Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Cerita Profesi Jurnalis Antar Mustolih Siradj Jadi Advokat Publik

Menyambut Hari Pers Nasional, berikut cerita Mustolih Sirodj yang kini menekuni profesi advokat setelah sebelumnya menjalani liku-liku profesi jurnali

Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
zoom-in Cerita Profesi Jurnalis Antar Mustolih Siradj Jadi Advokat Publik
HO/Istimewa
Mustolih Sirodj. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi

TRIBUNNES.COM, JAKARTA - Profesi jurnalis tak bisa dipisahkan dari bidang lain.

Tak jarang profesi ini mengantarkan seseorang pada profesi lainnya.

Satu di antaranya dilalui Mustolih Sirodj yang kini telah menjalani profesi advokat selama 10 tahun sesudah sebelumnya menjadi jurnalis.

Namanya mencuat ke publik saat mengungkap soal transparansi donasi atau sumbangan masyarakat yang diminta jaringan raksasa minimarket pada beberapa waktu lalu.

Baca juga: Jokowi Bebaskan Pajak Penghasilan Wartawan hingga Juni 2021

Saat itu dia meminta agar perusahaan minimarket transparan terhadap donasi atau sumbangan masyarakat.

Selain itu, dia juga menjadi satu di antara advokat yang pernah membongkar praktik beberapa oknum perusahaan travel umrah yang menipu ratusan ribu calon jemaahnya yang beberapa tahun lalu.

Berita Rekomendasi

Menyambut Hari Pers Nasional, berikut cerita Mustolih Sirodj yang kini menekuni profesi advokat setelah sebelumnya menjalani liku-liku profesi sebagai jurnalis.

Baca juga: Agum Gumelar Dukung Pemberian Vaksin pada Wartawan yang Bertugas di Garda Depan

Alasan Beralih dari Jurnalis Menjadi Advokat

Sarjana Perbandingan Hukum, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta itu merintis karier mulai dari nol. 

Profesi sebagai advokat bukan pekerjaan pertama yang dilakukan Mustolih Sirodj setelah lulus sarjana.

Dia sempat meniti karier sebagai seorang jurnalis. Profesi sebagai jurnalis dijalani sekitar 8 tahun.

“Saya tertarik ke profesi advokat ketika menjadi wartawan. Saya melihat advokat publik keren sekali,” kata Mustolih, kepada Tribunnews.com, ditemui di Depok, pada Sabtu (6/2/2021).

Baca juga: Wakil Ketua MPR RI: Selamat Hari Pers Nasional Kepada Seluruh Insan Pers di Indonesia

Sama-sama profesi mulia, dia menilai advokat mampu langsung menjadi jalan untuk membela kepentingan masyarakat yang dinilai tertindas.

Sewaktu menjadi jurnalis, dia mengaku hanya dapat menuliskan apa yang dilihat.

Hal ini berbeda dari advokat, di mana advokat dapat melakukan proses advokasi kepada masyarakat yang bermasalah secara hukum.

“Wartawan ketika melihat ketimpangan, ketidakadilan paling banter menulis. Setelah itu kan tidak bisa langsung melibatkan diri bertarung melakukan advokasi. Saya tidak puas,” ujarnya.

Akhirnya pada 2009, Mustolih Sirodj memutuskan untuk mengambil Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA). Dia menjalani pelatihan dan pendidikan PKPA yang diselenggarakan Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi).

Lambat laun, dia memutuskan meninggalkan profesi jurnalis. Pengalaman sebagai jurnalis mendukung kerja sebagai advokat.

“Saya diam-diam meluangkan waktu ikut pendidikan advokat. Lambat laun saya ikut ujian, lulus, magang diam-diam. Kalau tidak ada liputan, saya minta (senior,-red) nimbrung kasus-kasus biasa. Tetapi ini menarik,” tuturnya.

Pernah Diusir dari Ruang Sidang

Pada awal meniti karier sebagai advokat, hati Mustolih Sirodj bergejolak.

Sebab, dia harus memutuskan untuk keluar dari zona nyaman.

Bukan perkara mudah, karena ketika itu, Mustolih Sirodj sudah berkeluarga dan mempunyai anak satu.

Dia merasa beruntung karena pada saat keluar dari zona nyaman, sudah mempunyai modal yaitu kartu tanda advokat (KTA) dan pendidikan Master Hukum Bisnis, Fakultas Hukum Universitas Tarumanegara, Jakarta.

“Saya melepaskan profesi wartawan. Tentu berat, karena harus diakui status bapak beranak satu. Tidak menampik ada kebutuhan rutin. Setelah ditimbang, saya bulatkan harus keluar dari comfort zone,” kata dia.

Masa adaptasi merupakan sesuatu yang sulit dijalani. Hal itu pun berlaku bagi Mustolih Sirodj. Ada suatu momen ketika dia hendak keluar dari profesi yang baru dijalani tersebut.

Momen tersebut ketika Mustolih Sirodj diminta oleh majelis hakim untuk keluar dari ruang sidang di Pengadilan Negeri Cibinong.

“Ada salah satu majelis hakim kasus pidana, ketika sidang perdana saya dipersoalkan majelis hakim. Waktu itu belum disumpah, baru pegang kartu sementara. "Mana kartu advokat dan bukti saudara disumpah saudara?" Saya dipaksa untuk melepas toga di depan klien, tapi Saya menolak dan berdebat dengan hakim,” kenangnya.

Di kesempatan itu, dia merasa benar karena sudah mengantongi kartu izin advokat sementara.

Dia sempat berargumen dengan seorang anggota majelis hakim.

Namun, karena majelis hakim memegang kekuasaan penuh di pengadilan, akhirnya dia tidak melanjutkan perdebatan.“Saya hampir mundur jadi advokat, tidak lama dari itu akhirnya boleh beracara, tetapi pasif. Boleh hadir, tetapi tidak boleh menggali, tidak boleh bertanya, boleh mendengar dan menyaksikan. Seperti penonton pada umumnya,” kata dia.

Bahkan, dia sempat berucap “Ah, malas menjadi pengacara,”.

Dukungan keluarga menjadi motivasi bagi Mustolih Sirodj untuk meniti karier sebagai advokat. Setelah lulus ujian sebagai advokat pada 2009, akhirnya dia dilantik pada 14 April 2014.

Gejolak di internal organisasi advokat membuat pelantikannya terganggu.

“Saya direstui keluarga khususnya istri keluar dari profesi wartawan dan ternyata sebulan saya dapat kontrak kerja,” ujarnya.

Integritas Modal Advokat

Waktu berlalu. Mustolih Sirodj hampir selama 10 tahun menjalani profesi sebagai advokat. Tercatat sejumlah kasus pernah ditangani mulai dari pidana, perdata, dan perdata bisnis.

Sampai saat ini, dia mengaku masih melakukan pengembaraan sebagai seorang advokat.

“Kalau ditanya apa spesialisasi? Saya masih melakukan pengembaraan. Kita latar belakang wartawan semua isu dilihat juga, karena satu kasus dengan kasus lain berhubungan,” kata dia.

Sejauh ini, dia tidak memilih-milih kasus. Bahkan, dia bersedia untuk menjadi advokat tanpa dibayar sepeser pun.

Dia mengibaratkan seorang klien sebagai seseorang yang telah menyerahkan kepercayaan kepada advokat untuk meminta bantuan.

“Ketika orang datang meminta advokasi, ketika persoalan di pengadilan orang itu percaya dengan kita. Sampai nasib dipercayakan kepada kita,” tuturnya.

Dia membeberkan kunci sukses sebagai seorang advokat di tengah persaingan.

“Jadi, karena advokat itu profesi jasa. Maka mesti menyuguhkan hal berbeda. Jualan advokat ini jualannya integritas. Orang percaya ketika integritas sudah teruji. Dengan sendirinya jalan,” tambahnya.

Kini selain menjadi advokat, dia juga mengajar di almamaternya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas