Doa 40 Hari Meninggalnya Politisi Senior Roy BB Janis: Sepak Terjangnya di Mata Kolega dan Keluarga
Roy BB Janis sosok yang dikenal selalu menghormati kawan, dan juga lawan politiknya. Tradisi dan sikap politiknya itu melekat pada dirinya hingga akhi
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, Jakarta - Musisi yang juga dikenal sebagai politisi, Erros Djarot menilai, Roy Binilang Bawatanusa Janis, (Roy BB Janis) adalah sosok yang dikenal selalu menghormati kawan, dan juga lawan politiknya. Tradisi dan sikap politiknya itu melekat pada dirinya hingga akhir hayatnya.
“Apalagi dengan tokoh yang senior, dia selalu menghormatinya. Inilah yang perlu digaris bawahi,” ungkap Erros ketika memberikan testimoni pada acara ‘Doa dan Kenangan Roy BB Janis’ dalam rangka 40 hari meninggalnya Roy BB Janis, yang diadakan via zoom pada Jumat (5/2/2021).
Lebih lanjut Erros mengungkapkan, dirinya pernah bersama-sama dengan Roy berjuang membangun demokrasi, pernah juga saling bersebrangan karena perbedaan pandangan, tetapi katanya, karena rasa persahabatan yang tinggi, maka dia dan Roy tetap saling berhubungan.
“Sampai Mas Roy berpulang, apa yang dititipkannya, saya masih ingat,” katanya.
Mengenai kendaraan politik yang sejak awal digunakan yakni Partai Demokrasi Indonesia (PDI), Erros mengatakan, “Jika melihat kiprah dan pemikiran Roy, saya menilai, dialah PDI yang genuine (asli),” ujar Erros sambil menambahkan dirinya menilai ada pencapaian yang luar biasa dalam keluarga melihat istri dan ketiga putrinya berbahagia dalam acara ini.
Seperti diketahui, politisi senior yang dihormati banyak kalangan ini, Roy BB Janis, meninggal pada 28 Desember 2020, dalam usia 63 tahun dan dimakamkan di Makam Keluarga di Solo.
Dalam acara doa ini, sejumlah tokoh, sahabat, dan keluarga besar hadir, diantaranya, Noviantika Nasution, Jacobus Mayong Padang, Abdul Khalik, Erros Djarot, Didik Supriyanto, Sonnyi Keraf, Adian Napitupulu, Ivanhoe Semen, Nasir Tamara, Prof Sam’un Jaja Raharja, dan Nia Syarifudin.
Sementara mantan Bendahara PDIP dan sahabat dekat Roy, Noviantika Nasution mengungkapkan kegembiraan sekaligus keharuan, bisa berjumpa dengan banyak sahabat di acara doa untuk Roy ini.
Novi, panggilan Noviantika ini menceritakan bahwa sejak 1988, ketika usianya masih 29 tahun, sudah bisa bergaul dengan Roy yang ketika itu sudah menjadi Anggota MPR dan pada 1993 sudah masuk pengurus DPP.
“Saya bisa dibilang partneran dengan Mas Roy. Kantor DPP PDIP Jalan Diponegoro 58 tak mungkin jadi tonggak demokrasi jika tak ada Mas Roy,” kata Novi.
Di bawah pimpinan Roy, PDIP memperoleh kursi di DPRD yang sangat besar yakni 33,3 persen. Ini pencapaian yang luar biasa.
Lepas dari urusan politik, Novi menilai, Roy adalah orang yang sayang pada keluarganya, seperti diungkapkan anak-anaknya.
Politisi PDIP yang pernah menjadi Anggota DPR, Jacobus Mayong Padang juga hadir dan memberikan testimoninya berupa pengalaman bersama Mas Roy yang diumpamakan naik kendaraan butut untuk mencapai suatu tujuan, setelah tercapai, kendaraan itu dimasukkan bengkel dan keluar, sudah bagus.
“Kendaraan butut itu adalah partai PDI/PDIP yang kemudian menjadi idola wong cilik di masa reformasi hingga kini. Sesungguhnya perjuangan itu butuh pengabdian terutama menghadapi masa-masa sulit,” katanya.
Mengenai sosok Roy, dengan tegas Jacobus menyatakan bahwa Roy Janis adalah figur pemimpin yang punya tanggungjawab dan kepemimpinan yang tegas.
Dia berani menentang keputusan DPP karena menurutnya keputusan itu harus dikoreksi.
“Itulah pemimpin, punya keberanian dan tanggungjawab,” katanya.
Keluarga Tetap Jadi Perhatian
Selain testimoni dari kolega temen partai, wartawan, dan sahabat, acara ini jadi sarana bagi keluarga untuk mengungkapkan sosok Roy sebagai kepala keluarga dan ayah yang mencintai anak-anaknya.
Sang Isteri, Jeni Janis mengawali acara dengan menceritakan bagaimana hubungan dia dengan sang suami hingga akhir hayat, lalu doa oleh ustadz Yusuf Daud.
Ketiga puteri beliau dan juga menantu mengungkapkan kesan-kesannya pada sang ayah tercinta.
Puteri pertama, Ratih Janis mengatakan, ayahnya merupakan sosok yang sangat demokratis didalam keluarga dan sangat menghargai pikiran anak-anaknya.
“Jadi, kita malah sering diskusi secara terbuka. Tapi karena ayah berasal dari Sulawesi dan pembawaannya agak tegas, kelihatan agak sangar, padahal dia sangat sayang pada kita,” kata Ratih yang sering diajak ‘blusukan’ mengikuti kegiatan politik ayahnya padahal ketika itu dia belum begitu paham.
Begitu juga puteri kedua, Kanti Janis yang menjadi moderator dalam acara zoom ini mengatakan, ayahnya juga sangat perhatian pada dirinya dan kakak-adiknya.
”Saya ambil S2 Program LLM, di Belanda selama 1,4 tahun dan dalam kurun waktu itu, ayah 5 kali menjenguk aku, satu kali sendirian. Ayah bersihkan rumah saya. Sampai sikat kamar mandi, buka saluran air mampet. Cabut rumput liar di pekarangan. Pakai tangan semua,” kenang Kanti.
Menurut Kanti, yang sekarang pengacara dan juga penulis buku ini, hubungan ayah dengan keluarga akrab sekali.
“Bisa diskusi apa saja, beda pendapat sampai nada tinggi itu hal biasa. Saya juga biasa curhat ke Ayah, termasuk kalau dapat surat cinta dari cowok dia ikut saya kasih lihat,”ungkap Kanti.
Selama ini anak-anak dan istri, ungkap Kanti selalu disterilkan dari dunia politiknya. Tapi hampir selama setahun sebelum stroke, Ayah jadi sering ajak saya urusan politik. Dampingi ke KPU, ikut diskusi-diskusi live, saat masuk TV, rapat dengan teman-temannya.
“Seolah saya sedang disiapkan,” katanya.
Sedangkan puteri bungsu Roy, Mega Janis merasa paling kurang paham kalau di rumahnya, ayahnya bicara politik. Tapi karena ayahnya banyak baca dan banyak tahu serta koleksi bukunya lengkap, maka ketika menanyakan banyak hal, terutama sejarah, ayahnya pasti tahu.
“Pernah mau ujian di kampus, saya menelpon ayah dulu bertanya banyak hal tentang sejarah, dan ayah tahu. Ini memudahkan aku menjawab soal,” kata Mega, yang alumnus Jurusan Ilmu Sejarah FSUI.(*)