Bacakan Pleidoi Sambil Menangis, Tommy Sumardi Tegaskan Tak Rekayasa Kasus Red Notice
Sambil menangis, Tommy mengaku menderita karena kasus ini membuatnya jauh dari istri dan anak - anaknya.
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terdakwa kasus suap penghapusan red notice Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra, Tommy Sumardi membacakan sendiri pleidoi atau nota pembelaannya di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (17/12/2020).
Dalam pleidoinya, Tommy mengaku sama sekali tidak merekayasa keterangan apapun yang ia sampaikan di persidangan.
Sambil menangis, Tommy mengaku menderita karena kasus ini membuatnya jauh dari istri dan anak - anaknya.
"Untuk apa saya merekayasa kasus. Sementara saya sendiri menderita dalam penjara, tidak dapat bertemu istri dan anak-anak saya," ucap Tommy.
"Terlebih anak perempuan saya yang baru berusia 8 tahun. Sebelum saya di penjara, setiap malam dia tidur bersama saya dan istri, dia tidak akan tidur apabila saya belum masuk kamar tidur. Sekarang setiap hari dia menanyakan, dimana bapaknya? Dan istri saya menyampaikan bahwa bapak sedang pergi ke Kalibata," jelas Tommy.
Tommy Sumardi menyatakan dengan tegas di depan majelis hakim bahwa keterangannya selama persidangan bukan sebuah rekayasa.
Bahkan ia mengatakan hanya orang gila yang mau merekayasa kasus yang pada akhirnya dirinya juga ikut masuk dipenjara.
Baca juga: Dituntut 1,6 Tahun Penjara, Tommy Sumardi Layangkan Pleidoi
"Disini saya tegaskan, saya masih waras. Hanya orang gila yang merekayasa kasus untuk memenjarakan dirinya sendiri. Saya punya keluarga, punya anak dan pekerjaan. Untuk apa saya meninggalkan semua ini hanya demi merekayasa kasus? Sungguh tidak masuk akal," tegas dia.
Atas pengakuannya ini, Tommy Sumardi berharap majelis hakim memutus secara adil dengan mempertimbangkan fakta - fakta yang terungkap dalam persidangan.
Tommy Sumardi juga berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya lagi.
"Majelis hakim yang saya muliakan saya sudah berusia 63 tahun. Saya ingin mengisi sisa hidup saya dengan tenang bersama keluarga saya, demi tulus mohon maaf sebesar-besarnya atas kekeliruan dan kesalahan saya. Saya berjanji tidak akan mengulangi perbuatan saya lagi," ucapnya.
Tuntutan Jaksa
Tommy Sumardi dituntut 1 tahun 6 bulan penjara dalam kasus suap pengurusan red notice Djoko Tjandra.
Jaksa Penuntut umum (JPU) juga menuntut Tommy selaku terdakwa membayar denda Rp100 juta subsider 6 bulan pidana badan.
Tommy disangkakan melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang - Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Dalam tuntutannya, jaksa melakukan sejumlah pertimbangan. Untuk sisi yang memberatkan, Tommy dianggap tidak mendukung pemberantasan korupsi di Indonesia.
Sedangkan sisi yang meringankan, Tommy dianggap telah mengakui perbuatannya. Tommy juga dinyatakan bukan pelaku utama.
Selama persidangan, Tommy juga dinilai telah memberikan keterangan atau bukti yang signifikan mengungkap tindak pidana dan pelaku lain.
Untuk itu, jaksa turut meminta majelis hakim Pengadilan Tipikor yang menangani perkara ini menyatakan Tommy sebagai justice collaborator (JC) atau saksi pelaku yang bekerjasama.
Dalam perkara ini, pengusaha Tommy Sumardi didakwa bersama-sama dengan Djoko Tjandra memberikan suap ke dua orang jenderal polisi. Yaitu Kadiv Hubinter Polri Irjen Napoleon Bonaparte, dan Kepala Biro Koordinator Pengawas PPNS Bareskrim Polri Brigjen Prasetijo Utomo.
Jaksa menyebut uang itu berasal dari Djoko Tjandra untuk kepentingan pengurusan red notice Interpol dan penghapusan status Djoko Tjandra dalam daftar pencarian orang (DPO).
Dalam surat dakwaan, Tommy diduga memberikan 200 ribu dolar Singapura dan 270 ribu dolar AS kepada Irjen Napoleon dan 150 ribu dolar AS kepada Brigjen Prasetijo.