Legislator NasDem : Direksi Harus Bertanggung Jawab Terkait Dugaan Korupsi di BPJS Ketenagakerjaan
Ketua Komisi IX DPR mengatakan direksi BPJS Ketenagakerjaan harus bertanggung jawab atas dugaan korupsi di BPJS Ketenagakerjaan.
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Komisi IX DPR RI Felly Estelita Runtuwene mengatakan direksi BPJS Ketenagakerjaan harus bertanggung jawab atas dugaan korupsi yang terjadi di BPJS Ketenagakerjaan.
"Sesuai dengan Pasal 38 UU No 24 Tahun 2011 tentang BPJS, direksi bertanggung jawab tanggung renteng atas kerugian finansial yang ditimbulkan atas kesalahan pengelolaan dana jaminan sosial," ujar Felly, ketika dihubungi Tribunnews.com, Selasa (16/2/2021).
Politikus NasDem itu mengatakan seharusnya BPJS Ketenagakerjaan menempatkan dana jaminan sosial dengan mempertimbangkan aspek likuiditas, solvabilitas, kehati-hatian, keamanan dana dan hasil yang memadai.
"Ini adalah prinsip investasi dana jaminan sosial sesuai Pasal 11 UU No. 24 Tahun 2011," kata dia.
Baca juga: Komisi IX DPR Penasaran, Apa yang Luput dari Pengawasannya di Dugaan Korupsi BPJS Ketenagakerjaan
Oleh karenanya, Felly menegaskan Komisi IX mendukung langkah penegakan hukum yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung.
"Kami mendukung penuh langkah penegakan hukum yang sedang dilakukan oleh Kejaksaan," pungkasnya.
Sebelumnya diberitakan, Kejaksaan Agung RI memperkirakan kerugian negara dugaan kasus tindak pidana korupsi dalam pengelolaan keuangan dan dana investasi BPJS Ketenagakerjaan mencapai Rp 20 triliun.
Angka itu dibukukan hanya dalam 3 tahun saja.
Demikian disampaikan oleh Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus) Febrie Adriansyah.
Hal itu sekaligus menjawab kemungkinan kasus BPJS Ketenagakerjaan hanya sebatas risiko bisnis.
"Kalau kerugian bisnis, apakah analisanya ketika di dalam investasi itu selemah itu sampai 3 tahun bisa merugi sampai Rp 20 triliun sekian. Sekalipun ini masih menurut dari orang keuangan masih potensi," kata Febrie di Kejaksaan Agung RI, Jakarta, Kamis (11/2/2021).
Baca juga: Dugaan Korupsi BPJS Ketenagakerjaan, KSPI : Sekecil Apapun Temuan Harus Dibawa ke Persidangan
Febrie juga menjawab kemungkinan kasus BPJS Ketenagakerjaan sebagai unrealized loss atau risiko bisnis.
Unrealized loss sendiri biasa digunakan dalam perdagangan di pasar saham.
Artinya, kondisi penurunan nilai aset investasi saham atau reksadana sebagai dampak dari fluktuasi pasar modal yang tidak bersifat statis.
Febrie menyampaikan kasus yang dialami BPJS Ketenagakerjaan hampir tidak mungkin dalam kondisi unrealized loss. Sebab, kerugian yang diterima perseroan mencapai Rp 20 triliun dalam 3 tahun saja.
"Nah sekarang saya tanya kembali dimana ada perusahaan-perusahaan lain yang bisa unrealized loss (Rp 20 triliun) dalam 3 tahun. Ada nggak seperti itu? saya ingin denger dulu," ungkap dia.
Kendati demikian, pihaknya masih menunggu laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait kerugian negara dalam kasus BPJS Ketenagakerjaan.
"BPK yang menentukan kerugian. Ini nanti kita pastikan kerugiannya ini. Karena perbuatan seseorang ini masuk ke kualifikasi pidana atau seperti yang dibilang tadi kerugian bisnis," tandas dia.
Baca juga: Jaksa KPK Tuntut Penyuap Mantan Anggota BPK 2 Tahun Penjara
Sebagai informasi, Kejaksaan Agung RI sebelumnya menduga adanya tindak pidana korupsi yang terjadi dalam tubuh PT Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) berkaitan dengan pengelolaan dana investasi.
Kapuspenkum Kejagung RI Leonard Eben Ezer Simanjuntak mengatakan bahwa kasus tersebut kini telah ditingkatkan menjadi penyidikan.
Penyidik menemukan dugaan pelanggaran pidana dalam urusan keuangan perusahaan pelat merah tersebut.
"Tim Jaksa Penyidik pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus mulai melakukan pemeriksaan terhadap pihak-pihak terkait sebagai saksi dalam dugaan Dugaan Perkara Tindak Pidana Korupsi pada Pengelolan Keuangan dan Dana Investasi oleh PT. Badan Pengelola Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan," kata Leonard dalam keterangan resmi, Selasa (19/1/2021).
Baca juga: Rabu Lusa, Buruh Akan Demo di Kantor BPJS Ketenagakerjaan
Kasus tersebut ditingkatkan menjadi penyidikan pada Januari 2021 ini.
Kasus tersebut ditangani oleh penyidik pada Jampidsus berdasarkan surat perintah penyidikan Nomor: Print-02/F.2/Fd.2/01/2021.
Penyidik saat ini tengah memeriksa sejumlah saksi untuk mendalami kasus tersebut.
Selain itu, sejumlah dokumen sudah sempat disita oleh Kejagung dalam penggeledahan kantor pusat BPJS Ketenagakerjaan di wilayah Jakarta, Senin (18/1) kemarin.
Namun demikian, belum ada tersangka dalam kasus tersebut.
Sebaliknya, pihaknya masih belum membeberkan secara detil duduk perkara kasus tersebut.
"Tim jaksa penyidik telah melakukan penggeledahan di kantor pusat BPJS Ketenagakerjaan di kawasan Jakarta Selatan dan menyita data serta dokumen," tukasnya.