KPK Ungkap Calon Kepala Daerah Petahana Alami Kenaikan Harta Rp2-4 Miliar Selama Menjabat
Temuan tersebut terungkap berdasarkan hasil analisis terhadap LHKPN 299 dari 332 cakada petahana.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan rata-rata calon kepala daerah (cakada) petahana pada Pilkada 2020 mencatatkan kenaikan harta senilai Rp2 miliar hingga Rp4 miliar selama menjabat pada periode pertama.
Temuan tersebut terungkap berdasarkan hasil analisis terhadap LHKPN 299 dari 332 cakada petahana.
Analisis dilakukan dengan membandingkan kekayaan yang dilaporkan saat mencalonkan diri pada periode pertama dengan pelaporan LHKPN terkini.
Pahala mengungkapkan, peningkatan harta kekayaan tersebut berkorelasi positif dengan besaran nilai APBD pada periode menjabat.
"Sehingga dapat diartikan bahwa kenaikan harta cakada petahana di suatu periode sejalan dengan besarnya nilai APBD daerahnya pada periode yang sama," ujar Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan dalam konferensi pers di kantornya, Jumat (4/12).
Sebanyak 62% cakada petahana yang dianalisis bahkan tercatat mengalami kenaikan harta kekayaan lebih dari Rp1 miliar.
Dua cakada di antaranya meningkat hingga Rp100 miliar, sementara yang hartanya bertambah Rp10 miliar hingga Rp100 miliar sebanyak 27 cakada, bertambah Rp1 miliar hingga Rp10 miliar sebanyak 156 cakada, dan bertambah Rp1 juta hingga Rp1 miliar sebanyak 63 cakada.
Baca juga: Hasil Analisis KPK: Rata-rata Harta Calon Kepala Daerah Perempuan Lebih Tinggi Dibanding Laki-laki
"Namun demikian, terdapat 39 cakada yang mencatatkan penurunan nilai harta kekayaan selama periode tersebut," kata Pahala.
Pahala mengatakan, kenaikan dan penurunan harta kekayaan cakada petahana idealnya dipengaruhi adanya peningkatan atau penyusutan nilai aset, perolehan dan pelepasan harta, ataupun hibah serta peningkatan atau penurunan harta kekayaan secara tidak wajar.
Namun, peningkatan dan penurunan bisa terjadi secara tidak wajar yang disebabkan adanya pendapatan ataupun pengeluaran harta yang tidak dilaporkan melalui LHKPN.
Atau adanya pelaporan nilai harta/pendapatan/pengeluaran yang tidak sesuai.
"Tidak menutup kemungkinan, harta kekayaan yang dilaporkan cakada petahana berada pada kondisi tersebut," ucap Pahala.
Pahala mengingatkan, apabila kondisi tersebut terjadi maka bisa mengindikasikan adanya fraud yang dapat mengarah pada tindak pidana korupsi.