Pakar TPPU Nilai Turunnya Indeks Persepsi Korupsi Indonesia Bukan Karena Pemberantasan Saja
Pakar Tindak Pidana Pencucian Uang Yenti Ganarsih menilai turunnya Indeks Persepsi Korupsi (IPK) terjadi karena banyak faktor.
Penulis: Taufik Ismail
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews Taufik Ismail
TRIBUNNEWS. COM, JAKARTA - Pakar Tindak Pidana Pencucian Uang sekaligus mantan Pansel Capim KPK, Yenti Ganarsih menilai turunnya Indeks Persepsi Korupsi (IPK) terjadi karena banyak faktor.
Untuk diketahui Transparency International merilis Indeks Persepsi Korupsi di Indonesia pada tahun 2020 tiga poin, dari 40 di tahun sebelumnya menjadi 37 poin.
Dengan angka tersebut posisi Indonesia dari sebelumnya peringkat 85 menjadi 102 dari 180 negara.
Yenti mengatakan turunnya indeks persepsi korupsi bukan karena masalah pemberantasan korupsi.
Baca juga: Polsek Setiabudi Proses Laporan Dugaan Pemukulan Petugas Rutan KPK oleh Nurhadi
Revisi undang-undang KPK yang dikhawatirkan banyak pihak akan menumpulkan pemberantasan korupsi, tidak terjawab dengan adanya sejumlah operasi tangkap tangan oleh KPK.
"UU KPK kan awalnya menjadi kekhawatiran dengan adanya Dewas KPK, tapi itu terjawab dengan adanya penangkapan," kata dia kepada Tribunnews.com, Jakarta, Minggu (31/1/2021).
Menurut dia, dalam beberapa bulan ke belakang pemberantasan korupsi sudah terbilang bagus dengan ditangkapnya sejumlah menteri aktif.
Hanya saja menurut dia pemberantasan korupsi tersebut terjadi setelah bulan Oktober ketika penghitungan indeks persepsi korupsi sudah tutup buku.
Baca juga: Nurhadi Pukul Petugas Rutan KPK, Kuasa Hukum: Bisa Saja Sengaja Diprovokasi
"Belakangan KPK bagus, diapresiasi tapi masalahnya setelah akhir Oktober itu penghitungan sudah selesai, jadi penangkapan korupsi yang kemaren kemaren itu masuk ke Indeks persepsi korupsi 2021," tuturnya.
Menurut dia, IPK merupakan opini yang tidak sepenuhnya menggambarkan kondisi yang sebenarnya.
Hanya saja menurut Yenti, opini tersebut sangat penting karena akan berpengaruh terhadap investasi di Indonesia.
Karena itu, ia meminta pemerintah untuk menjadikan angka IPK tersebut bahan evaluasi perbaikan.
Misalnya dengan mengawasi penggunaan anggaran di kementerian yang ternyata masih ada celah untuk dikorupsi.
Baca juga: Kronologi Pemukulan Petugas Rutan KPK oleh Eks Sekretaris MA Nurhadi
Pengawasan terutama dilakukan pada kementerian yang alokasi anggarannya besar, mulai dari Kementerian PUPR, Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial dan lainnya.
"Masih ada yang bolong bolong, malah ada yang korupsi, pemerintah harus mempelototi anggaran-anggaran di kementerian," katanya.