Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

KLHK Bantah Kerusakan Hutan Jadi Penyebab Tunggal Banjir Besar di Kalsel

Lokasi tersebut dijelaskannya saat ini tengah mengalami persoalan anomali cuaca dengan curah hujan yang sangat tinggi

Penulis: Larasati Dyah Utami
Editor: Eko Sutriyanto
zoom-in KLHK Bantah Kerusakan Hutan Jadi Penyebab Tunggal Banjir Besar di Kalsel
Ist
Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RM. Karliansyah 

Laporan Wartawan Tribunnews, Larasati Dyah Utami

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) membantah bahwa kerusakan hutan menjadi penyebab tunggal banjir besar yang terjadi di Kalimantan Selatan (Kalsel). Namun ada sejumlah faktor lain yang mengikutinya.

Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (Dirjen PPKL) KLHK, Karliansyah mengatakan lokasi banjir terjadi di sepanjang daerah aliran sungai (DAS) yang menjadi sub DAS Barito.

Lokasi tersebut dijelaskannya saat ini tengah mengalami persoalan anomali cuaca dengan curah hujan yang sangat tinggi.

“Sekali lagi bahwa ini (banjir) terjadi di alur DAS Barito khususnya wilayah Kalsel, juga akibat dari cuaca yang ekstrim,” kata Karliansyah pada konferensi pers virtual terkait banjir Kalsel, Selasa (19/1/2021).

Berdasarkan data curah hujan dari BMKG yang diterima KLHK, curah hujan yang terjadi di Kalsel pada 9 hingga 13 Januari 2021 sebesar 461 mm selama 5 hari.

Baca juga: Menteri Agama Harap Pesantren dan Tokoh Agama Jadi Prioritas Penerima Vaksin Covid-19

Padahal normalnya curah hujan bulanan pada bulan Januari 2020 sebesar 394 mm, atau meningkat dari curah hujan di tahun sebelumnya.

Berita Rekomendasi

“Dengan demikian maka volume air yang masuk ke sungai luar biasa, 2,08 miliar meter kubik. Padahal normalnya hanya 238 juta meter kubik,” katanya

Dirjen PPKL KLHK itu juga menjelaskan bahwa lokasi banjir itu saat ini memiliki kondisi infrastruktur ekologisnya atau jasa lingkungan pengaturan air yang sudah tidak memadai, sehingga tidak mampu lagi menampung aliran air masuk.

Sistem drainase juga tidak mampu mengalirkan air dengan volume yang besar.

Dan daerah banjir berada pada pertemuan 2 anak sungai yang cekung, morfologinya merupakan meander, serta fisiografinya berupa tekuk lereng.

“Lokasi banjir umumnya berada didaerah yang datar, elevasi rendah dan bermuara di laut sehingga merupakan akumulasi air dengan tingkat drainase rendah,” kata Karliansyah.

KLHK juga mencatat ada perbedaan yang besar antara bagian hulu dan hilir, sehingga suplai air dari hulu dengan energi yang besar menyebabkan waktu konsentrasi air berlangsung cepat dan terjadi banjir.

Baca juga: Seorang Pria Ditemukan Tewas di Kamar, Ada Luka Tusuk, Ibu Korban Curiga saat Dengar Pintu Terbuka

Karliansyah mengatakan DAS Barito di Provinsi kalsel seluas lebih kurang 1,8 juta hektar atau 29 persen dari keseluruhan DAS Barito yang mencakup 4 provinsi.

Adapun proporsi luas area yang berhutan hanya 18,2 persen, sedangkan 81, 8 persen merupakan areal yang tidak berhutan.

Penurunan luas hutan alam selama periode 1990 hingga 2019 sebesar 62, 8 persen dengan penurunan terbesar terjadi pada periode 1990 hingga tahun 2000, yakni sebesar 55, 5 persen.

Oleh karena itu pihaknya memberikan rekomendasi agar membangun konservasi tanah dan air seperti membuat sumur resapan hingga gully plug, terutama pada daerah yang limpasannya ekstrim. Termasuk mempercepat rehabilitasi hutan dan lahan.

“Kalau kita bicara DAS Barito, di Kabupaten Balangan misalnya ada 1.460 hektar yang harus segera direhabilitasi dan 20 DAS lain diluar DAS Barito yang harus dipercepat proses rehabilitasi,” ujarnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas