua Dewan Pertimbangan, dijabat oleh KH Ma’ruf Amin.

Munas juga menetapkan sejumlah nama untuk menduduki posisi wakil ketua umum yaitu Buya Anwar Abbas, KH Marsyudi Suhud, dan Buya Basri Bermanda. Penetapan tersebut dihasilkan secara mufakat tim formatur Musyawarah Nasional (Munas) X Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas