Hakim Vonis Pinangki 10 Tahun Bui karena Anggap Tuntutan Jaksa Terlalu Rendah
Hakim Ketua Ignatius Eko Purwanto lebih dulu menjelaskan pandangan majelis terhadap tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) kepada Pinangki.
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan vonis 10 tahun penjara kepada Pinangki Sirna Malasari, Terdakwa kasus suap pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) untuk Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra.
Sebelum membacakan vonis, Hakim Ketua Ignatius Eko Purwanto lebih dulu menjelaskan pandangan majelis terhadap tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) kepada Pinangki.
Dalam surat tuntutannya, jaksa menuntut Pinangki 4 tahun bui. Menurut hakim, tuntutan tersebut terlalu rendah lantaran hukuman bagi Pinangki bersifat preventif dan korektif, bukan pemberian nestapa terhadap terdakwa.
Baca juga: Jaksa Pinangki Divonis 10 Tahun Penjara, Terbukti Terima Suap dari Djoko Tjandra
"Mengingat tujuan dari pemidanaan bukanlah pemberian nestapa bagi pelaku tindak pidana, melainkan bersifat preventif, edukatif, dan korektif maka tuntutan yang dimohonkan penuntut umum dipandang terlalu rendah," kata Eko Purwanto di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (8/2/2021).
Hakim yang memutus 10 tahun penjara bagi Pinangki dipandang layak dan adil. Sebab vonis tersebut sesuai kadar kesalahan Terdakwa, dan tak bertentangan dengan rasa keadilan masyarakat.
Apalagi, hakim menilai selama persidangan, eks Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi 2 pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Bidang Pembinaan Kejaksaan Agung itu tak mengakui perbuatannya hingga menutup-nutupi keterlibatan pihak-pihak lain.
Dalam kesaksian di persidangan Pinangki juga dianggap memberi keterangan berbelit. Dia juga menikmati hasil kejahatannya.
"Perbuatan terdakwa tidak mendukung pemerintah dalam rangka penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme," tegas hakim.
Baca juga: BREAKING NEWS: Jaksa Pinangki Sirna Malasari Divonis 10 Tahun Penjara Terkait Suap Djoko Tjandra
Pinangki Sirna Malasari dijatuhi vonis 10 tahun penjara dan denda Rp600 juta subsider 6 bulan kurungan, atas kasus suap pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) untuk terpidana kasus hak tagih (cessie) Bank Bali Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra.
Hakim menyatakan Pinangki terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi dalam kasus tersebut.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Pinangki Sirna Malasari dengan pidana penjara selama 10 tahun penjara dikurangi masa tahanan. Dan menjatuhkan pidana denda sebesar Rp600 juta subsider 6 bulan," kata Ketua Majelis Hakim Ignatius Eko Purwanto di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (8/2/2021) petang.
Dalam menjatuhkan vonis, Majelis Hakim mempertimbangkan hal - hal yang memberatkan yakni Pinangki adalah seorang aparat penegak hukum, menutupi keterkaitan pihak lain dalam perkara serupa, serta memberi keterangan berbelit.
"Dan tidak mengakui kesalahannya dan menikmati hasil kejahatannya," kata Eko.
Sedangkan hal yang meringankan, Mantan Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi II Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan di Kejaksaan Agung itu belum pernah dihukum dan merupakan tulang punggung keluarga, serta memiliki anak berusia 4 tahun.
"Terdakwa memiliki anak berusia 4 tahun," ungkapnya.
Vonis Pinangki Lebih Berat dari Tuntutan Jaksa
Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Pinangki Sirna Malasari dengan pidana 4 tahun penjara dan denda sebesar Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan.
Jaksa meyakini Pinangki terbukti bersalah menerima janji suap sebanyak 1 juta dolar AS dari Djoko Tjandra.
Uang itu dimaksudkan untuk membantu pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) melalui Kejaksaan Agung agar pidana penjara yang dijatuhkan ke Djoko Tjandra atas kasus hak tagih Bank Bali selama 2 tahun penjara tidak dapat dieksekusi.
Dari jumlah itu, Pinangki telah lebih dulu menerima uang muka sebesar 500 ribu dolar AS.
Tak hanya itu, jaksa juga meyakini Pinangki melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dari suap yang diberikan Djoko Tjandra, dalam upaya menyembunyikan uang haram tersebut.
Ia membelanjakan uang tersebut di antaranya untuk membeli 1 unit mobil BMW X5 warna biru seharga Rp1.753.836.050 (Rp1,7 miliar); pembayaran apartemen di Amerika Serikat Rp412.705.554 (Rp412,7 juta); dan pembayaran dokter kecantikan di Amerika Serikat Rp419.430.000 (Rp419 juta).
Pinangki juga disebut terbukti melakukan pemufakatan jahat bersama Andi Irfan Jaya dan Djoko Tjandra dalam pengurusan fatwa MA itu. Mereka menjanjikan uang 10 juta dolar AS kepada pejabat di lembaga Kejaksaan Agung dan Mahkamah Agung.
Atas perbuatannya, Pinangki didakwa melanggar Pasal 5 ayat 2 juncto Pasal 5 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi subsider Pasal 11 UU Tipikor.
Ia juga didakwa melanggar Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, serta didakwa terkait pemufakatan jahat pada Pasal 15 jo Pasal 5 ayat 1 huruf a UU Tipikor subsider Pasal 15 jo Pasal 13 UU Tipikor.