Soal Komponen Cadangan, Peneliti LIPI Pertanyakan Istilah Ancaman Hibrida UU PSDN
Secara legislasi memang tidak pernah ada di sektor pertahanan yang mendefinisikan secara jelas apa itu ancaman hibrid
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA— Peneliti Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia ( LIPI) Diandra M Mengko mempertanyakan maksud dari istilah ancaman hibrida dalam Undang-undang (UU) Nomor 23 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional (PSDN).
Ancaman hibrida, dia menjelaskan tidak pernah ada dalam istilah legilasi selama ini.
Istilah ancaman hibrida muncul di Pasal 29 UU PSDN Nomor 23 Tahun 2019.
“Komponen Cadangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) disiapkan untuk dikerahkan melalui Mobilisasi guna memperbesar dan memperkuat kekuatan dan kemampuan Komponen Utama dalam menghadapi ancaman militer dan ancaman hibrida.”
Sedangkan pada UU Pertahanan Nomor 3 Tahun 2002, pasal 7 ayat (2) dikatakan, “Sistem Pertahanan Negara dalam menghadapi ancaman militer menempatkan Tentara Nasional Indonesia sebagai komponen utama dengan didukung oleh komponen cadangan dan komponen pendukung.”
Baca juga: Pesawat Tempur China dan AS Masuk Zona Pertahanan Taiwan
“Dalam UU PSDN, muncul ancamannya bukan ancaman militer dan ancaman nonmiliter tapi muncul namanya ancaman hibrida,” ujar Diandra Diskusi webinar Imparsial yang bertajuk, "Kritik Pembentukan Komponen Cadangan," Rabu (3/2/2021).
“Secara legislasi memang tidak pernah ada di sektor pertahanan yang mendefinisikan secara jelas apa itu ancaman hibrida. Secara konseptual. konsep ini masih menjadi diskursus,” jelas Diandra.
Untuk itu dia menilai pemerintah perlu membuat defenisi operasional dari ancaman hibrida.
“Jadi pemerintah Indonesia perlu membuat sebenarnya definisi operasional dari ancaman hibrida ini
Karena menurut dia, kalau terjadi ancaman militer atau peperangan, maka sudah jelas Komponen Cadangan menjadi pendukung dari Komponen utama, yakni TNI.
Namun imbuh dia, bagaimana untuk menghadapi ancaman hibrida. Siapa yang akan menentukan ruang lingkup ancaman hibrida?
Baca juga: Bareskrim Polri Amankan Warga Negara Inggris Istri Teroris Jaringan Jamaah Islamiyah di Jakarta
Begitu juga kata dia, apa batasnya ancaman hibrida itu?
“Ancaman hibrida itu seperti yang tadi saya bilang, secara konsep juga masih menjadi perdebatan, sehingga bagaimana sih batasnya ancaman hibrida,” ucapnya.
“Lalu apa yang dimaksud ancaman hibrida? Karena dalam Peraturan Pemerintah (PP) PSDN, cuma dibilang campuran antara ancaman militer dan ancaman nonmiliter,” jelasnya.
Secara konsep, di menjelaskan ancaman hibrida itu adalag gabungan dari perang konvensional, kriminalitas, terorisme, dan perang siber. Artinya tidak selalu terkait militer.
Dia mengatakan konsep ancaman hibrida muncul pertama kali, ketika Ukraina menganeksasi Krimea.
“Ancaman hibrida tuh dari situ. Jadi tidak hanya ancaman militer, tidak hanya instrumen militer yang digunakan tetapi gabungan yaitu ada instrumen diplomatik, intelijen, siber kemudian banyak hal digabung. Jadi itu yang dinamakan ancaman hibrida,” jelasnya.
Oleh karena itu, dia menilai akan sangat sulit untuk menentukan dan mendefenisikan ancaman hibrida.
Baca juga: McAfee Prediksi Enam Ancaman Keamanan Ini akan Marak di 2021
“Kalau tidak ada definisi batas operasionalnya, siapa yang menentukan, itu akan menjadi pasal karet yang bisa ke mana-mana dan semua bisa kena. Dan itu bahaya,” jelasnyua
Pembentukan komcad didasarkan pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 3 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional (PSDN)
Sebelumnya Kementerian Pertahanan merespons terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 3 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional (PSDN).
Menindaklanjuti diterbitkannya PP ini, Kemenhan akan mengawali langkah dengan melakukan sosialisasi pembentukan komponen cadangan (komcad) pada akhir bulan ini.
Setelah itu, Kemenhan akan langsung membuka proses pendaftaran, pelatihan, dan penetapan peserta komponen cadangan.
"Tahap awal 25.000," ujar Juru Bicara Menhan Prabowo Subianto, Dahnil Anzar Simanjuntak melalui pesan singkat, Rabu (20/1/2021).
Setelah melewati tahap pertama, Kemenhan berencana akan kembali melakukan perekrutan pada tahap kedua di 2022. Jumlah peserta komcad tetap sebanyak 25.000 orang.
Dahnil mengatakan, dalam pembentukan komponen cadangan, Kemenhan sudah mempersiapkannya secara matang.
"Kemhan dan TNI sudah mempersiapkan matang proses pembentukan komcad," ujar dia.
PP Nomor 3 Tahun 2021 ini telah ditandatangani Jokowi dan diundangkan pada 12 Januari 2021.
PP ini mengatur salah satunya tentang Pembinaan Kesadaran Bela Negara (PKBN) bagi warga negara.
"PKBN adalah segala usaha, tindakan, dan kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka memberikan pengetahuan, pendidikan, dan/atau pelatihan kepada warga negara guna menumbuhkembangkan sikap dan perilaku serta menanamkan nilai dasar bela negara," dikutip dari Pasal 1 angka 11 PP 3/2021.
Pada Pasal 3 ayat (1) dikatakan, penyelenggaraan PKBN merupakan bagian dari pendidikan kewarganegaraan. PKBN diselenggarakan di tiga lingkup, yakni pendidikan, masyarakat, dan pekerjaan.
Pada lingkup pendidikan, PKBN dilaksanakan melalui penyusunan pedoman PKBN, sosialisasi dan diseminasi, serta pemantauan dan evaluasi.
Pedoman PKBN disusun oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertahanan, pendidikan, agama, serta melibatkan menteri/pimpinan lembaga terkait lainnya, civitas akademika, serta pakar pendidikan.
Adapun, sosialisasi dan diseminasi PKBN yang dimaksud dapat berupa seminar, lokakarya, penyuluhan, diskusi interaktif, dan lainnya.