Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Alasan Dibalik Wamenkumham dan 2 Eks Pimpinan KPK Setuju Juliari dan Edhy Prabowo Layak Dihukum Mati

Usulan dua mantan menteri layak dituntut hukuman mati kembali berhembus, ini sejumlah pihak yang setuju hingga komentar PDIP dan Gerindra.

Penulis: Theresia Felisiani
zoom-in Alasan Dibalik Wamenkumham dan 2 Eks Pimpinan KPK Setuju Juliari dan Edhy Prabowo Layak Dihukum Mati
Tribunnews/Irwan Rismawan
Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dan mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara disebut layak dihukum mati, berikut respons PDI-P dan Gerindra. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Beberapa bulan lalu sejumlah pihak bersuara soal menteri Jokowi yang terjerat perkara korupsi layak dipidana mati.

Mereka yakni mantan Menteri Perikanan dan Kelautan Edhy Prabowo dan mantan Menteri Sosial Juliari Batubara.

Terlebih dalam kasus korupsi dana bansos Covid-19 yang menyeret Juliari Batubara.

Kini usulan Juliari Batubara dan Edhy Prabowo layak dituntut hukuman mati kembali bergema.

Ancaman Hukuman Mati

Pada Juli 2020 lalu, Ketua KPK Firli Bahuri sempat menyampaikan soal tuntutan hukuman mati bagi pelaku korupsi anggaran penanganan pandemi Covid-19.

Ia mengklaim telah mengingatkan bahwa tindak pidana korupsi di masa bencana atau pandemi dapat diancam dengan hukuman mati.

Berita Rekomendasi

"Ini tidak main-main. Ini saya minta betul nanti kalau ada yang tertangkap, saya minta diancam hukuman mati. Bahkan dieksekusi hukuman mati," kata Firli kepada CNNIndonesia.com,di Gedung Transmedia, Jakarta pada 29 Juli 2020.

Ancaman hukuman mati bagi pelaku korupsi diatur dalam Pasal 2 ayat (2) UU Noor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Beleid pasal itu berbunyi: Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.

Ilustrasi hukuman mati
Ilustrasi hukuman mati (ynaija)

Di sisi lain, Presiden Joko Widodo telah menyampaikan akan menghormati proses hukum yang sedang dilakukan KPK dan tidak akan melindungi siapa pun yang terlibat korupsi.

Pemerintah, kata Jokowi, akan terus konsisten mendukung KPK dalam upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi.

"Perlu juga saya sampaikan bahwa saya sudah ingatkan sejak awal kepada para menteri Kabinet Indonesia Maju: Jangan korupsi!" kata Jokowi di Istana Bogor, Minggu (6/12/2020).

Jokowi juga menegaskan kepada seluruh pejabat negara untuk tidak menggunakan dana APBN maupun APBD provinsi, kabupaten, dan kota secara serampangan.

"Itu uang rakyat, apalagi ini terkait dengan bansos, bantuan sosial dalam rangka penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional. Bansos itu sangat dibutuhkan untuk rakyat," kata Jokowi.

Wamenkumham: Edhy Prabowo dan Juliari Batubara Layak Dituntut Pidana Mati

Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej menilai, dua mantan menteri di Kabinet Indonesia Maju, yakni eks Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dan mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara layak untuk dituntut dengan ancaman hukuman mati.

Hal ini disampaikan Eddy Hiariej, sapaan Edward Omar Hiariej, saat menjadi pembicara dalam Seminar Nasional: Telaah Kritis terhadap Arah Pembentukan dan Penegakkan Hukum di Masa Pandemi yang ditayangkan secara daring di akun YouTube Kanal Pengetahuan FH UGM, Selasa (16/2/2021).

"Kedua mantan menteri ini (Edhy Prabowo dan Juliari Batubara) melakukan perbuatan korupsi yang kemudian terkena OTT KPK. Bagi saya mereka layak dituntut Pasal 2 Ayat 2 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang mana pemberatannya sampai pidana mati," ucap Omar dalam acara tersebut.

Prof. Dr. Edward Omar Sharif Hiariej, S.H., M.Hum Wakil Menteri Hukum dan HAM.
Prof. Dr. Edward Omar Sharif Hiariej, S.H., M.Hum Wakil Menteri Hukum dan HAM. (Ilham Rian/Tribunnews.com)

Diketahui, Edhy Prabowo merupakan tersangka penerima suap kasus dugaan suap izin ekspor benih bening lobster.

Edhy ditetapkan tersangka bersama enam orang lainnya setelah ditangkap dalam operasi tangkap tangan (OTT) yang dilancarkan KPK pada 25 November 2020.

Sekitar 10 hari kemudian atau tepatnya pada Minggu (6/12/2020), KPK menjerat Juliari Batubara selaku Menteri Sosial dan empat orang lainnya sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait bantuan sosial (bansos) untuk wilayah Jabodetabek tahun 2020.

Menurut Eddy Hiariej, kedua mantan Menteri itu layak dituntut hukuman mati karena melakukan praktik korupsi di tengah pandemi Covid-19.

Selain itu, korupsi tersebut dilakukan dengan memanfaatkan jabatan yang mereka emban sebagai menteri.

"Jadi dua yang memberatkan itu dan itu sudah lebih dari cukup dengan Pasal 2 Ayat 2 UU Tipikor," tegasnya.

Baca juga: Soal Pernyataan Wamenkumham tentang Hukuman Mati, Ini Reaksi Pengacara Juliari Batubara

Ancaman hukuman mati tercantum dalam Pasal 2 ayat (2) UU Tipikor.

Pasal 2 ayat (1) UU 31/1999 menyatakan, "Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)."

Sementara Pasal 2 ayat (2) menyebutkan, "Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan."

Sedangkan penjelasan Pasal 2 Ayat (2) menyatakan, "Yang dimaksud dengan 'keadaan tertentu' dalam ketentuan ini adalah keadaan yang dapat dijadikan alasan pemberatan pidana bagi pelaku tindak pidana korupsi yaitu apabila tindak pidana tersebut dilakukan terhadap dana-dana yang diperuntukkan bagi penanggulangan keadaan bahaya, bencana alam nasional, penanggulangan akibat kerusuhan sosial yang meluas, penanggulangan krisis ekonomi dan moneter, dan pengulangan tindak pidana korupsi."

KPK Buka Kemungkinan Tuntut Pidana Mati Juliari Batubara dan Edhy Prabowo

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menyatakan pihaknya tak menutup kemungkinan menjerat dua mantan menteri Kabinet Jokowi-Maruf Amin yang terseret kasus suap dengan Pasal 2 ayat 2 Undang-undang 31Tahun 1999 Tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

Dua mantan menteri tersebut yakni Juliari Peter Batubara dan Edhy Prabowo.

Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, tim penyidik lembaga antirasuah membuka kemungkinan mengembangkan kasus yang menjerat Juliari dan Edhy.

Bahkan, menurut Ali, keduanya juga bisa dijerat pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU) sepanjang ditemukan alat bukti yang mencukupi.

"Pengembangan sangat dimungkinkan seperti penerapan Pasal 2 atau 3 UU Tipikor, bahkan penerapan ketentuan UU lain seperti TPPU," kata Ali melalui keterangannya, Rabu (17/2/2021).

Ali mengatakan demikian sekaligus menanggapi pernyataan Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej yang menyebut Juliari dan Edhy layak dituntut hukuman pidana mati.

Menurut Ali, kemungkinan pidana mati tersebut bisa diterapkan tim penyidik kepada keduanya.

"Kami tentu memahami harapan masyarakat terkait penyelesaian kedua perkara tersebut, termasuk soal hukuman bagi para pelakunya. Benar, secara normatif dalam UU Tipikor terutama Pasal 2 ayat (2) hukuman mati diatur secara jelas ketentuan tersebut dan dapat diterapkan," ujar Ali.

Pasal 2 ayat (1) UU 31/1999 menyatakan, "Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar."

Sementara Pasal 2 ayat (2) menyebutkan, "Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan."

Sedangkan penjelasan Pasal 2 Ayat (2) menyatakan, "Yang dimaksud dengan 'keadaan tertentu' dalam ketentuan ini adalah keadaan yang dapat dijadikan alasan pemberatan pidana bagi pelaku tindak pidana korupsi yaitu apabila tindak pidana tersebut dilakukan terhadap dana-dana yang diperuntukkan bagi penanggulangan keadaan bahaya, bencana alam nasional, penanggulangan akibat kerusuhan sosial yang meluas, penanggulangan krisis ekonomi dan moneter, dan pengulangan tindak pidana korupsi."

Baca juga: Mabes Polri Bicara Kemungkinan Sanksi Hukuman Mati bagi Kompol Yuni Cs yang Terlibat Narkoba

Ali mengatakan, dalam menuntut terdakwa kasus korupsi dengan pidana mati, tim penuntut umum harus bisa membuktikan seluruh unsur yang ada dalam Pasal 2 UU Tipikor tersebut.

"Akan tetapi bukan hanya soal karena terbuktinya unsur ketentuan keadaan tertentu saja untuk menuntut hukuman mati, namun tentu seluruh unsur pasal 2 ayat (1) juga harus terpenuhi," kata Ali.

Ali mengatakan, untuk saat ini pihak lembaga antirasuah masih fokus menangani Juliari dan Edhy Prabowo dengan pasal penerima suap, yakni Pasal 12 UU Tipikor.

Pasal tersebut mengancam pelaku dengan pidana penjara seumur hidup.

"Proses penyidikan kedua perkara tersebut sampai saat ini masih terus dilakukan. Kami memastikan perkembangan mengenai penyelesaian kedua perkara tangkap tangan KPK dimaksud selalu kami informasikan kepada masyarakat," kata Ali.

Abraham Samad Setuju Juliari Batubara dan Edhy Prabowo Layak Dituntut Hukuman Mati

Eks Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad sependapat dengan usul penerapan hukuman mati pada eks Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dan eks Menteri Sosial Juliari Peter Batubara.

Usul hukuman mati kepada Edhy Prabowo dan Juliari Batubara itu pertama kali disampaikan oleh Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej.

"Hukuman mati itu kan memberi efek jera ya. Sehingga orang tidak akan berani lagi melakukan tindakan-tindakan merugikan banyak pihak," kata Abraham Samad melalui keterangannya, Rabu (17/2/2021).

Menurut Abraham Samad, Juliari Batubara dan Edhy Prabowo melakukan korupsi di tengah masyarakat kesusahan kerana pandemi Covid-19.

Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad berdiskusi dalam acara talkshow POLEMIK di d'consulate resto, Jakarta Pusat, Sabtu (7/9/2019). Talkshow ini memiliki tema KPK Adalah Koentji yang membahas tentang revisi Undang-Undang KPK yang sedang bergulir. TRIBUNNEWS.COM/IQBAL FIRDAUS
Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad berdiskusi dalam acara talkshow POLEMIK di d'consulate resto, Jakarta Pusat, Sabtu (7/9/2019). Talkshow ini memiliki tema KPK Adalah Koentji yang membahas tentang revisi Undang-Undang KPK yang sedang bergulir. TRIBUNNEWS.COM/IQBAL FIRDAUS (TRIBUN/IQBAL FIRDAUS)

Harusnya, sebagai perwakilan pemerintah menyelesaikan masalah ini, bukan melakukan korupsi.

Dengan demikian, Abraham Samad mengatakan, KPK harus mempertimbangkan usul yang disampaikan oleh Wamenkumham Edward Omar. Hal ini supaya orang tidak berani melakukan korupsi lagi.

"Menurut saya apa yang disampaikan itu perlu dipertimbangkan oleh KPK ya, untuk memberikan tuntutan hukuman mati kepada kedua orang ini," kata Abraham Samad.

Dikonfirmasi apakah sebagai mantan komisioner KPK apakah dirinya akan langsung menyampaikan hal ini ke KPK? Abraham Samad tidak menjawab dengan tegas.

Hanya saja, kalau ada kesempatan secara tidak formal dirinya akan menyampaikan hal ini.

"Misalnya kalau tiba-tiba ketemu ya pasti kita sampaikan surat itu. Bahwa ada wacana nih, yang dismpaikan misalnya, mentri Mamenkumham sebaiknya dapat mempertibangkan biasanya seperti itu kami sampaikan," kata Samad.

Agus Rahardjo Setuju Juliari Batubara dan Edhy Prabowo Layak Dituntut Hukuman Mati

Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Agus Rahardjo ikut berkomentar soal pernyataan Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej yang menuai sorotan publik.

Adapun, Edward menilai mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dan mantan Menteri Sosial Juliari Batubara layak untuk dituntut dengan hukuman mati.

Sepakat dengan pernyataan Edward, rupanya Agus meyakini tindak pidana korupsi yang diperbuat kedua mantan Menteri di Kabinet Indonesia Maju itu layak diganjar dengan hukuman mati.

Hal ini lantaran rentang waktu korupsi mereka lakukan, terjadi saat Indonesia dilanda pandemi Covid-19.

"Undang-undangnya memungkinkan. Apabila syaratnya terpenuhi bisa diterapkan hukuman mati," kata Agus lewat pesan singkat kepada Tribunnews.com, Rabu (17/2/2021).

Agus Rahardjo
Agus Rahardjo (Ilham Rian Pratama/Tribunnews.com)

Agus menilai, hukuman mati terhadap keduanya bisa menjadi efek jera yang paling efektif.

Terlebih untuk mencegah perilaku koruptif pejabat negara kembali terulang di kemudian hari.

"Mungkin pertimbangan penting lainnya, efek pencegahan, karena hukuman mati akan membuat orang takut/jera melakukan korupsi (deterrent effect)," kata Agus.

Tak hanya hukuman mati, Agus bahkan mendorong agar kedua tersangka ini bisa dikenakan pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Sebab, belakangan ini mulai terkuak adanya pihak-pihak lain yang ikut menikmati uang hasil korupsi kedua mantan Menteri Jokowi itu.

Juga terungkapnya upaya menyembunyikan uang korupsi dalam bentuk lain.

"Hukuman maksimal lain pantas digunakan, yaitu hukuman seumur hidup dan diberlakukan TPPU kepada yang bersangkutan," tegas Agus.

PDIP Soal Juliari Batubara Dinilai Layak Dituntut Mati: Biar Hukum yang Bicara

Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej menilai, dua mantan menteri di Kabinet Indonesia Maju, yakni eks Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dan mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara layak untuk dituntut dengan ancaman hukuman mati.

Menurut Eddy Hiariej, kedua mantan Menteri itu layak dituntut hukuman mati karena melakukan praktik korupsi di tengah pandemi Covid-19.

Politikus PDI Perjuangan (PDIP) Hendrawan Supratikno dapat memahami bahwa korupsi adalah kejahatan terhadap keadilan sosial dan peri kemanusiaan.

Soal tuntutan hukuman, menurutnya harus menunggu proses konstruksi hukumnya.

"Namun, biarlah hukum yang bicara, karena konstruksi hukum yang valid memiliki asas filosofis, sosiologis dan yuridis yang kuat dan terukur," kata Hendrawan saat dihubungi Tribunnews, Rabu (17/2/2021).

Menteri Sosial Juliari P Batubara mengenakan rompi oranye  menaiki mobil tahanan usai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Minggu (6/12/2020). KPK resmi menahan Juliari P Batubara atas dugaan menerima suap terkait pengadaan bantuan sosial penanganan COVID-19 di Kementerian Sosial usai Operasi Tangkap Tangan (OTT) pejabat Kemensos. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
 Juliari P Batubara mengenakan rompi oranye menaiki mobil tahanan usai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Minggu (6/12/2020). KPK resmi menahan Juliari P Batubara atas dugaan menerima suap terkait pengadaan bantuan sosial penanganan COVID-19 di Kementerian Sosial usai Operasi Tangkap Tangan (OTT) pejabat Kemensos. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

Anggota Komisi XI DPR RI ini menyatakan, semua pihak harus sabar menunggu tuntutan hukuman yang dijatuhkan, mengingat saat ini kasus tersebut sudah masuk ranah hukum.

Proses penyelidikan dan penyidikan masih terus dilakukan untuk datang dengan konstruksi hukum yang benar dan adil.

"Untuk sementara ini sebaiknya kita hemat opini, baik opini akademis maupun opini politis, agar aparat penegak hukum dapat bekerja dengan kejujuran dan kesungguhan," ucap Hendrawan.

Juliari-Edhy Dinilai Layak Dituntut Mati, Gerindra: Semua Tergantung Fakta Hukum Jangan Berspekulasi

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Habiburokhman menilai tak perlu berspekulasi soal tuntutan hukuman terhadap eks Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dan mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara.

Sebelumnya, Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkum HAM) Edward Omar Sharif Hiariej menilai eks Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo dan mantan Menteri Sosial (Mensos) Juliari Batubara layak dihukum mati karena terlibat korupsi di saat pandemi Covid-19.

"Setiap perkara ada konstruksi masing-masing, makanya kita jangan berspekulasi. Biarkan aparat penegak hukum menjalankan tugasnya sesuai Undang-Undang," kata Habiburokhman kepada wartawan, Rabu (17/2/2021).

Habiburokhman mengatakan, tuntutan terhadap kedua mantan menteri itu tergantung fakta dan bukti.

Fakta tersebut harus melalui proses hukum yang ujungnya disimpulkan oleh hakim.

"Fakta hukum itu apa yang dikumpulkan oleh penyidik lalu dikontestasi di persidangan dengan bukti-bukti terdakwa lalu disimpulkan oleh hakim," ucap Anggota Komisi III DPR RI itu.

Habiburokhman enggan berkomentar lebih jauh terkait kasus tersebut.

Dia mengimbau semua pihak menyerahkannya ke proses hukum yang sedang berjalan kepada KPK.

"Kami serahkan kepada proses hukum yang sedang berjalan di KPK. Tidak etis kami mengomentari proses penyidikan yang sedang berjalan," pungkasnya.

Tersangka mantan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP), Edhy Prabowo meninggalkan Gedung KPK usai menjalani pemeriksaan, di Jakarta Selatan, Senin (18/1/2021). Edhy Prabowo diperiksa terkait kasus dugaan suap ekspor benih lobster. Tribunnews/Irwan Rismawan
Tersangka mantan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP), Edhy Prabowo meninggalkan Gedung KPK usai menjalani pemeriksaan, di Jakarta Selatan, Senin (18/1/2021). Edhy Prabowo diperiksa terkait kasus dugaan suap ekspor benih lobster. Tribunnews/Irwan Rismawan (Tribunnews/Irwan Rismawan)

Juliari dan Edhy Prabowo Disebut Layak Dituntut Hukuman Mati, PPP: Lebih Baik Serahkan Kepada KPK

Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej menilai, dua mantan menteri di Kabinet Indonesia Maju, yakni eks Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dan mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara layak dituntut dengan ancaman hukuman mati.

Menurut Eddy Hiariej, kedua mantan Menteri itu layak dituntut hukuman mati karena melakukan praktik korupsi di tengah pandemi Covid-19.

Menanggapi hal itu, Komisi III DPR menilai tuntutan hukuman kepada tersangka termasuk kedua eks menteri itu lebih baik diserahkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KP).

"Soal tuntutan hukuman kepada tersangka yang sedang menjalani proses hukum termAsuk dalam kasus yang menyangkut dua mantan menteri ini lebih baik kita serahkan kepada KPK," kata Anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani, saat dihubungi, Rabu (17/2/2021).

Wakil Ketua Umum PPP itu meyakini KPK mengetahui pasal yang tepat untuk dikenakan terhadap dua eks menteri itu.

Tentunya, dalam mengenakan pasal yang akan menjadi dasar tuntutan, KPK akan mempertimbangkan, baik fakta persidangan, alat bukti, maupun rasa keadilan masyarakat.

"Tanpa harus ada arahan-arahan, pressure atau menciptakan opini publik tertentu, maka para penyidik dan penuntut umum di KPK tahu pasal apa yang pas dikenakan, termasuk apakah tepat atau tidak menggunakan Pasal 2 UU Tipikor yang ancaman pidana maksimalnya adalah hukuman mati," ucap Arsul.

Baca juga: Akankan Irjen Karyoto Jadi Kuda Hitam di Bursa Calon Kabareskrim ?

Lebih lanjut, Wakil Ketua MPR RI itu meminta KPK segera menuntaskan kasus korupsi yang menjerat Juliari dan Edhy.

Menurut Arsul, tidak boleh ada limitasi dalam setiap proses hukum.

"Yang perlu kita dorong adalah agar KPK menuntaskan penanganan kasus perizinan ekspor benur maupun bansos ini sesegera mungkin. Jika alat-alat buktinya mencukupi maka siapa saja yang terlibat ya diproses hukum, tidak boleh ada limitasi proses hukum," ucap Arsul. (tribun network/thf/cha/ilh/Tribunnews.com)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas