Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Tawarkan Konsep Heuristika Hukum, Pengamat: Lompatan Berpikir Futuristik dari Ketua MA

Heuristika hukum dianggap bisa memecahkan kekakuan hukum normatif yang terkesan lamban dalam menjawab tantangan dan perubahan zaman.

Editor: Malvyandie Haryadi
zoom-in Tawarkan Konsep Heuristika Hukum, Pengamat: Lompatan Berpikir Futuristik dari Ketua MA
net
Ilustrasi palu hakim 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Willy Widianto

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Konsep heuristika hukum yang digagas Ketua Mahkamah Agung (MA) H.M Syarifuddin dinilai sebagai terobosan berpikir yang futuristik.

Heuristika hukum dianggap bisa memecahkan kekakuan hukum normatif yang terkesan lamban dalam menjawab tantangan dan perubahan zaman.

Heuristika hukum menurut Syarifuddin bisa memecahkan problematika klasik dalam penegakan hukum korupsi yang belum mendapatkan jawaban secara tuntas, tidak saja dalam dunia akademis, melainkan juga dalam dunia praktik.

Baca juga: Kejaksaan Agung Kini Punya Jaksa Agung Muda Pidana Militer

Selama kurang lebih 35 tahun menjalankan tugas sebagai hakim, Ketua Mahkamah Agung menyadari ada permasalahan yang muncul sebagai akibat dari ketentuan hukum normatif dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi yang memberikan ruang yang sangat lebr bagi penegak hukum, termasuk para hakim Untuk menentukan besaran dan lamanya hukuman yang dijatuhkan kepada pelaku tindak pidana korupsi.

Sehingga, penegakan hukum korupsi di Indonesia terkadang sangat kaku dan kurang memberikan rasa keadilan dan kemanfaatan bagi para pihak akibat penjatuhan sanksi pidana oleh hakim di pengadilan.

Dalam pidatonya, Ketua Mahkamah Agung mangatakan tantangan penegakan hukum adalah dalam hal disparitas pemidanaan.

BERITA REKOMENDASI

Lebih spesifik lagi dalam contoh kasus putusan perkara tindak pidana korupsi yang memiliki isu hukum yang sama maupun adanya kesamaan pada unsur-unsur tindak pidana korupsi.

Namun, tetap saja terdapat kesenjangan hukuman tanpa alasan yang jelas terkait adanya disparitas pemidanaan tersebut dalam putusan hakim.

Baca juga: Presiden Jokowi Dengarkan Sumpah Wakil Ketua Mahkamah Agung di Istana Negara

Disparitas ini menyebabkan terjadinya degradasi bagi kepercayaan masyarakat terhadap berbagai putusan pengadilan yang dianggap tidak konsisten.

Dalam konteks yang lebih luas, hal ini semakin melebarkan jarak antara ekspektasi masyarakat terhadap putusan hakim dan apa yang menjadi tujuan hukum itu sendiri.

Ketua Mahkamah Agung menuangkan konsep heuristika hukum dalam pidatonya saat pengkuhan sebagai Guru Besar Tidak Tetap pada Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang, Jawa Tengah.


"Konsep heuristika hukum sebagai sebuah metode yang baru terdengar dalam jagat raya penegakan hukum di Indonesia khususnya dalam proses penegakan hukum tindak pidana korupsi. Ini merupakan suatu lompatan berpikir yang futuristik untuk memecahkan kekakuan hukum normatif yang terkesan lamban dalam menjawab tantangan dan perubahan zaman," kata Pakar Hukum Margarito Kamis dalam pernyataannya Jumat(19/2/2021).

Menurut Margarito, Syarifuddin sudah sangat tepat dan sangat layak sebagai seorang yang menduduki puncak pimpinan tertinggi di Mahkamah Agung mengeluarkan konsep dan teori dari pengalaman selama menjadi hakim dan juga lahir dari pergolakan pemikiran secara teoritis.

Tujuannya memberikan solusi bagi kebuntuan hukum normatif yang saat ini terkadang tidak mampu menyelesaikan masalah hukum di tengah masyarakat, terutama dalam rangka memberikan layanan keadilan bagi para pencari keadilan di pengadilan.

"Saya meyakini bahwa konsep ini lahir dari pergolakan batin sebagai seorang hakim yang mengedepankan hati nuraninya dalam menjatuhkan putusan untuk menegakan hukum dan keadilan secara substantif tanpa mengenyampingkan aspek kepastian dan kemanfaatan hukum," ujar Margarito.

Karena sesuatu yang baru di Indonesia, menurut Margarito, konsep heuristika hukum perlu disosialisasikan dan dibedah melalui forum-forum diskusi ilmiah di kalangan akademisi agar konsep ini bisa diuji eksistensinya. Terutama dalam rangka menjawab problem-problem penegakan hukum, khususnya di lembaga peradilan.

"Sebagai sebuah gagasan sudah tentu pasti terjadi pro-kontra, namun pro-kontra hal wajar di kalangan akademisi. Pro-kontra tentu dapat menambah dinamika dan dialektika untuk memperkaya intelektual seiring lahirnya konsep heuristika hukum," kata Margarito.(Willy WIdianto)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas