Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

4 IRT Ditahan di Lombok Tengah, MPR : Contoh Gagalnya Pemahaman Aparat Terkait Restorative Justice 

Jazilul Fawaid nilai kasus 2 IRT ditahan Kejari Praya contoh gagalnya pemahaman dari aparat penegak hukum terkait restorative justice.

Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Theresia Felisiani
zoom-in 4 IRT Ditahan di Lombok Tengah, MPR : Contoh Gagalnya Pemahaman Aparat Terkait Restorative Justice 
MPR RI
Wakil Ketua MPR RI Dr. Jazilul Fawaid SQ, MA, pada Sosialisasi Empat Pilar MPR yang berlangsung di Pendopo Rumah Jabatan Bupati Konawe Selatan, Jumat (11/9) malam. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua MPR RI Jazilul Fawaid angkat bicara mengenai kasus empat ibu rumah tangga (IRT) yang ditahan Kejari Praya, Lombok Tengah, terkait dugaan kasus perusakan yang dituduhkan kepada mereka. 

Penahanan keempat IRT tersebut menjadi perbincangan publik setelah dua di antara IRT yang ditahan, mengajak serta dua anak mereka yang masih balita ke dalam tahanan karena masih menyusui.

Jazilul pun menilai kasus ini sebagai contoh gagalnya pemahaman dari aparat penegak hukum, dalam hal ini yaitu Kejari Praya

"Kasus tersebut menjadi contoh gagalnya pemahaman dari salah satu aparat penegak hukum Kejari Praya untuk menerapkan yang disebut restorative justice, hukum yang memang mendasarkan pada rasa keadilan. Ketika akhirnya penahanan ditangguhkan, menurut saya itu langkah yang tepat," ujarnya, Senin (22/2/2021).

Baca juga: Empat IRT di Lombok Tengah Ditahan, Legislator NasDem : Rasa Keadilan dan Kemanusiaan Kita Terkoyak

Dia mengatakan seharusnya aparat penegak hukum melakukan restorative justice atau pendekatan yang lebih menitikberatkan pada terciptanya keadilan dan keseimbangan bagi pelaku tindak pidana serta korban.

Wakil Ketua Umum PKB itu menilai apa yang terjadi di Kejari Praya tersebut semakin menambah daftar bahwa hukum masih tajam ke bawah dan tumpul ke atas.

Padahal, kata dia, Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo dan Jaksa Agung ST Burhanuddin sejak menjalani fit and proper test, menyatakan bahwa penegakan hukum tidak boleh hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas.

Berita Rekomendasi

"Semestinya kasus seperti ini bisa dijadikan contoh untuk penerapan restorative justice yang sekarang sudah diatur melalui peraturan Kejaksaan Agung. Kami berharap Jaksa Agung supaya ada pembinaan kepada aparaturnya agar apa yang menjadi niat baik Jaksa Agung agar hukum memberikan rasa keadilan, tidak hanya tajam ke bawah itu juga diimplementasikan oleh aparaturnya yang ada di bawah," ungkapnya. 

Baca juga: Hakim PN Praya Tangguhkan Penahanan Empat IRT Terdakwa Pelempar Genting Pabrik di Lombok

"Belum tentu orang itu tidak bersalah, pasti ada proses hukumnya. Jangan terlalu terlihat sangat agresif untuk kasus-kasus yang kecil, tetapi pelakunya itu kelompok lemah, ibu-ibu, orang tua renta seperti kasus Nenek Minah yang dihukum hanya karena memetik tiga buah kakau, itu semakin memperlihatkan wajah hukum yang tumpul ke atas dan tajam ke bawah," imbuh Jazilul.

Oleh karenanya, Jazilul berpesan agar revisi undang-undang Kejaksaan yang baru supaya lebih tegas penerapannya, termasuk juga hukum acara pidananya. 

"Sekarang yang perlu diperlihatkan oleh aparat penegak hukum bahwa hukum itu mendasarkan pada rasa keadilan. Kalau korban ibu-ibu masih menyusui dipaksa ditahan, kemudian dibawa ke penjara dan terpaksa membawa anaknya, dimana rasa keadilannya?" tandasnya. 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas