Kemenag Susun Turunan UU Cipta Kerja : Permudah Pelaku Usaha Umrah dan Haji Khusus
Kementerian Agama tengah menyusun turunan Undang-Undang (UU) Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja, khususnya untuk usaha perjalanan umrah dan haji.
Penulis: Rina Ayu Panca Rini
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Agama tengah menyusun turunan Undang-Undang (UU) Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Terdapat sejumlah kemudahan termasuk di sektor keagamaan, yaitu praktik usaha perjalanan ibadah umrah dan haji khusus.
Hal itu diungkap Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus Arfi Hatim di Bandung, Senin (7/12/2020)
"Ada beberapa kemudahan yang nanti akan dirasakan oleh para pelaku usaha bidang umrah dan haji khusus sehubungan disahkannya UU Cipta Kerja," terang Arfi.
Baca juga: Serap Aspirasi soal UU Cipta Kerja, Pemerintah Bentuk Tim Independen
Menurut Arfi, beberapa kemudahan yang diatur antara lain penghapusan keharusan Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) untuk melakukan sertifikasi sebagai Biro Perjalanan Wisata.
Kemudahan lainnya, penyederhanaan persyaratan sebagai PPIU.
"UU Cipta Kerja juga beri kemudahan dalam akreditasi. Akreditasi PPIU dan PIHK yang selama ini diharuskan setiap tiga tahun sekali, menjadi lima tahun sekali," ujarnya.
Baca juga: Sosialisasi UU Cipta Kerja, Pemerintah Bahas Tata Ruang Hingga Industri
Meski demikian lanjut Arfi, kemudahan yang diberikan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian, pelindungan jemaah, serta peningkatan dan penekanan aspek pengawasan.
Penyelenggaraan umrah dan haji khusus termasuk usaha dengan risiko tinggi sehingga memerlukan Nomor Induk Berusaha (NIB) dan Izin.
"Hal ini sudah direview oleh tim RBA (Risk Based Approach) Menko Perekonomian dan telah dibahas dengan para pelaku usaha/asosiasi," tegasnya.
Baca juga: UU Cipta Kerja Dinilai Bisa Pulihkan Sektor Properti Indonesia
Arfi mengaku pihaknya saat ini tengah menyusun regulasi turunan dari UU Cipta Kerja.
Di sektor keagamaan umrah dan haji khusus ini, ada dua Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) yang harus disusun, yaitu: RPP tentang Perizinan Berusaha Berbasis Risiko dan Tata Cara Pengawasan (NSPK / Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria), dan RPP tentang Penyelenggaran Ibadah Haji Khusus dan Umrah (PIHKU).
"RPP NSPK dilakukan pengaturannya bersamaan dengan seluruh sektor perizinan yang lain. Sedangkan RPP PIHKU mengatur tentang umrah dan haji khusus," jelas Arfi.
"Saat ini Kemenag fokus dan serius dalam menyerap aspirasi publik sebagai bahan penyusunan RPP," lanjutnya.