DPR Ingatkan Pemerintah Lebih Produktif Belanjakan Utang yang Makin Besar Untuk Mendorong PDB
Politisi PKS ini menilai utang yang sudah ditarik pemerintah gagal dimanfaatkan untuk penyelamatan ekonomi nasional
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Eko Sutriyanto
Akan tetapi, data terakhir menunjukkan bahwa realisasi anggaran PEN hingga akhir tahun 2020 belum maksimal, hanya sebesar 83%.
“Hal ini tentu merugikan, karena utang yang sudah ditarik pemerintah, gagal dimanfaatkan untuk penyelamatan ekonomi nasional,” imbuhnya.
Anis juga menyoroti primary balance Indonesia yang dalam beberapa tahun ini selalu tercatat negatif.
Baca juga: Pelaku UMKM Dukung Vaksinasi Tahap Kedua karena Mempercepat Pemulihan Ekonomi
Ketika primary balance negatif artinya Pemerintah sedang menjalankan kebijakan gali lubang tutup lubang.
“Pemerintah menerbitkan utang baru untuk membayar utang yang lama. Hal ini tentu bukan pertanda baik untuk keberlangsungan fiskal Indonesia,” tegas Anis.
Di tengah pandemi, primary balance Indonesia semakin memburuk. Pada tahun 2020 diperkirakan mencapai -4,3% dan pada tahun 2021 mencapai -3,59%.
“Pemerintah harus mewaspadai lampu kuning dari semakin besarnya negatif primary balance ini, agar fiskal Indonesia lebih sustain untuk tahun-tahun mendatang,” ungkap Anis.
Anis memaparkan bahwa pada masa pra-pandemi, debt to GDP ratio Indonesia terus meningkat, dari awalnya 24% pada tahun 2014 menjadi 30,2% di tahun 2019.
Meningkatnya debt to GDP ratio menunjukkan bahwa selama periode tersebut penambahan utang lebih tinggi dibandingkan penambahan PDB. Artinya, utang Pemerintah selama ini belum cukup produktif untuk mendorong PDB nasional.
“Hal ini tentu perlu menjadi catatan penting. Meningkatnya debt to GDP ratio yang mencapai 37% di tahun 2020 dan diperkirakan menjadi 41% pada tahun 2021, merupakan sinyal kurang bagus.
Ini berarti Pemerintah akan kesulitan mengendalikan laju utang di masa yang akan datang,” pungkasnya.