Menkes Budi Gunadi Sadikin Beberkan Strategi Turunkan Positivity Rate Covid-19
Positivity rate merupakan salah satu indikator penting dalam penanganan pandemi.
Penulis: Rina Ayu Panca Rini
Editor: Willem Jonata
Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyampaikan penjelasan terkait positivity rate Covid-19.
Per Selasa (16/2/2021) angka positivity rate di Indonesia tertinggi mencapai 38,3 persen.
Dalam penjelasannya, positivity rate merupakan salah satu indikator penting dalam penanganan pandemi.
Positivity rate dihitung dengan membandingkan jumlah orang yang positif dengan jumlah orang yang diperiksa.
Budi mengatakan positivity rate yang naik di Tanah Air disebabkan adanya libur panjang.
Berkaca pada libur panjang seperti Natal dan Tahun baru maupun libur panjang tahun 2020, positivity rate selalu mengalami peningkatan.
Hal itu disebabkan, jumlah yang tes tidak banyak serta banyak laboratorium yang libur.
Baca juga: Menteri Kesehatan: Vaksinasi Covid-19 Pedagang Pasar Bertahap, Dimulai di 115 Pasar se-Jabodetabek
Sehingga banyak kasus positif maupun negatif tidak dilaporkan secara real-time.
"Khusus di hari libur jumlah yang dites itu turun akibatnya kasus terkonfirmasi juga turun dan positivity ratenya naik," ungkap Budi dalam konferensi pers virtual yang dikutip Tribunnews.com dari youtube Kementerian Kesehatan RI, Rabu (17/2/2021).
Mantan Wamen BUMN ini mengakui, meski bukan saat libur panjang angka positivity rate Covid-19 Indonesia masih terbilang tinggi yakni 20 persen.
Padahal menurut WHO, maksimal positivity rate berada di bawah 5 persen.
"Jadi setiap saat libur itu positivity rate kita naik, karena memang liburannya yang panjang. Memang ini pun masih tinggi, event dalam kondisi normal angka positif di Indonesia yang di kisaran 20% ini masih tinggi. Harusnya bagus itu di bawah 5 persen," jelasnya.
Ia menjelaskan, ada beberapa faktor yang mempengaruhi positivity rate antara lain, jumlah orang yang diperiksa yang tergantung pada kapasitas pemeriksaan, target orang yang diperiksa yang bergantung pada prioritas pemeriksaan, serta, pelaporan hasil swab.
Adapun strategi yang disusun Kementerian Kesehatan adalah :
Pertama, meningkatkan jumlah pemeriksaan dengan menggunakan rapid test antigen untuk pelacakan kontak dan diagnosis.
Diikuti dengan scaling up akses dan waktu tunggu pemeriksaan NAAT.
Kedua, memperluas cakupan target pemeriksaan, dengan mewajibkan semua kontak erat dan suspek untuk diperiksa.
Ketiga, meningkatkan pelaporan hasil swab dengan meningkatkan reliabilitas dan interkonektivitas sistem informasi COVID-19 serta mendorong kepatuhan input data.
"Bahwa memang belum semua lab secara disiplin memasukan laporannya dan itu kami akan meningkatkan komunikasi untuk memperbaiki kualitas dari laporan tersebut," ujar dia.