Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Survei: Hampir 21 Persen Masyarakat Menganggap Covid-19 itu Hoaks, 32,1 Persen Tak Bersedia Divaksin

Dari hasil survei terhadap 1.200 responden di Tanah Air, ternyata hampir 21 persen di menyatakan bahwa Covid-19 mungkin sekadar hoaks.

Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Dewi Agustina
zoom-in Survei: Hampir 21 Persen Masyarakat Menganggap Covid-19 itu Hoaks, 32,1 Persen Tak Bersedia Divaksin
Tribunnews/Herudin
Petugas kesehatan melakukan skrining kesehatan kepada pedagang di Pasar Tanah Abang Blok A, Jakarta Pusat, sebelum dilakukan vaksin, Rabu (17/2/2021). Vaksinasi Covid-19 tahap kedua yang diberikan untuk pekerja publik dan lansia itu dimulai dari pedagang Pasar Tanah Abang. Tribunnews/Herudin 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Lembaga Indikator Politik Indonesia merilis hasil survei terbarunya terkait vaksinasi Covid-19.

Berdasarkan hasil survei yang digelar pada awal Februari 2021 itu, ternyata terdapat sejumlah kelompok yang resisten atau cenderung menolak untuk divaksin Covid-19.

Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi mengatakan, dari hasil survei terhadap 1.200 responden di Tanah Air, ternyata hampir 21 persen di menyatakan bahwa Covid-19 atau virus corona mungkin sekadar hoaks.

"Yang mengatakan Covid mungkin sekadar hoaks itu 18,5 persen plus 2,7 persen setuju dengan pernyataan itu. Jadi hampir seperlima penduduk kita menganggap Covid itu hoaks," kata Burhanuddin saat merilis hasil survei Indikator bertema: ”Siapa Enggan Divaksin? Tantangan dan Problem Vaksinasi Covid-19,” Minggu (21/2/2021).

Burhan mengatakan, karena banyak menganggap Covid-19 adalah hoaks, maka banyak pula yang kemudian merasa tidak takut terpapar Covid-19.

Temuan survei Indikator, hanya 10,8 persen orang yang selalu takut terpapar Covid-19.

Berikutnya sebanyak 33,7 persen sering takut terpapar, 33,7 persen kadang-kadang takut dan 14,9 persen jarang merasa takut.

Berita Rekomendasi

Sebanyak 6,5 persen responden bahkan tidak pernah takut terhadap Covid-19.

Baca juga: Jubir Vaksinasi: Vaksin Gotong Royong Sifatnya Korporasi, Tidak Diperjualbelikan untuk Individu

Baca juga: Buntut Skandal Vaksin Covid-19, Menteri Kesehatan Argentina Mengundurkan Diri

Selanjutnya sisa 0,5 persen mengaku tidak tahu.

"Orang yang merasa takut Covid-19 enggak sampai 50 persen, ini masalah berikutnya. Ada temuan, semakin takut orang terpapar, semakin tinggi intensi untuk divaksinasi," kata Burhan.

Selain tidak takut pada Covid-19, banyak pula yang tidak bersedia untuk divaksin. Setidaknya ada 32,1 persen masyarakat menyatakan kurang bersedia untuk divaksin.

"Selanjutnya akan menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah, karena 8,9 persen masyarakat menyatakan sangat tidak bersedia untuk divaksin Covid-19, 4,2 persen lainnya menjawab tidak tahu atau tidak jawab," kata Burhan.

Dari kelompok yang menyatakan kurang dan tidak bersedia untuk divaksin, 54,2 persen mengaku tak bersedia karena kemungkinan timbulnya efek samping vaksin.

Lalu 27,0 persen mengaku tak bersedia karena vaksin dinilai tak efektif mencegah Covid-19.

"Ada 23,8 persen masyarakat yang mengaku tak membutuhkan vaksin. Alasannya karena tubuhnya merasa sehat. 17,3 persen tidak mau membayar vaksin dan 10,4 persen menyatakan vaksin mungkin tidak halal," kata Burhan.

Hanya 15,8 persen masyarakat yang menyatakan sangat bersedia untuk divaksin Covid-19. Lalu, 39,1 persen lainnya menyatakan cukup bersedia mengikuti program vaksinasi dari pemerintah.

Pada kelompok yang sangat dan cukup bersedia untuk divaksin, sebanyak 54,9 persen di antaranya tidak bersedia jika harus membayar vaksin Covid-19.

Hanya sekira 23,7 persen yang bersedia membayar vaksin dari virus yang berasal dari China itu.

"Secara total sekitar 38,4 persen tidak bersedia diberi vaksin jika harus membayar atau membeli, dan hanya sekitar 13 persen yang bersedia diberi vaksin meski harus membayar atau membeli," ujar Burhanuddin.

Yang menarik, dari kelompok yang tidak bersedia divaksin ini, sebagian besar berasal adalah pendukung Prabowo Subianto-Sandiaga Uno pada Pilpres 2019.

Angka penolakan di kelompok itu lebih besar dari penolakan di kalangan pendukung Joko Widodo-Maruf Amin.

Ada 48,1 persen pendukung Prabowo-Sandi yang tidak bersedia divaksin.

Baca juga: Vaksinasi Lansia Akan Dimulai, Prioritas di DKI dan Ibukota 34 Provinsi, Begini Cara Daftarnya

Baca juga: Kemenkes Rilis Situs Pendaftaran Vaksinasi Covid-19 Bagi Lansia di 34 Kota Provinsi, Ini Daftarnya

Sementara kalangan pendukung Jokowi-Ma'ruf, tercatat ada 36,1 persen yang menolak vaksin.

"Ternyata pendukung Pak Prabowo-Sandi di 2019 itu cenderung tidak percaya vaksin, efektivitas vaksin, ketimbang pendukung Pak Jokowi," kata Burhan.

Burhan menyampaikan alasan terbesar pendukung Prabowo-Sandi menolak vaksin adalah dugaan ada efek samping vaksin yang belum ditemukan.

Sebanyak 52,8 persen pendukung Prabowo-Sandi menyatakan hal itu.

Alasan lainnya adalah menilai vaksin tidak efektif. Ada 28,1 persen responden Prabowo-Sandi yang mengungkap alasan tersebut.

Burhanuddin menyampaikan data ini harus diperhatikan oleh pemerintah.

Dia menyarankan pemerintah menggandeng elite Prabowo-Sandi, termasuk Prabowo sendiri, untuk ikut vaksinasi massal.

Pasalnya, contoh vaksinasi yang dilakukan oleh Presiden Jokowi hanya memberikan efek penurunan penolakan sebesar 2 persen.

"Efek Presiden Jokowi ada, tapi hanya 2 persen menurunkan mereka yang awalnya tidak bersedia menjadi bersedia. Saran saya kepada pemerintah, yang divaksin yang di-blow up jangan hanya Presiden Jokowi, Mas Ganjar, tapi juga Pak Prabowo dan Mas Sandi vaksin ramai-ramai, Mas Anies," tuturnya.

Ekonomi Memburuk

Survei Indikator Politik Indonesia dilakukan pada 1 - 3 Februari 2021. Survei ini dilakukan persis setelah Presiden Jokowi melaksanakan dua kali vaksinasi.

Survei ini melibatkan 1.200 responden dengan metode penelitian menggunakan sambungan telepon.

Burhanuddin mengatakan bahwa jumlah tersebut berasal dari 206.983 orang responden yang pernah diwawancara tatap muka oleh IPI dalam 2 tahun terakhir.

Selain itu, seluruh responden berasal dari seluruh wilayah di Indonesia mulai Aceh sampai Papua.

Kajian ini menggunakan random sampling dengan margin error kurang lebih 2,9 persen dengan tingkat kepercayaan hingga 95 persen.

Selain banyaknya penolakan terhadap vaksinasi, dari hasil survei ini juga diketahui bahwa sebagai masyarakat menilai ekonomi Indonesia saat ini memburuk.

Dari keseluruhan responden, 0,9 persen menyebut kondisi ekonomi sangat baik; 10,5 menyebut baik; 25,4 persen sedang; 53,7 persen buruk; 8,1 persen mengatakan sangat buruk dan 1,5 persen tidak tahu atau tidak menjawab.

Dari penelitian itu, Burhanuddin mengatakan selama pandemi belum bisa diselesaikan, maka persoalan ekonomi tidak bisa diatasi secara cepat.

Artinya bagaimana kondisi ekonomi tergantung seberapa baik pemerintah pusat maupun daerah mengatasi Covid-19.

"Sepanjang Covid-19 belum bisa ditundukkan tentu pergerakan ekonomi belum bisa segera bisa recovery," kata Burhan.(tribun network/mal/dod)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas