Tantangan Humas di Tengah Pandemi: Disrupsi Bisnis Hingga Robot Journalism
Di tengah kondisi pandemi Covid-19 yang melanda dunia kebutuhan teknologi digital bagi masyarakat untuk mencari informasi dinilai menjadi sangat masif
Penulis: Yanuar R Yovanda
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Di tengah kondisi pandemi Covid-19 yang melanda dunia pada 2020, kebutuhan teknologi digital bagi masyarakat untuk mencari informasi dinilai menjadi sangat masif.
Ketua Umum Perhimpunan Hubungan Masyarakat Indonesia (Perhumas) Agung Laksamana mengatakan, hal tersebut dipercepat dengan kondisi new normal yang diterapkan kepada masyarakat beberapa bulan terakhir.
Dari sana, peran public relation (PR) kini krusial terhadap semua informasi yang tersedia, padahal dunia humas dilanda banyak tantangan.
Baca juga: Humas Pegadaian: Insan PR Harus Ciptakan Nilai Bermakna bagi Organisasi
“Dengan pandemi, semua berhenti, semua setop. Campaign global, tren heboh yang sudah kita siapkan sudah tidak relevan lagi," ujarnya melalui keterangan resmi, Rabu (27/1/2021).
Sementara di 2021 ini, Agung menjelaskan, dunia humas menghadapi bukan satu tantangan, tapi sepuluh sekaligus.
Baca juga: Kemenristek Bakal Kembangkan Alat Deteksi Covid-19 Berbasis Air Liur
Dia mengungkapkan, selain dari pandemi itu sendiri, tantangan yang dihadapi PR mencakup disrupsi bisnis, media lansekap yang berubah, serta adanya fake news dan hoaks.
"Kemudian, adanya fake influencer dan fake followers, serta keberadaan robot journalism dan artificial intelligence (AI)" katanya.
Baca juga: Thailand Buka Kegiatan Sekolah di Luar Episentrum Penyebaran Covid-19
Selain itu, kondisi yang serba mobile juga menjadi tantangan tersendiri dan ada pula soal informasi yang berlebihan, hingga tingkat perhatian audience yang berkurang.
“Robot sudah bisa membuat berita, di Jepang, AI sudah bisa menjadi creative director, membuat iklan, dan video musik. Lalu di China, AI sudah menjadi news anchor dan di era 4.0 ini, lalu lintas informasi begitu deras, target audience kita bingung, mana yang kredibel, publik sendiri tidak bisa membedakan,” kata Agung.