Legislator PDIP: Penyelesaian Terorisme di Tanah Air Dimulai dari Political Will Pemerintah
Effendi menilai, kejadian teror di Sigi, Sulawesi Tengah, sudah terjadi dan tak perlu dipertentangkan lagi peran TNI dan Polri.
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi I DPR RI Effendi Simbolon menyatakan, penyelesaian terorisme di tanah air sebetulnya dimulai dari political will Pemerintah.
Hal itu dikatakan Effendi pada dalam Diskusi Forum Legislasi DPR RI dengan tema 'Teror di Sigi, Bagaimana Nasib Perpres TNI' di Kompleks Parlemen, Senayan, Selasa (1/12/2020).
"Sebenarnya dimulai dari political will pemerintah dan negara, karena perangkat kita baik alat pertahanan negara TNI ini dan alat Kamtibmas kita penegakan hukum kita sudah ada Polri tinggal apakah kita ada kemauan untuk menyelesaikan setiap kasus di wilayah Indonesia," kata Effendi.
Baca juga: 30 Orang Pasukan TNI AD dan Marinir Bantu Pengejaran Kelompok Ali Kalora Cs di Sigi
Effendi menilai, kejadian teror di Sigi, Sulawesi Tengah, sudah terjadi dan tak perlu dipertentangkan lagi peran TNI dan Polri.
"Orang sudah jelas, TNI itu adalah penegak kedaulatan negara, baik ada ancaman militer atau non militer di mana sumbangsih terhadap kejahatan yang extraordinary jelas-jelas mempunyai rentang benang merah dengan ideologis dan juga dengan aliansi di belahan dunia sana," ucap politikus PDI Perjuangan (PDIP) ini.
Menurut Effendi, penangulangan terorisme tidak bisa hanya sekadar melibatkan kepolisian walaupun hanya sekedar penemuan alat bukti permulaan.
"Itu kan teroris jauh sudah ada dalam pantauan intelejen sebelumnya," ucapnya.
Lebih lanjut, Effendi mempertanyakan, mengapa Peraturan Presiden (Perpres) mengenai TNI harus dikonsultasikan Kemenkumham kepada Komisi I DPR RI.
"Saya kira tinggal diperadukan saja, saya juga heran kepada Pemerintah melalui Kemenkumham, mengapa soal Perpres ini harus dikonsultasikan kepada kami," pungkasnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.