Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

KPU Usul Pilkada Serentak Diundur Setelah Pemilu, Masa Jabatan Kepala Daerah Diperpanjang

Komisioner KPU RI Hasyim Asyari mengusulkan Pilkada Serentak selanjutnya digelar tahun 2026.

Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Hasanudin Aco
zoom-in KPU Usul Pilkada Serentak Diundur Setelah Pemilu, Masa Jabatan Kepala Daerah Diperpanjang
Tribunnews/Jeprima
Mantan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Arief Budiman (tengah) berjalan meninggalkan ruangan didampingi Anggota Komisioner KPU, I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi (kiri) dan Hasyim Asyari usai memberikan keterangan pers terkait putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) di Gedung KPU, Jalan Imam Bonjol, Jakarta Pusat, Jumat (15/1/2021). Konferensi pers tersebut digelar untuk menindaklanjuti keputusan DKPP terkait pemberhentian Arief Budiman sebagai Ketua KPU. Terkait keputusan DKPP itu, KPU meminta jajaran di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota untuk tetap bekerja seperti biasa. Tribunnews/Jeprima 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisioner KPU RI Hasyim Asyari mengusulkan Pilkada Serentak selanjutnya digelar tahun 2026.

Ia juga mengusulkan memperpanjang masa jabatan kepala daerah sampai pelaksanaan Pilkada Serentak di tahun 2026.

Jika masa jabatan kepala daerah yang mau habis masa jabatannya bisa diperpanjang, maka posisi kepemimpinan daerah tidak perlu lagi diisi Penjabat atau Pelaksana tugas (Plt) untuk durasi waktu yang lama.

Hasyim mengusulkan demikian agar terjadi penataan secara serentak desain pemilu Indonesia.

Usulan ini juga dinilai sebagai bentuk win-win solution.

"Dalam rangka penataan desain keserentakan pemilu, usulan saya pemilu serentak daerah tahun 2026," kata Hasyim dalam keterangannya, Sabtu (6/2/2021).

Baca juga: Bertemu Prabowo, Anies Diduga Lobi Gerindra untuk Dukungan di Pilkada DKI

Baca juga: Indonesia Diprediksi Bebas Covid Lebih dari 10 tahun, Lebih Lama dari Rerata Dunia, Ini Alasannya

"Desain keserentakan pemilu daerah serentak 2026 sebagai bentuk win-win solution, membuat happy dan nyaman banyak pihak. Dengan perpanjangan masa jabatan sampai dengan 2026, serta tidak perlu menyediakan Penjabat atau Plt kepala daerah untuk durasi waktu yang panjang," ucapnya.

Berita Rekomendasi

Sehingga, kepala daerah hasil Pilkada 2017, 2018 dan 2020 yang jabatannya habis 5 tahun berikutnya, masa jabatan mereka bisa diperpanjang sampai dilantiknya kepala daerah hasil Pilkada Serentak 2026.

Selain Pilkada Serentak, Hasyim juga usul pemilu legislatif daerah juga digelar pada tahun 2026 atau tahun yang sama seperti pemilihan kepala daerah.

Menurutnya Pilkada Serentak selama ini belum bisa menata kelembagaan pemerintah daerah.

Mengingat masa jabatan setiap kepala daerah beragam, dan periodisasi jabatannya juga berbeda dengan masa jabatan anggota DPRD.

Baca juga: Anies Baswedan Bertemu Prabowo Subianto Pekan Lalu, Tak Ada Pembicaraan Soal Pilkada DKI Jakarta

Padahal kata Hasyim, tujuan pemilu adalah membentuk relasi pemerintahan antara eksekutif dan legislatif.

Sehingga semestinya pemilihan kepala daerah juga disamakan dengan pemilihan para legislator DPRD.

"Desain pemilu daerah serentak 2026 juga dalam rangka penataan keserentakan masa jabatan 5 tahunan kepala daerah dan anggota DPRD," jelas Hasyim.

Pentingnya UU Pemilu

Peneliti Perkumpulan Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadhanil menyoroti perubahan sikap partai politik (parpol) yang tidak ingin pembahasan revisi UU Pemilu dilanjutkan.

Fadli merasa heran jika alasan menghentikan pembahasan itu adalah kerangka hukum kepemiluan tidak perlu diubah setiap menjelang penyelenggaraan pemilu.

Padahal, awalnya revisi UU Pemilu itu merupakan inisiatif dari para politisi di Parlemen.

Hal itu disampaikannya dalam diskusi virtual bertajuk 'Maju Mundur Revisi Undang-Undang Pemilu', Minggu (7/2/2021).

Baca juga: KPU Usul Pilkada Serentak Diundur Setelah Pemilu, Masa Jabatan Kepala Daerah Diperpanjang

"Jadi menurut saya ini patut dipertanyakaan dan menjadi sangat aneh ketika baik partai politik atau pemerintah merasa tidak perlu melakukan revisi Undang-Undang Pemilu saat ini," kata Fadli.

"Apalagi menggunakam pendekatan dan alasan krrangka kepemiluan tidak perlu untuk diperbaharui dalam setiap satu kali dalam lima tahun atau setiap menjelang penyelengaraan pemilu," imbuhnya.

Fadli mencoba menjelaskan latar belakang revisi UU Pemilu menjadi inisiatif DPR.

Baca juga: Surya Paloh Instruksikan NasDem Hentikan Pembahasan Revisi UU Pemilu, Dukung Pilkada Serentak 2024

Satu di antara alasan utama munculnya gagasan memperbaiki kerangka hukum kepemiluan ternyata dengan desain pemilu serentak 5 kotak seperti di pemilu 2019, ada banyak persoalan yang dihadapi baik oleh penyelenggara, peserta pemilu termasuk pemilih.

Karena ada 3 aktor kunci dalam proses pemilu itu menghadapi tantangan yang tidak mudah.

Serta ada persoalan krusial yang muncul mulai penyelenggara misalnya memamejemen pemilu 5 kotak yang sangat berat bagi Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS).

"Atas dasar kesadaran itu di awal 2020 muncul inisiatif menyusun kerangka hukum kepemiluan yang diinisias Komisi 2 DPR," ucapnya.

Baca juga: Enggan Ikut Campur Urusan Internal Demokrat, Gerindra: Urusan Pemilu 2024, Belanda Masih Jauh

"Kesadaran terhadap adanya persoalan pemilu serentak seperti tahun 2019 kemudian yang menjadi dasarr pemikiran utama kenapa penting untuk memperbaharui kerangaka hukum kepemiluan kita," pungkasnya.

Diketahui, saat ini DPR tengah menggodok revisi UU Pemilu.

Dalam prosesnya, isu yang menguat dalam revisi UU Pemilu yakni adanya pengaturan ulang (normalisasi) jadwal Pilkada di 2022 dan 2023.

Selain itu, isu mengenai ambang batas parlemen dan ambang batas pencalonan presiden juga masih menuai polemik.

 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas