Jelang HUT Ke-48, PDIP Bahas Penguatan Politik Identitas dan Biaya Tinggi Kualitas Demokrasi
PDI Perjuangan (PDIP) mengajak seluruh rakyat Indonesia merefleksikan kembali bagaimana sistem politik Indonesia di tengah menguatnya politik identita
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jelang perayaan HUT ke - 48 pada 10 Januari 2021, PDI Perjuangan (PDIP) mengajak seluruh rakyat Indonesia merefleksikan kembali bagaimana sistem politik Indonesia di tengah menguatnya politik identitas serta politik berbiaya tinggi.
Indonesia membutuhkan partai politik yang berideologi demi memastikan demokrasi mampu menyejahterakan rakyat di tengah hantaman oligarki serta penetrasi neoliberalisme.
Hal itu terungkap dalam Webinar Nasional yang dilaksanakan Balitpus PDIP bertema "Evaluasi Demokrasi Indonesia Pasca Reformasi: Menguatnya Politik Identitas dan Politik Biaya Tinggi Yang Menurunkan Kualitas Demokrasi" pada Selasa (29/12/2020) malam.
Sekretaris Jenderal DPP PDIP, Hasto Kristiyanto, saat memberikan keynote speech, menjelaskan pihaknya berterima kasih dengan kepercayaan rakyat.
Survei terakhir Saiful Mujani Research and Consulting menemukan jika pemilu dilaksanakan saat ini, maka PDIP akan jadi pemenang dengan suara yang terus meningkat ke angka 31 persen.
Baca juga: Survei SMRC: Jika Pemilu Dilakukan Saat Ini, PDIP Raih 31,3 Persen dan Gerindra 13,4 Persen
Namun, lanjut Hasto, pihaknya justru tetap gundah dengan Indonesia yang menghadapi permasalahan biaya politik tinggi yang akut. Kasus pilkada di Samosir, Sumatera Utara membuktikan.
Dimana politik uang secara masif mampu mengalahkan bupati incumbent yang mendapatkan penghargaan program pemberantasan korupsi terbaik di Sumut, serta hasil audit BPK dengan kualifikasi Wajar Tanpa Pengecualian.
Politik berbiaya tinggi ini dampakndari liberalisasi politik pasca krisis ekonomi 1997/1998. Hasto mengatakan terjadi global reproduction of American Politic lewat Letter of Intent IMF.
Struktur dan sistem politik Indonesia dirubah secara fundamental mengikuti mekanisme elektoral atas campur tangan kapital. Demokrasi liberal justru menggeser demokrasi berdasar Pancasila seperti diamanatkan oleh para pendiri bangsa.
Dampak negatifnya, terjadi kapitalisasi kekuasaan politik, penguatan primordialisme, hingga konflik Pancasila melawan ideologi trans nasional.
Politik kebencian pun masuk ke dalam kampus. Hasto mengutip survei Setara Institute yang menemukan ada 10 kampus negeri yang terpapar paham radikalisme agama.
Di berbagai daerah, muncul kelompok-kelompok kecil yang berusaha memaksakan penyeragaman budaya.
Karena itulah pada Kongres terakhir di awal 2020 lalu, PDIP merekomendasikan kembalinya sistem proporsional tertutup, peningkatan ambang batas parlemen, perubahan district magnitude, moderasi sistem sehingga mewujudkan presidensialisme dan pemerintahan efektif, dan berbagai solusi lainnya.
PDIP juga mendorong kesadaran ideologi, organisasi, politik, linngkungan, dan kesadaran untuk menyelesaikan persoalan rakyat secara gotong royong.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.