Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Koalisi Masyarakat Sipil Kritik Komjen Listyo Tak Singgung Masalah Represifitas di Internal Polri

Koalisi Masyarakat Sipil ini menilai tidak ada evaluasi dari internal terkait kasus tindakan kekerasan yang dilakukan personel Polri selama ini.

Penulis: Igman Ibrahim
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Koalisi Masyarakat Sipil Kritik Komjen Listyo Tak Singgung Masalah Represifitas di Internal Polri
Tribunnews/Jeprima
Calon Kapolri, Komjen Pol Listyo Sigit Prabowo melakukan konferensi pers usai menjalani fit dan proper test (uji kelayakan dan kepatutan) calon Kapolri di lobi Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (20/1/2021). DPR RI akan mengumumkan terpilih dan tidaknya calon Kapolri baru di Rapat Paripurna selanjutnya. Tribunnews/Jeprima 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Koalisi Masyarakat Sipil mengkritik kebijakan Komjen Pol Listyo Sigit Prabowo yang tidak sama sekali menyinggung terkait represifitas aparat dalam rencana kerjanya saat mengikuti uji kepatutan dan kelayakan calon Kapolri di Komisi III DPR RI pada Rabu (20/1/2021) kemarin.

Diketahui, Koalisi Masyarakat Sipil merupakan gabungan LSM yang bergerak di bidang hukum dan HAM.

Beberapa anggotanya adalah Kontras, Amnesty International Indonesia (AII), HRWG, LBH Jakarta, Setara Institute, PBHI, dan Indonesia Corruption Watch (ICW).

"Tidak adanya solusi konkret mengenai berbagai permasalahan mendasar di tubuh Polri seperti penyiksaan, extrajudicial killing, penempatan anggota Polri pada jabatan di luar organisasi Polri, kontrol pertanggungjawaban etik, korupsi di tubuh Polri, dan penghalangan bantuan hukum," tulis Koalisi Masyarakat Sipil dalam keterangannya, Jumat (22/1/2021).

Menurut koalisi ini, isu tersebut padahal krusial dan kerap menjadi sorotan di tubuh institusi Polri.

Apalagi, Polri kerap terlihat melakukan sejumlah kekerasan saat mengamankan aksi unjuk rasa.

Baca juga: Pengamat : DPR Terima Komjen Pol Listyo Sebagai Kapolri Sangat Tepat

"Akuntabilitas atas brutalitas polisi dalam penanganan aksi juga membutuhkan perhatian khusus. Polisi kerap bertindak brutal dalam menangani unjuk rasa seperti tolak Undang-Undang Cipta Kerja pada Oktober 2020, unjuk rasa mahasiswa dan pelajar saat gerakan #reformasidikorupsi pada September 2019 dan unjuk rasa protes Pemilu pada Mei 2019 tanpa konsekuensi hukum yang jelas dan akuntabel," jelasnya.

Berita Rekomendasi

Koalisi Masyarakat Sipil ini menilai tidak ada evaluasi dari internal terkait kasus tindakan kekerasan yang dilakukan personel Polri selama ini. Termasuk, tidak ada kejelasan terhadap personel yang telah terbukti melakukan tindakan kekerasan.

"Tindakan brutal terus terjadi karena tidak ada evaluasi menyeluruh dan minimnya pengawasan serta akuntabilitas terkait penggunaan kekuatan dalam menangani unjuk rasa. Faktor lainnya adalah tidak adanya penghukuman secara tegas baik secara pidana maupun etik bagi aparat yang melakukan tindak kekerasan ataupun atasan yang membiarkan tindakan tersebut," ungkapnya.

Koalisi Masyarakat Sipil juga pesimis Komjen Listyo bisa mengubah wajah Polri jika tidak ada program yang terkait komitmen penghentian represifitas aparat.

"Jika masalah ini tidak dievaluasi maka sulit untuk memiliki pemolisian demokratis di bawah kepemimpinan Listyo. Ada 3 indikator yaitu pertama melayani kepentingan elite, penguasa atau pemodal; kedua, tindakan pemolisian yang tak berdasarkan hukum atau penggunaan kekuatan yang eksesif; dan, ketiga, lemahnya pengawasan terhadap tindak pemolisian," tandasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas