Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Hanura: Stop Bahas RUU Pemilu Jika Niatnya Bangun Kartelisasi Kekuasaan

Ambang batas parlemen atau parliamentary threshold naik menjadi 5 persen dalam Draf Revisi Undang-Undang Pemilu yang diberikan Komisi II kepada Badan

Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Hanura: Stop Bahas RUU Pemilu Jika Niatnya Bangun Kartelisasi Kekuasaan
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Sekjen Partai Hanura I Gede Pasek Suardika menjawab pertanyaan saat wawancara khusus dengan Tribunnews.com di Jakarta, Minggu (26/1/2020). TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ambang batas parlemen atau parliamentary threshold naik menjadi 5 persen dalam Draf Revisi Undang-Undang Pemilu yang diberikan Komisi II kepada Badan Legislasi DPR RI. 

Terkait hal itu, Sekretaris Jenderal Partai Hanura Gede Pasek Suardika meminta pembahasan RUU Pemilu dihentikan jika hanya berniat membangun kartelisasi kekuasaan. 

"Sebaiknya stop sudah pembahasan RUU Pemilu jika niatnya hanya untuk membangun kartelisasi kekuasaan, dan bukannya demokrasi," ujar Gede Pasek, ketika dihubungi Tribunnews.com, Rabu (27/1/2021). 

Menurutnya, RUU Pemilu adalah cara pembahasan mengenai ambang batas parlemen yang buruk. Sebab dia menduga niat dibalik naiknya ambang batas parlemen adalah mengkorupsi sebanyak mungkin suara sah rakyat. 

"Suara sesuai tingkatan, serta dapil diperkecil merupakan desain kartel kekuasaan yang takut berkompetisi secara fair. Mereka memanfaatkan UU untuk mengalahkan pesaingnya. Ini kan menjadi kemunduran demokrasi," kata dia.

Baca juga: Kerap Jadi Isu Lima Tahunan, Pimpinan Komisi II: RUU Pemilu Dibuat untuk Jangka Panjang

Gede Pasek mengatakan jika RUU Pemilu disahkan, maka akan banyak suara sah masyarakat Indonesia yang hilang secara berlipat. 

Dia pun mempertanyakan apa artinya demokrasi jika niat dari pembuat UU adalah mendesain sebanyak mungkin suara sah rakyat agar hilang. 

Berita Rekomendasi

"Ini ironis sekali menjual kedaulatan rakyat tetapi memberangus suara sah rakyat. Seharusnya malah yang dibuat itu adalah aturan mendiskualifikasi parpol korup untuk tidak boleh ikut pemilu berikutnya. Bukan utak atik dapil dan parliamentary threshold," tandasnya. 

Sebelumnya diberitakan, Draf Revisi Undang-Undang (RUU) Pemilu masih terus dibahas di DPR. 

Tribunnews mendapatkan draf tersebut dari Wakil Ketua Badan Legislasi DPR RI Achmad Baidowi pada Senin (25/1).

Dalam draf RUU Pemilu itu dicantumkan adanya kenaikan ambang batas parlemen atau parliamentary threshold

Dikutip Tribunnews.com dari draf RUU Pemilu pada Rabu (27/1/2021), ambang batas parlemen menjadi 5 persen. 

Sehingga parpol peserta pemilu harus memenuhi ambang batas perolehan suara minimal 5 persen. 

Aturan itu tertuang dalam draf RUU Pemilu Pasal 217. Berikut isi dari Pasal 217 dalam draf RUU Pemilu tersebut :

Pasal 217

Partai Politik Peserta Pemilu Anggota DPR harus memenuhi ambang batas perolehan suara paling sedikit 5% (lima persen) dari jumlah suara sah secara nasional pada Pemilu Anggota DPR untuk diikutkan dalam penentuan perolehan kursi anggota DPR.
 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas