Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

MK: Permohonan Pemohon Sengketa Pilkada Manado Tidak Dapat Diterima

Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan gugatan sengketa perselisihan hasil pemilihan kepala daerah (pilkada) Walikota dan Wakil Walikota Manado

Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in MK: Permohonan Pemohon Sengketa Pilkada Manado Tidak Dapat Diterima
TRIBUNNEWS/GLERY LAZUARDI
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Anwar Usman. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan gugatan sengketa perselisihan hasil pemilihan kepala daerah (pilkada) Walikota dan Wakil Walikota Manado tahun 2020.

Gugatan itu diajukan oleh Julyeta Paulina Amelia Runtuwene dan Harley Mangindaan dengan Nomor perkara 114/PHP.KOT-XIX-2021

Keduanya merupakan pasangan dengan nomor urut 04. 

Pada sidang putusan, MK menilai pemohon tidak memiliki kedudukan hukum. 

Sehingga, permohonan untuk membatalkan keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Manado, yang menetapkan pasangan calon nomor urut 01 Andrei Angouw-Richard Sualang sebagai pemenang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kota Manado 2020, tidak dapat diterima.

"Menyatakan pemohon tidak memiliki kedudukan hukum. Dalam pokok permohonan, menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima," kata Ketua MK Anwar Usman dalam sidang yang dihadiri sembilan majelis hakim konstitusi, Rabu (17/2/2021).

Baca juga: Mahkamah Konstitusi Harus Berani Keluar dari Kungkungan Pasal 158 UU Pilkada

Dalam pertimbangan mahkamah yang dibacakan Hakim Konstitusi Saldi Isra, diketahui bahwa permohonan itu merupakan kewenangan mahkamah untuk mengadili perkara a quo. 

Berita Rekomendasi

Sebab, masih diajukan dalam tenggang waktu, namun permohonan pemohon tidak memiliki ketentuan. 

Hal itu dikarenakan perolehan suara pemohon adalah 66.730 suara, sedangkan suara yang diperoleh pihak terkait (pasangan calon nomor urut 01) adalah 88.303 suara.

Sehingga, selisih perolehan suara antara pemohon dan pihak terkait adalah 21.573 suara atau 8,98 persen atau lebih dari 3.605 suara.

Artinya, melebihi presentase dalam Pasal 158 ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016.

Hakim Konstitusi Saldi Isra menjelaskan bahwa untuk menerobos ketentuan Pasal 158 tersebut, pemohon pada dalilnya telah terjadi pelanggaran terstuktur, sistematis dan masif (TSM) yang dilakukan pasangan calon nomor urut 01. 

Namun, dalil yang diajukan pemohon tidak relevan dengan perolehan hasil suara yang sah.
 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas