MK Lanjutkan Perkara Sengketa Pilkada Kalsel ke Acara Pembuktian
Profesor Hukum dari Universitas Gadjah Mada tersebut menegaskan, sejak awal pihaknya sangat optimis dengan gugatannya.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sengketa Perselisihan Hasil Pilkada Kalimantan Selatan di Mahkamah Konstitusi (MK) dipastikan berlanjut.
Ini setelah panel MK yang mengadili perkara gugatan pasangan H Denny Indrayana-Difriadi Darjat atas keputusan KPUD Kalimantan Selatan, tidak ada putusan sela.
“Tidak ada putusan sela, maka otomatis perkara akan berlanjut ke acara pembuktian,” kata Denny Indrayana ketika dihubungi wartawan, Senin (15/2/2020).
Profesor Hukum dari Universitas Gadjah Mada tersebut menegaskan, sejak awal pihaknya sangat optimis dengan gugatannya.
“Sejak awal kami memang optimis, kami selalu berkeyakinan gugatan kami akan dimenangkan," ujarnya.
Baca juga: Dukung Presisi, Polda Kalsel Sosialisasikan Program Kapolri ke Seluruh Satuan Kerja
Dikatakan Denny, berlanjutnya sengketa Pilgub Kalsel tersebut membuktikan dalil-dalil yang disajikan dalam permohonan sangat kuat dan layak diperiksa oleh Mahkamah Konstitusi.
“Sebaliknya, tidak adanya putusan sela membuktikan eksepsi yang diajukan oleh KPU, Bawaslu, dan serta pihak terkait, yaitu Pasangan Sahbirib Noor-Muhiddin tidak memiliki bobot argumentasi yang baik,” tegasnya.
Disebutkan, pihaknya sudah memprediksi dalil-dalil yang dikemukakan termohon, baik KPUD Kalsel, Bawaslu, dan Paslon Sahbirin-Muhiddin yang tidak akan menjawab banyaknya kecurangan yang terjadi di Pilgub Kalsel.
Padahal, imbuh dia, naskah jawaban seharusnya bersifat bantahan atas dalil permohonan, namun yang disajikan mereka justru seakan lari dari dalil kecurangan yang dituduhkan.
“Dalil permohonan sangat jelas, yakni adanya pelanggaran administrasi yang diatur dalam Pasal 71 ayat (3) UU Pilkada, Petahana dilarang menggunakan kewenangan, program, dan kegiatan yang menguntungkan dirinya dalam rentang waktu 6 (enam) bulan sebelum ditetapkan sebagai pasangan calon, yaitu sejak 23 Maret 2020 sampai penetapan calon terpilih," urai Pakar Hukum Tata Negara ini.
Disebutkan, fakta-fakta yang membuktikan bahwa petahana melanggar Pasal 71 ayat (3) tak bisa dibantah lagi.
Namun yang paling ironis, sambung dia, kuasa Hukum Paslon Sahbirin Noor-Muhiddin justru fokus meminta MK tidak memeriksa dalil-dalil tersebut dengan alasan bukan kewenangan Mahkamah Konstitusi.
“Ini kan semacam gambaran, mereka sadar kalau MK memeriksa dalil tersebut," ujarnya.
Lebih lanjut disampaikan, pihaknya juga membaca adanya ketakutan dari kuasa hukum Sahbirin-Muhiddin dalam menghadapi persidangan di MK dari gimmick yang dilontarkan.
Yaitu, dengan melontarkan komentar di media yang bersifat argumentum ad hominem, yakni menyerang pribadi Denny Indrayana.
“Mereka memyebut ikhtiar mengajukan permohonan ke Mahkamah Konstitusi dinyatakan sebagai upaya Denny Indrayana mencari-cari kesalahan, ambisi berkuasa, tidak terima kekalahan, mengadu domba MK dan Bawaslu, hingga pengulangan “kaset rusak” yang membuat risih pendengar.
“Ini bukan upaya mencari-cari kesalahan, namun ikhtiar untuk menegakkan kepastian hukum yang dijamin dalam Konstitusi. Bahwa pelanggaran Pasal 71 ayat (3) sangat jelas terjadi, hanya saja Bawaslu Kalsel dan Bawaslu RI yang berwenang melakukan penegakkan hukum, tidak menjalankan tugasnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dikhawatirkan dibawah tekanan sehingga putusannya tidak logis. Bagaimana mungkin hasil analisa menyatakan seluruh unsur pelanggaran terpenuhi, namun rekomendasinya justru menghentikan laporan. Inilah yang sedang terus kami perjuangkan,” pungkasnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.