KontraS Wanti-wanti Polisi Siber Bisa Bungkam Kebebasan Berpendapat
Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti menilai pengaktifan polisi siber bisa mengancam kebebasan masyarakat untuk berpendapat.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) mewanti-wanti soal pengaktifan polisi siber oleh pemerintah pada 2021 mendatang.
Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti menilai pengaktifan polisi siber bisa mengancam kebebasan masyarakat untuk berpendapat.
Soalnya, Fatia menekankan, konstitusi sudah menjamin hak warga negara untuk berekspresi dan berpendapat.
"Langkah pemerintah ini makin membungkam kebebasan sipil itu sendiri, khususnya terkait kebebasan berekspresi dan jelas melanggar hak kebebasan berkespresi yang telah dilindungi konsitusi," ujar Fatia melalui keterangannya, Selasa (29/12/2020).
Baca juga: Polisi: Gisel Mengakui sebagai Pemeran Video Asusila, Dibuat di Medan Tahun 2017 bersama MYD
Fatia bilang, tidak menutup kemungkinan makin banyak orang yang dikriminalisasi karena tidak sepakat dengan kebijakan pemerintah.
Bila demikian, menurutnya, Indonesia akan kembali ke era otoritarianisme.
"Akhirnya hal ini juga akan menuju ke budaya di zaman otoritarianisme yang mana publik tidak diperkenankan memberikan kritik apapun," katanya.
Kata Fatia, demokrasi di Indonesia pun tidak lagi bermakna andai kata banyak pembungkaman lewat polisi siber.
Baca juga: Kejahatan Siber Cenderung Melonjak Selama Masa Pandemi Covid-19
Penyelenggaraan demokrasi hanya menjadi formalitas belaka.
"Demokrasi hanya akan berjalan sekadar formalitas saja, tapi tidak ada implementasi yang baik dalam realitanya," kata Fatia.
Diberitakan sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menyatakan pemerintah akan memasifkan kegiatan polisi siber pada tahun depan.
Baca juga: Artis, Selebgram dan Model Berinisial TA Masih Berstatus Saksi kata Kasubdit Siber Polda Jabar
Menurut Mahfud, pemerintah selama ini terlalu toleran menghadapi berbagai informasi tidak benar yang sifatnya mengancam atau merendahkan martabat.
"Serangan digital memang dilematis, tetapi kami sudah memutuskan ada polisi siber.