Aturan Perjalanan di Momen Nataru Digugat ke MA, Dinilai Aneh dan Diskriminatif
Aturan penerapan protokol kesehatan dalam perjalanan di momen Natal dan Tahun Baru (Nataru) digugat ke Mahkamah Agung, Selasa (22/12/2020) kemarin.
Penulis: Wahyu Gilang Putranto
Editor: Tiara Shelavie
TRIBUNNEWS.COM - Aturan penerapan protokol kesehatan dalam perjalanan di momen Natal dan Tahun Baru (Nataru) digugat ke Mahkamah Agung, Selasa (22/12/2020) kemarin.
Aturan tersebut tertuang dalam Surat Edaran Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Nomor 3 tahun 2020 tentang Protokol Kesehatan Perjalanan Orang Selama Libur Hari Raya Natal dan Menyambut Tahun Baru 2021 Dalam Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).
Gugatan tersebut dilayangkan oleh pengacara asal Surabaya, Muhammad Sholeh.
Sholeh menyebut, Surat Edaran a quo angka 3 huruf b, membedakan penumpang yang menggunakan transportasi udara dan transportasi darat.
Disebutkan, transportasi udara ke Bali wajib menggunakan tes RT-PCR paling lama 7x24 jam sebelum keberangkatan.
Sementara yang melalui darat diwajibkan menunjukkan surat keterangan hasil negatif menggunakan rapid tes antigen paling lama 3x24 jam sebelum keberangkatan.
Baca juga: Kemenhub Terbitkan SE No 20, Perjalanan Darat dari dan ke Pulau Jawa Wajib Rapid Test Antigen
Sholeh menganggap adanya diskriminasi bagi penumpang moda transportasi udara dan darat.
"Seharusnya kalau memang tujuan men-screening calon penumpang, harusnya mewajibkan semua moda transportasi menggunakan tes RT-PCR bukan rapid tes antigen," ungkap Sholeh kepada Tribunnews, Selasa.
Sholeh memandang aneh aturan tersebut yang membedakan penggunaan moda transportasi darat dan udara tersebut.
"Yang menjadi pertanyaan, apa perbedaan orang menggunakan transportasi udara dan darat ke luar masuk Pulau Bali?"
"Bukankah tingkat bahayanya sama? Naik pesawat dan kendaraan umum sama bahayanya, sebab kita berinteraksi dengan orang-orang yang tidak kita kenal," ungkapnya.
"Kesan yang muncul ialah karena naik pesawat itu mahal, maka syaratnya harus menggunakan RT-PCR, bukankah ini diskriminasi?" lanjut Sholeh.
Baca juga: Legislator PAN Akui Dapat Keluhan Masyarakat soal Kebijakan Test Antigen
Keanehan lain menurut Sholeh, pengetatan penumpang hanya ditujukan kepada orang yang ke luar masuk Pulau Bali.
"Pertanyaannya, bagaimana dengan orang yang liburan ke Jogja, ke Labuhan Bajo, ke Danau Toba, liburan ke Kalimantan dan lainnya."