Rizieq Shihab Pesan Kasus 6 Laskar FPI Tak Boleh Dilupakan, Harus Dibongkar ke Akarnya
Dari dalam tahanan, Rizieq Shihab pesan kasus enam Laskar FPI tidak boleh dilupakan, harus dibongkar sampai ke akar-akarnya.
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pimpinan Front Pembela Islam (FPI) Muhammad Rizieq Shihab telah ditahan oleh Polda Metro Jaya terkait kasus kerumunan massa di Petamburan, Jakarta Pusat, beberapa waktu lalu.
Rizieq Shihab ditahan selama 20 hari ke depan hingga tanggal 31 Desember 2020 di Rutan Narkoba Polda Metro Jaya.
Sekretaris Umum Front Pembela Islam (FPI) Munarman mengatakan Rizieq Shihab menyampaikan pesannya kepada semua pihak di tahanan, yaitu agar kasus yang menimpa enam anggota laskar khusus FPI tak dilupakan.
"Beliau menyampaikan pesan bahwa jangan berhenti berjuang dan tidak boleh melupakan kasus pembantaian enam syuhada. Harus terus dibongkar sampai ke akar-akarnya," ujar Munarman, di Polda Metro Jaya, Jakarta, Senin (14/12/2020).
Baca juga: Rizieq Shihab Ditahan, Wamenag: Masyarakat Berdoa Saja agar Dapat Keadilan
Baca juga: Belum Sempat Penuhi Panggilan Polda Jabar, Rizieq Shihab Sudah Ditahan Polda Metro Jaya
Tak hanya itu, Munarman mengatakan Rizieq juga berpesan agar keenam orang yang telah tewas itu tidak menerima spiral kekerasan.
"Beliau juga berpesan jangan sampai para syuhada yang enam orang ini menerima apa yang disebut spiral kekerasan. Spiral kekerasan adalah kekerasan yang berulang dan berlanjut terus menerus terhadap korban yang sudah dibunuh," ungkapnya.
Menurut Munarman, keenam orang tersebut awalnya menerima kekerasan berupa serangan fisik yang mengakibatkan mereka meninggal dunia.
Namun tak berhenti disitu, enam orang ini juga masih menerima kekerasan verbal yakni dituduh sebagai pelaku dan melakukan penyerangan kepada polisi serta membawa senjata.
"Pertama, mereka menerima kekerasan yang berupa serangan fisik yang mengakibatkan mereka meninggal syahid. Yang berlanjut dengan kekerasan verbal. Mereka dituduh, difitnah bawa senjata, difitnah menyerang, difitnah sebagai pelaku. Itu kekerasan verbal," jelasnya.
Selain itu, Munarman mengatakan enam orang tersebut juga menjadi korban kekerasan struktural.
Dimana rekayasa-rekayasa kasus dilakukan kepada mereka seolah menjadikan mereka sebagai pelaku.
"Yang paling gawat yang terjadi pada mereka itu adalah kekerasan struktural. Yaitu rekayasa-rekayasa kasus terhadap mereka, seolah-olah mereka dengan instrumen dan sumber daya yang ada pada kekuasaan itu membuat mereka menjadi tertuduh dan pelaku. Jadi bukan korban," ujar Munarman.
"Nah inilah kekerasan struktural. Dimana kasusnya direkayasa sedemikian rupa seolah-olah mereka pelaku, bukan sebagai korban," tandasnya.