Narasi Pilkada 2024 untuk Jegal Calon Kepala Daerah Dinilai Lemah
Saat ini terdapat enam fraksi yang menolak revisi Undang-undang Pemilu dan tiga fraksi yang ingin merevisi.
Penulis: Taufik Ismail
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews Taufik Ismail
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Eksekutif Indonesian Public Institute, Karyono Wibowo mengatakan bahwa tidak merubah atau merevisi Undang-undang nomor 7 tahun 2017 merupakan bagian dari menjalankan amanat undang-undang. Kemungkinan revisi undang-undang tersebut tergantung mayoritas suara fraksi di DPR.
Saat ini terdapat enam fraksi yang menolak revisi Undang-undang Pemilu dan tiga fraksi yang ingin merevisi.
"Ya kalau menurut saya untuk tidak mengubah itu bagian dari melaksanakan amat undang-undang, toh juga proses politik untuk terjadinya perubahan saat ini kecil, karena mayoritas fraksi sepakat untuk tidak mengubah," kata Karyono kepada Tribunnews.com, Kamis, (4/2/2021).
Baca juga: Pengamat: Kasus Pertama di Pilkada Indonesia, Kecolongan Orang Asing Jadi Kepala Daerah
Revisi Undang-undang pemilu berkaitan dengan Pelaksanaan Pilkada Serentak. Bila revisi dilakukan maka ada potensi normalisasi Pilkada menjadi 2022. Sementara bila tidak direvisi maka Pilkada tetap 2024.
Hanya saja menurut Karyono yang menarik dalam isu revisi Undang-undang Pemilu adalah asumsi-asumsi yang berkembang. Diantaranya yakni revisi UU Pemilu yang dikaitkan dengan pelaksanaan Pilpres.
Pelaksanaan Pilkada dianggap berpengaruh signifikan pada kontestasi Pilpres. Selain itu yakni tendensi bahwa pelaksanaan Pilkada 2024 itu memiliki muatan politik untuk menjegal sejumlah kepala daerah, salah satunya Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
"Asumsi itu perlu diuji, Anies bisa terbuka peluang atau terpental tergantung peta dinamika politik yang berkembang," katanya.
Karena menurut Karyono belum tentu ketika Pilkada digelar 2022 dapat menjamin kemenangan di Pilpres. Sepanjang sejarah Pemilu, menurutnya Kepala Daerah yang berhasil memenangi Pemilu Presiden, baru Jokowi.
"Jadi tidak bisa dijadikan dasar Anies akan bernasib sama dengan Jokowi, Anies harus berjuang keras, karena akan ada beberapa tokoh, yang tidak bisa juga dianggap enteng," katanya.
Baca juga: Konstruksi Berfikir di Balik Pro Kontra Pelaksanaan Pilkada
Karyono mengatakan bahwa calon yang memenangkan Pilkada tidak menjamin akan mendapatkan tingkat kepuasan masyarakat yang tinggi untuk berkontestasi di Pemilu selanjutnya. Karena ada beberapa kasus justru tingkat kepuasan masyrakat menjadi turun setelah menjabat kepala daerah.
Oleh karenanya menurut Karyono, pendukung Anies jangan merasa dijegal, bila Pilkada serentak digelar pada 2024. Karena menurutnya kemenangan Pilkada tidak menjamin kemenangan Pilpres, selain itu untuk memenangi Pilkada juga tidak mudah.
"Jangan sampai isu pilkada dijadikan narasi untuk menjegal di Pilpres, karena itu justru tidak berdasar dan lemah. Ini sedang dibangun sentimen publik seperti itu. Ini yang harus dipahami masyarkat," pungkasnya.