Demokrat: Moeldoko Janjikan Para Kader Uang Senilai Rp 100 Juta untuk Muluskan Jalan Jadi Ketua Umum
Demokrat menilai ada perbedaan besar antara ngopi-ngopi dengan Moeldoko dan Luhut. Moeldoko janjikan uang.
Penulis: Inza Maliana
Editor: Muhammad Renald Shiftanto
TRIBUNNEWS.COM - Kepala Badan Komunikasi Strategis Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra turut menanggapi isu kudeta yang menyeret nama Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko.
Terlebih, terkait pernyataan Moeldoko yang membawa nama Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Invesitasi Luhut Pandjaitan dalam isu kudeta di Partai Demokrat.
"Sebaiknya Bapak KSP Moeldoko tidak membawa-bawa nama Bapak Menko Luhut BP dalam pertemuan Bapak KSP Moeldoko dengan kader-kader Partai Demokrat," kata Herzaky dalam keterangan tertulis, Senin (8/2/2021).
Menurutnya, ada perbedaan besar antara ajakan Moeldoko dengan ajakan Luhut dalam pertemuan dengan para kader Demokrat.
Baca juga: Sejak Isu Kudeta, Popularitas AHY dan Partai Demokrat Meningkat, Pengamat: Populer Saja Tak Cukup
Baca juga: 2 Anak Presiden Ini Beda Nasib di Pilkada, AHY Sibuk Urusi Kudeta dan Gibran Fokus Jadi Wali Kota
Herzaky mengatakan, pertemuan kader Demokrat dan Luhut didasari atas keinginan sendiri dan kedua belah pihak memang sudah mengenal.
Sementara, kader-kader yang bertemu Moeldoko tidak mengenal Moeldoko sebelumnya.
Bahkan, Moeldoko sampai memfasilitasi ke Jakarta karena para kader dijanjikan akan mendapat bantuan pascabencana.
Herzaky juga menuturkan, dalam pertemuan itu, Moeldoko menjanjikan yang senilai Rp 100 juta rupiah.
Diduga, uang tersebut digunakan untuk memuluskan jalan Moeldoko menjadi Ketua Umum Partai Demokrat.
"Dalam pertemuan dengan Moeldoko, ada janji money politics sebesar 100 juta rupiah."
"Kika para pemilik suara dari Partai Demokrat menyetujui KLB dan mengganti ketua umumnya dengan Moeldoko," kata Herzaky, dikutip dari Kompas.com.
Sementara, dalam pertemuan dengan kadernya, Luhut tidak menjanjikan politik uang seperti Moeldoko.
Lebih lanjut, Herzaky mengatakan, dalam pertemuan kader senior Demokrat dengan Luhut, tidak ada ajakan kepada para pemilik suara.
Baca juga: Andi Mallarangeng: Kalau Moeldoko Mau Didukung jadi Capres 2024 Datang Baik-baik ke SBY
Serta tidak didahului usaha menelepon dan meminta bertemu dengan para ketua DPC dan DPD.
Namun, para kader yang diundang Moeldoko mengaku tak tahu bakal bertemu dengannya saat diundang ke Jakarta.
"Sedangkan pertemuan kader Demokrat dengan Moeldoko, didahului oleh usaha terstruktur dan sistematis."
"Mengontak para pemilik suara sah (ketua-ketua DPD dan ketua-ketua DPC) dari berbagai pelosok Indonesia, untuk bertemu di Jakarta," ujar Herzaky.
Ia juga menyebut Moeldoko mencatut nama-nama menteri, pejabat pemerintah, bahkan nama presiden yang disebut sudah mendukung rencana kongres luar biasa (KLB) dan pencapresan Moeldoko di 2024.
Sementara, dalam pertemuan dengan Luhut, tidak ada pencatutan nama presiden dan pejabat negara lainnya.
Untuk itu, Herzaky menilai pertemuan dengan Moeldoko menunjukkan adanya gerakan pengambilalihan kepemimpinan Partai Demokrat.
Sedangkan pertemuan dengan Luhut dinilai masih bisa dikategorikan dengan "ngopi-ngopi" biasa.
Baca juga: Relawan Buruh for Jokowi Minta Jangan Seret Presiden dalam Dugaan Kudeta Partai Demokrat
Baca juga: 2 Anak Presiden Ini Beda Nasib di Pilkada, AHY Sibuk Urusi Kudeta dan Gibran Fokus Jadi Wali Kota
Seperti diketahui, Moeldoko mengungkapkan Luhut pernah didatangi oleh sekelompok orang yang sama yang bertemu dengannya.
Namun, Moeldoko tidak mengungkapkan siapa saja orang-orang tersebut.
Dia hanya menyebut, orang-orang tersebut menceritakan tentang persoalan Partai Demokrat.
"Pak LBP (Luhut) juga pernah cerita kepada saya, Saya juga pernah didatangi oleh mereka-mereka. Ya saya juga sama," ujar Moeldoko menirukan ucapan Luhut saat memberikan keterangan pers pada Rabu (3/2/2021) lalu.
Ia juga membantah telah mengundang para kader Partai Demokrat dengan menjanjikan uang.
Ia menilai anggapan tersebut benar-benar berlebihan.
"Saya ngundang pake duit? Wong saya mau ikut sedikit menyejahterakan anggota yang di Kantor Staf Presiden saja enggak bisa."
"Ini ngidupin orang luar, yang enggak-enggak saja. Jangan berlebihan lah," lanjut Moeldoko.
Moeldoko Disarankan Datang Baik-baik ke SBY
Sebelumnya diberitakan, Sekretaris Majelis Tinggi DPP Partai Demokrat Andi Mallarangeng menentang keras upaya Kepala Staf Kepresidenan Indonesia Moeldoko yang ingin mendongkel kepemimpinan Ketua Umum Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
Andi menegaskan, Moeldoko tidak akan bisa menjadi Ketua Umum di Partai Demokrat karena bukan anggota.
"Dia (Moeldoko) ingin menjadi ketua umum, tapi nggak bisa karena bukan kader."
"Ketua umum itu harus punya kartu anggota," kata Andi, dikutip dari kanal Youtube Radio Smart FM, Sabtu (6/2/2021).
Baca juga: Andi Mallarangeng Jawab Bantahan Moeldoko soal Ngopi dengan Para Kader: Sudah Kartu Merah, Harus Out
Baca juga: Info Jokowi Restui Moeldoko, KIB Nilai Informasi Itu Menyesatkan
Menurut informasi yang diperoleh Andi, Moeldoko ingin menunggangi Demokrat untuk melancarkan aksinya menjadi bakal calon presiden di Pilpres 2024 mendatang.
Namun, Andi menyebut upaya yang dilakukan oleh mantan Panglima TNI itu salah besar.
Seharusnya, lanjut Andi, Moeldoko bisa datang secara baik-baik kepada Susilo Bambang Yudhoyono tanpa perlu upaya kudeta.
"Kalau memang mau (didukung jadi Capres di Pilpres 2024) datang baik-baik ke Pak SBY."
"(Bilang) mau didukung untuk (Pilpres) 2024 kan begitu."
"Bahkan boleh datang ke partai mana saja minta didukung. Kalau melakukan begini (kudeta) kan pasti kita lawan," ungkap Andi.
Kendati tidak mungkin menjadi Ketua Umum, Andi menyebut kudeta yang dilakukan oleh Moeldoko tidak dibenarkan.
Baca juga: Bantah Dukung Moeldoko jadi Capres 2024, Politisi Nasdem: Dari List Siapa yang Pantas Belum Termasuk
Baca juga: Demokrat Sebut Moeldoko Klaim Didukung PKB, Daniel Johan: Ngaco
Sebab, kudeta itu merupakan bentuk peninggalan politik masa lalu yang seharusnya dikubur dalam-dalam.
"Persoalannya ini ada elemen kekuasaan, dia pikir dengan kekuasaan dan uang dia mau merecoki partai orang lain."
"Lalu terjadi pergolakan dan dia mau masuk ke situ, ini kan mekanisme orde baru dulu."
"Apakah kita mau kembali ke era seperti itu?" ungkap Andi.
(Tribunnews.com/Maliana, Kompas.com/Ardito Ramadhan)