Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kaleidoskop 2020: Fenomena Kerajaan Baru, Berujung Pidana

Sepanjang 2020, Indonesia dihebohkan dengan kemunculan kerajaan hingga paguyuban di sejumlah daerah, mayoritas berujung pada kasus hukum.

Penulis: Theresia Felisiani
zoom-in Kaleidoskop 2020: Fenomena Kerajaan Baru, Berujung Pidana
Tangkap layar channel YouTube KompasTV
Kuda kirab Keraton Agung Sejagat (Tangkap layar channel YouTube KompasTV) 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sepanjang 2020, Indonesia dihebohkan dengan kemunculan kerajaan hingga paguyuban di sejumlah daerah.

Khusus Januari 2020, muncul Keraton Agung Sejagat dan Sunda Empire.

Kemunculan kerajaan, keraton dan paguyuban ini selalu heboh di media sosial.

Beberapa ada yang berkedok mencari uang, menimbulkan keonaran hingga para petingginya harus berurusan dengan polisi.

1. Keraton Agung Sejagat

Pada Januari 2020, kemunculan Keraton Agung Sejagat di Desa Pogung Jurutengah, Bayan, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, viral di media sosial.

Kerajaan Agung Sejagat dipimpin seorang pria yang dipanggil Sinuwun bernama Toto Santosa Hadiningrat.

Berita Rekomendasi

Sedangkan sang wanita yang bernama Fanni Aminadia dipanggil Kanjeng Ratu atau Dyah Gitarja.

Raja Keraton Agung Sejagat Toto Santoso dan Sang Ratu, Fanni Aminadia.
Raja Keraton Agung Sejagat Toto Santoso dan Sang Ratu, Fanni Aminadia. (Dok Istimewa via Kompas.com)

Kerajaan ini mulai ramai dibicarakan setelah muncul foto-foto mengenai kirab budaya seperti Wilujengan yang diadakan pada 10-12 Januari 2020.

Keraton yang terletak di Desa Pogung Jurutengah ini bediri di kebun dan memiliki kelengkapan layaknya keraton pada umumnya.

Kemunculannya menggegerkan warga sekitar karena setiap hari ribuan warga mendatangi bangunan keraton itu.

Warga yang resah karena menganggap mereka melakukan perbuatan menyimpang, akhirnya melaporkan.

Setelah itu, polisi dan Pemkab menutup bangunan kerajaan tersebut.

Totok dan Fani, raja dan ratu keraton agung sejagat saat sidang mendengar putusan vonis oleh PN Purworejo, Selasa (15/9/2020).
Totok dan Fani, raja dan ratu keraton agung sejagat saat sidang mendengar putusan vonis oleh PN Purworejo, Selasa (15/9/2020). (KOMPAS.COM/IKA FITRIANA)

Sang Raja dan Ratu bernama Toto Santosa (42) dan Fanni Aminadia (41) pun akhirnya ditangkap.

Kabar terbarunya, Sang Raja Toto divonis empat tahun penjara dan Ratunya, Fanni divonis satu tahun penjara.

Mereka dinyatakan bersalah karena menyiarkan berita bohong dengan sengaja menerbitkan keonaran di masyarakat.

2. Sunda Empire

Sekitar minggu ketiga di bulan Januari 2020, masyarakat di Indonesia dihebohkan dengan kelompok yang menamakan dirinya Sunda Empire.

Kelompok ini muncul di media sosial tak lama setelah Keraton Agung Sejagat diamankan.

Foto-foto kegiatan Sunda Empire pertama kali muncul di akun Facebook

Dalam unggahan, tampak mengenakan seragam layaknya angkatan militer lengkap dengan baret berwarna biru di kepala.

Petinggi Sunda Empire - Ki Agung Rangga Sasana (KOMPAS.COM/YUSTINUS WIJAYA KUSUMA)
Petinggi Sunda Empire - Ki Agung Rangga Sasana (KOMPAS.COM/YUSTINUS WIJAYA KUSUMA) (KOMPAS.COM/YUSTINUS WIJAYA KUSUMA)

Sunda Empire memprediksi pemerintahan dunia akan berakhir pada 15 Agustus 2020.

Setelah itu, kehidupan masyarakat dunia akan menjadi lebih baik dan sejahtera.

Tidak hanya itu, petinggi Sunda Empire bernama Rangga Sasana melontarkan sejumlah pernyataan yang menimbulkan kontroversi.

Sebut saja mulai ajak Jack Ma dan Bill Gates bergabung hingga mampu hentikan perang nuklir.

Namun pada akhirnya, Rangga dan petinggi Sunda Empire lainnya ditetapkan tersangka dengan dugaan kasus penyebaran berita bohong dan kabar tidak pasti untuk keonaran di masyarakat.

Dalam sidang, ketiga terdakwa yakni Nasri Banks, Rd Ratnaningrum, dan Rangga Sasana dituntut pidana penjara oleh jaksa Kejati Jabar, Sukanda selama 4 tahun penjara.

Suasana sidang dakwaan kepada tiga terdakwa Sunda Empire di Pengadilan Negeri Kelas IA Khusus Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Kamis (18/6/2020)
Suasana sidang dakwaan kepada tiga terdakwa Sunda Empire di Pengadilan Negeri Kelas IA Khusus Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Kamis (18/6/2020) (TRIBUN JABAR/MEGA NUGRAHA)

Jaksa Sukanda mengatakan, ‎para terdakwa dianggap terbukti melakukan tindak pidana Pasal 14 ayat 1 Undang-Undang Darurat Nomor 1 Tahun 1946.

Pasal itu mengatur perbuatan barang siapa dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, dihukum penjara setinggi-tingginya 10 tahun.

Nasib para terdakwa mujur karena tidak dituntut maksimal oleh jaksa.

"Dituntut 4 tahun karena pertimbangannya para terdakwa ini tidak mengakui dan tidak menyesali perbuatannya," ucap Jaksa Sukanda di Pengadilan Negeri Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Jumat (25/9/2020).

3. Kerajaan King of The King

Heboh kemunculan Kerajaan King of The King di Kota Tangerang pada akhir Januari 2020.

Kemunculan kerajaan tersebut diketahui setelah adanya spanduk yang dipasang di kawasan Poris yang telah ditertibkan oleh Satpol PP.

Dalam spanduk itu tergambar jelas gambar Presiden pertama Indonesia, Soekarno bersama sosok yang menyerupai penguasa Laut Selatan, Nyi Roro Kidul.

Terdapat juga beberapa foto warga yang belum diketahui identitasnya yang dianggap warga sekitar sebagai pemimpin kelompok tersebut berikut nomor teleponnya.

Spanduk kedatangan King of King yang tersebar di dua titik di Sangatta, Kabupaten Kutai Timur Kalimantan Timur
Spanduk kedatangan King of King yang tersebar di dua titik di Sangatta, Kabupaten Kutai Timur Kalimantan Timur (Tribunkaltim.co/HO Polres Kutim)

Dalam badan spanduk itu juga jelas tertulis kalau organisasi tersebut dapat melunasi utang negara sampai pertengahan tahun 2020.

"Pada tanggal 25 November 2019 S/D 30 Maret 2020 UNTUK MELUNASI SELURUH HUTANG HUTANG NEGARA," tulisan di spanduk itu.

Lebih mencengangkannya lagi, imbauan paling bawah spanduk yang meresahkan warga itu bertuliskan tidak ada yang boleh melepaskan spanduk.

Dua Anak Buah Pimpinan King of The King Jadi Tersangka
Dua Anak Buah Pimpinan King of The King Jadi Tersangka (Tangkap Layar Youtube Kompas TV)

Kecuali raja yang berkuasa di dunia, dan atas perintah Presiden Indonesia, Joko Widodo.

"LEMBAGA NEGARA YANG MAU MENURUNKAN BALIHO HARUS ATAS PERINTAH PRESIDEN PBB, UBS, MI, PRESIDEN RI Ir JOKO WIDODO," tertulis di spanduk itu.

Beberapa fakta Kerajaan King of King di Tangerang sangat mengejutkan seperti : menguasai harta Soekarno, sebut Prabowo bagian dari King of The King, klaim punya Supersemar asli

4. Paguyuban Tunggal Rahayu

Di Garut selatan, tepatnya di Kecamatan Caringin dan Cisewu muncul Paguyuban Tunggal Rahayu.

Yang membuat heboh adalah paguyuban ini punya logo mirip lambang negara Indonesia, Burung Garuda.

Tak hanya itu, mereka juga dikabarkan membuat uang sendiri.

Dalam logo paguyuban, bagian kepala Burung Garuda yang seharusnya menghadap ke kanan, diganti menjadi menghadap ke depan.

Pemerintah bersama polisi dan TNI mengusut keberadaan paguyuban tersebut.

"Awalnya paguyuban ini berpusat di Kecamatan Caringin. Tapi karena masyarakat di Caringin terganggu, mereka memindahkan aktivitas ke Cisewu," ucap Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol) Garut, Wahyudijaya, Selasa (8/9/2020) di kantornya.

Dalam Permendagri tentang organisasi masyarakat (ormas), Wahyu mengataka tidak boleh menggunakan lambang negara, bendera, atau atribut pada logo organisasinya.

Hal itu juga mengacu kepada Undang-undang Nomor 23 tahun 2009 tentang Lambang Negara.

Sanksi yang diberikan bisa berupa pencabutan izin.

Pimpinan Paguyuban Tunggal Rahayu, Prof Dr Ir Cakraningrat alias Sutarman menjalani pemeriksaan di Mapolres Garut, Kamis (10/9/2020).
Pimpinan Paguyuban Tunggal Rahayu, Prof Dr Ir Cakraningrat alias Sutarman menjalani pemeriksaan di Mapolres Garut, Kamis (10/9/2020). (Firman Wijaksana/Tribun Jabar)

Untuk kasus Paguyuban Tunggal Rahayu, Wahyu menyebut jika organisasi itu belum mengantongi izin.

Akta notaris saja, paguyuban itu belum memiliki.

"Ormas ini pernah datang untuk mengurus perizinan. Namun kami melihat ada yang rancu karena mereka pakai Burung Garuda sebagai lambang organisasi," katanya.

Meski sila di dalam Bhineka Tunggal Ika tak diubah, namun banyak yang diganti.

Yakni kepalanya lurus dan bermahkota.

Wahyu mengaku, pihaknya sudah sepakat akan melakulan langkah hukum terhadap paguyuban tersebut.

"Kami (Kesbang, polisi, dan TNI) tadi sudah rapat dan sepakat bahwa hukum jadi prioritas penanganan kasus ini. Nanti akan diketahui apakah ada persoalan pidananya atau tidak," ucapnya.

Apalagi paguyuban itu tak hanya menyebar di Garut.

Pengikutnya berasal dari Majalengka, Cianjur, Tasik, hingga Kabupaten Bandung.

Bahkan sejumlah ustaz, masuk sebagai pengurus bidang keagamaan.

Wahyu menambahkan, pimpinan Paguyuban Tunggal Rahayu juga sudah memakai gelar palsu.

Yakni profesor, doktor, dan sejumlah gelar lainnya.

Dari hasil penelusuran, pimpinan paguyuban tersebut hanya lulusan SMP.

"Ini sudah pelecehan terhadap dunia akademisi. Dia mengklaim beberapa gelar, mulai profesor, doktor, sampai insinyur, dan beberapa gelar lainnya," ujarnya.

Tak hanya mengubah lambang negara, Paguyuban Tunggal Rahayu juga memiliki uang tersendiri.

Uang itu bahkan disebut sudah dipakai untuk transaksi.

Wahyu menyebut, paguyuban itu sudah membuat uang pecahan 1.000, 5.000, 10.000, dan 20.000.

Bahkan di pecahan uang 20.000 itu, terdapat gambar pimpinan paguyuban.

Pimpinan paguyunan mengklaim dirinya bergelar Prof Dr Ir H Cakraningrat SH.

Namun dari penelusuran Bakesbangpol, nama asli pimpinan paguyunan itu adalah Sutarman.

Dalam data yang ada di Bakesbangpol, terdapat organisasi itu mengklaim tercatat dalam Kepres nomor 021/1958.

Terdapat pula tulisan Uni Sortail Dunia "Lembaga PBB".

"Mereka sudah mempunyai uang sendiri. Bahkan di gambar uang 20.000 itu, ada foto pimpinan paguyuban. Seperti memakai baju ala Pak Soekarno," katanya.

Dilihat dari desain foto di uang tersebut, Wahyu mengatakan jika gambar yang dipakai merupakan foto Soekarno.

Namun wajah presiden pertama Indonesia itu diubah menjadi wajah Cakraningrat.

"Informasinya sudah dijadikan alat transaksi oleh anggotanya. Yang mengagetkan, dia memakai Bank Indonesia di dalam uangnya. Mungkin persoalan uang ini nanti dikaji lagi sisi hukumnya," ucapnya.

Jumlah pengikut paguyuban ini masih diinventarisasi.

Sebarannya dari dokumen yang ada Bakesbangpol Garut ada di 4 kecamatan.

Paling dominan para pengikutnya tersebar di wilayah selatan Garut.

Namun ada juga pengikutnya yang berada di Kabupaten Bandung, Kabupaten/Kota Tasikmalaya, dan Majalengka.

Di Majalengka, jumlah pengikutnya paling banyak. Bahkan lokasinya berada di kampung halaman Bupati Majalengka.

"Orang yang dulu datang ke sini untuk mengurus perizinan tidak datang lagi saat kami akan konfrontir. Kami malah kedatangan dari Kesbang Majalengka yang menyebut di sana sudah banyak pengikutnya," ucapnya.

Selintas, pergerakan paguyuban tersebut hampir mirip dengan Sunda Empire.

Mereka menjanjikan sesuatu kepada anggotanya, yakni pencairan uang dari Bank Swiss.

"Polisi sudah memanggil saksi-saksi atas keberadan organisasi ini. Untuk keberadaan pimpinannya belum diketahui. Kami masih kehilangan jejak," katanya.

Pimpinan Paguyuban Tunggal Rahayu akhirnya ditetapkan sebagai tersangka.

Sutarman jadi tersangka kasus pemalsuan atau kebohongan gelar akademik.

Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Erdi A Chaniago mengatakan, pihaknya sudah melakukan pemeriksaan dan kini Sutarman sudah ditahan.

Dikatakan Erdi, Sutarman disangkakan Pasal 93 juncto Pasal 28 ayat 7 UU nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi dengan ancaman 10 tahun penjara dan atau pasal 378 KUHP dengan ancaman 4 tahun.

Sutarman memang punya nama lain yakni Cakraningrat.

Di nama Cakraningrat ini disematkan berbagai titel, di antaranya profesor.

"Sudah jelas gelar profesor dan sebagainya itu bohong sehingga itu dinaikkan statusnya tersangka dan dilakukan penahanan," ujar Erdi, saat ditemui di Polda Jabar, kemarin.

Erdi menambahkan, tak menutup kemungkinan bakal ada pasal lain yang dikenakan pada Sutarman.

Salah satunya yakni mengenai pengubahan pada lambang negara.

Saat ini, polisi masih melakukan pendalaman dengan melibatkan ahli.

"Ini mungkin ketika alat buktinya cukup akan digunakan pasal yang terpisah. Kemungkinan ada dua pasal bahkan mungkin lebih," katanya.

Sebagaimana diketahui, kasus Paguyuban Tunggal Rahayu sempat viral karena paguyuban itu menggunakan logo dengan mengubah lambang burung Garuda yang kepalanya diubah menghadap ke depan.

Sebelum menetapkan tersangka, polisi sebelumnya telah memintai keterangan dari mantan anggota Paguyuban Tunggal Rahayu.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas