Pakai Nama Gh05t666nero, Bocah 16 Tahun Bobol Database Kejagung, Data Dijual Rp 400 Ribu
Database sejumlah jaksa dan pegawai Kejaksaan Agung (Kejagung) diretas oleh seorang hacker yang masih berusia 16 tahun
Penulis: Igman Ibrahim
Editor: Sanusi
"Hasil penelusuran tim Kejaksaan juga kerja sama dengan BSSN, serta komunitas hacker, didapat sumber data yang berkembang berupa identitas diri MFW lengkap dengan NIK, tempat tanggal lahir. (Pelaku) berusia 16 tahun dan masih bersekolah, alamat yang bersangkutan di Lahat, Sumatera Selatan," kata Leonard.
Usai mendapat identitas tersebut, tim Kejaksaan kemudian mengamankan MFW pada Kamis (18/2) di rumahnya di Kabupaten Lahat, Sumatera Selatan.
MFW kemudian dibawa ke kantor Kejagung di Jakarta bersama orang tuanya.
Meski demikian, MFW tidak diproses hukum lebih lanjut. Jaksa Agung ST Burhanuddin memberi instruksi agar tak melanjutkan proses hukum terhadap MFW karena pelaku masih di bawah umur dan telah berjanji tidak mengulangi perbuatannya lagi.
"Setelah diteliti, Bapak Jaksa Agung memberikan kebijakan kepada MFW untuk saat ini tidak dilakukan proses hukum. Dengan mempertimbangkan MFW masih muda, berusia 16 tahun, dan masih sekolah di MAN di daerah Palembang. Kedua, MFW telah berjanji dengan membuat surat pernyataan tidak akan mengulangi perbuatannya, dan orang tua yang bersangkutan juga telah membuat surat pernyatan akan mendidik, mengontrol yang bersangkutan agar tidak melakukan perbuatan peretasan lagi," jelas Leonard.
Ia menyebut, MFW dalam pemeriksaan mengaku belajar meretas secara otodidak dan tidak disuruh siapa pun.
"Anak ini sudah mulai bermain laptop sejak SD, jadi anak ini belajar otodidak. Karena kesibukan orang tua memang dia belajar terus masalah komputer, tidak ada hal-hal yang menyuruh yang bersangkutan, hanya coba-coba masuk. Anak ini masih tetap dalam pengawasan, kami bina, bimbing, sehingga jadi ahli yang baik," kata Leonard.
Sementara itu Kepala Pusdaskrimti Kejagung, Didik Farkhan, memastikan data yang diretas MFW bersifat umum dan tidak terhubung dengan database kepegawaian di Sistem Informasi Manajemen Kejaksaan Republik Indonesia (SIMKARI).
Ia menyebut data pegawai yang diretas merupakan pengelola website Kejaksaan berjumlah 30 orang.
"Nama pegawai yang sebenarnya nama-nama pegawai admin pengelola website, ada email, jabatan, pangkat, NIK. Jadi tidak benar bahwa itu database karena di sistem yang lain. Maka yang dijual, ditawarkan murah hanya sekitar Rp 400 ribu, bahkan terakhir kami bisa tawar sampai Rp 200 ribu. Data (yang dijual) admin pengelola website sekitar 30 orang," kata Didik.
Didik menambahkan, data yang dijual MFW juga menampilkan sejumlah perkara. Meski demikian, data perkara tersebut merupakan kasus-kasus lama yang sudah menjadi konsumsi publik.
"Yang didapat data perkara lama seperti kasus Chevron yang memang sudah jadi konsumsi publik," ucapnya menegaskan tidak ada kerugian yang dialami Kejagung atas kasus tersebut.
Hadir dalam konferensi pers tersebut orang tua MFW. Saat konferensi pers, orang tua MFW meminta maaf atas perbuatan anaknya. Ia mengakui selama ini lalai mengawasi MFW.
"Saya orang tua MFW, saya mengakui itu perbuatan anak saya yang meretas website Kejagung. Dan setelah saya tanya katanya sekadar iseng, ingin coba otak-atik. Saya memohon maaf atas perbuatan anak saya yang membuat gaduh Kejagung. Saya (mengakui) kurang pengawasan" ucapnya.
Ia pun berterima kasih kepada Jaksa Agung ST Burhanuddin yang tidak membawa kasus anaknya ke ranah hukum.
"Mohon maaf anak saya masih sekolah dan di bawah umur. Saya sampaikan terima kasih ke Bapak Jaksa Agung yang telah memberikan kebijaksanaan," katanya.(tribun network/igm/dod)