Administrasi Kependudukan Buruk Berisiko Merusak Kesehatan Keluarga
Kegiatan edukasi dilaksanakan dengan jumlah peserta yang terbatas dan menerapkan protokol kesehatan pencegahan Covid-19.
Penulis: Eko Sutriyanto
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia (YAICI) menggelar edukasi tentang gizi anak ke masyarakat di Kelurahan Rawa Semut, Bekasi Timur, Rabu (27/1/2021).
Edukasi ini melibatkan,Koalisi Perlindungan Kesehatan Masyarakat (KOPMAS), Muhammadyah, PP Muslimat NU, HIMPAUDI serta komunitas ibu dan parenting.
"Edukasi dilakukan dalam bantuk penyuluhan langsung atau tatap muka dengan masyarakat khususnya ibu yang memiliki balita dan kader Posyandu," kata Arif Hidayat, Ketua Harian YAICI dalam keterangannya, Sabtu (7/2/2021).
Kegiatan edukasi dilaksanakan dengan jumlah peserta yang terbatas dan menerapkan protokol kesehatan pencegahan Covid-19.
Rawa Semut merupakan salah satu kawasan padat penduduk di Kota Bekasi yang banyak dihuni warga yang tinggal ngekos dan ngontrak karena lokasinya strategis, sekitar 1,5 km dari Terminal Bekasi Timur, dekat dengan stasiun Bekasi Timur serta pusat perbelanjaan.
Baca juga: 85 Persen Layanan Posyandu Turun di Masa Pandemi, IDI Sebut Kesehatan 25 Juta Balita Terancam
Hal ini menimbulkan persoalan baru, warga yang datang dan pergi dan administrasi penduduk yang tidak pasti.
Pelaksana edukasi dari KOPMAS untuk Rawa Semut, Marni R mengatakan, administrasi kependudukan yang acak-acakan turut mempengaruhi kesehatan keluarga di wilayah setempat.
Baca juga: Asupan Zat Gizi Penting untuk Menunjang Sistem Imun Berfungsi Secara Optimal
Sebab, dalam setiap program kesehatan untuk masyarakat, masyarakat yang disasar tentunya yang sudah terdata oleh RT/ RW.
“Sebagai contoh, pemberian bantuan-bantuan sosial dari pemerintah, biasanya masyarakat penerima akan dimintakan KTP setempat ataupun pendataan oleh RT/RW.
Tapi kebanyakan masyarakat kita, apalagi di kawasan padat penduduk dengan sebagian besar adalah pendatang seperti ini, mengabaikan soal administrasi kependudukan ini. Alhasil, yang seharusnya dibantu malah tidak mendapatkan haknya sama sekali,” jelas Marni.
Kendala pendataan masyarakat tersebut juga diakuiAdam, pembina Posyandu setempat.
“Kegiatan Posyandu disini cukup aktif. Bahkan setelah ada pandemi pun kader-kader Posyandu yang aktif melakukan kunjungan ke rumah-rumah warga, pemeriksaan tumbuh kembang anak dan pemberian makanan tambahan apabila ditemukan anak kurang gizi. Karena banyak yang ngontrak dan tidak lapor, jadi tidak semua balita tumbuh kembangnya terpantau oleh kader ,” jelas ibu Adam.
Tim KOPMAS juga melakukan kunjungan ke bebarapa rumah warga guna mengetahui bagaimana pemahaman masyarakat tentang gizi anak dan keluarga.
Dari kegiatan sosialisasi door to door ini, ditemukan masih banyak balita yang tidak mengikuti Posyandu dengan alasan tidak tahu dan tidak terdata.
“Yang tinggal di kontrakan, rata-rata bekerja sebagai buruh harian dan ibu rumah tangga mereka tidak ke Posyandu. Pengetahuan mereka tentang gizi anak juga rendah, terbiasa mengkonsumsi makanan instan dan tidak tahu apa yang baik dan tidak baik dikonsumsi oleh anak terutama balita,” jelas Marni.
Dalam pelaksanaan edukasi di Rawa Semut, KOPMAS menemukan anak-anak usia 1 – 4 tahun mengkonsumsi kental manis sebagai minuman 2-3 kali sehari.
Orang tua memberikan anak kental manis dengan alasan atas anak lebih suka minum kental manis dibanding susu jenis lain.
Bahkan seorang ibu yang memiliki anak usia 3 tahun mengaku memberikan anak kental manis karena beranggapan susu jenis lain (susu bubuk dan susu UHT) memiliki pengawet.