Pengamat : Kalau Bukan Perintah Jokowi, NasDem dan Golkar Tak Balik Badan Soal RUU Pemilu
Pengamat sebut ada ada peran Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait sikap balik badan Partai NasDem dan Golkar dalam menyikapi RUU Pemilu.
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat politik Universitas Al Azhar Indonesia Ujang Komaruddin menyebut ada peran Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait sikap balik badan Partai NasDem dan Golkar dalam menyikapi RUU Pemilu.
Awalnya, NasDem dan Golkar mendukung RUU Pemilu yang satu di antaranya mengatur Pilkada 2022 dan 2023 tetap dilaksanakan, tetapi kini mendukung Pilkada serentak 2024.
"Jika bukan perintah Jokowi, mereka tak akan manut dan ikut. Karena perintah, ya suka tak suka, senang tak senang harus ikut," ujar Ujang saat dihubungi, Jumat (8/2/2021).
Baca juga: Peneliti LIPI: Pemilu Diselenggarakan Borongan di 2024 Itu Nggak Realistis
Menurutnya, sikap balik badan atau awalnya menolak Pilkada 2024 dan kini mendukung, merupakan hal yang biasa dalam dunia politik.
"Soal balik badan itu soal fatsun politik, karena mereka (NasDem dan Golkar) merupakan bagian dari koalisi pemerintahan pendukung Jokowi-Ma'ruf Amin," tutur Ujang.
"Jika partai koalisi pemerintah tersebut mendukung merevisi UU Pemilu, lalu apa kata dunia," sambungnya.
Ia menyebut, konsekuensi partai politik berkoalisi dengan pemerintah, yaitu ikut dan manut dengan keputusan Presiden, tanpa berbeda pandangan.
Apalagi, Presiden Jokowi telah memanggil pimpinan partai koalisi agar satu suara tidak ada revisi RUU Pemilu.
"Jika mereka merevisi, itu artinya partai dikoalisi pemerintah main masing-masing. Makanya Jokowi meminta mereka untuk tak merevisi UU Pemilu," papar Ujang.
Baca juga: Partai Koalisi Pemerintah dan PAN Kompak Dukung Pilkada 2024, PKS dan Demokrat Tak Sepakat
Diketahui, RUU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu masuk dalam program legislasi nasional (Prolegnas) prioritas 2021 yang akan dibahas DPR.
RUU tersebut menggabungkan UU Pemilu Nomor 7 tahun 2017 dan UU Pilkada Nomor 10 tahun 2016.
Naskah revisi UU pemilu satu di antaranya mengatur pelaksanaan Pilkada pada 2022 dan 2023.
DKI Jakarta turut menjadi daerah yang menggelar Pilkada tersebut.
Dalam UU Pemilu sebelumnya, Pilkada serentak di seluruh provinsi, kabupaten dan kota digelar pada 2024 bersamaan dengan pemilihan anggota DPR, DPRD, DPD dan presiden.
Tujuh fraksi di DPR mendukung Pilkada serentak 2024 yaitu PDIP, PKB, Gerindra, PPP, Golkar, NasDem, dan PAN.
Sementara, PKS dan Demokrat menginginkan Pilkada 2022-2023 tetap dilaksanakan.