Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Djoko Tjandra Mengaku Diajak Bertemu Ma’ruf Amin, Pinangki Minta Uang USD 100 Juta

Kasus pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) Djoko Tjandra kini menyeret nama Wakil Presiden Ma'ruf Amin

Editor: Choirul Arifin
zoom-in Djoko Tjandra Mengaku Diajak Bertemu Ma’ruf Amin, Pinangki Minta Uang USD 100 Juta
Tribunnews/Irwan Rismawan
Terdakwa kasus suap penghapusan red notice Djoko Tjandra, Brigjen Pol Prasetijo Utomo menjalani sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (8/2/2021). Mantan Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan (Kakorwas) Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Bareskrim Polri itu dituntut Jaksa Penuntut Umum (JPU) dengan hukuman 2,5 tahun penjara ditambah denda Rp 100 juta subsider 6 bulan kurungan karena menerima suap 100 ribu dolar AS dari Djoko Tjandra. Tribunnews/Irwan Rismawan 

Djoko Tjandra mengatakan saat itu Pinangki melontarkan pernyataan terkait permintaan USD 100 juta jika Djoko Tjandra berhasil pulang ke Indonesia tanpa dieksekusi. Saat itu Djoko mengaku tidak menanggapi Pinangki.

"Dia bilang 'wah untuk Pak Djoko kalau pulang, buang USD 100 juta nggak apa kan'. Jadi nggak spesifik, saya nggak tanggapi (Pinangki). Itu bisa jadi ditangkap ada permintaan USD 100 juta. Jadi nggak spesifik mereka minta USD 100 juta. Hanya bilang kalau saya pulang, buang USD 100 juta nggak ada masalah," katanya.

Djoko Tjandra juga mengatakan Pinangki saat bertemu dengannya menawarkan tentang fatwa Mahkamah Agung.

Djoko menyebut Pinangki mempresentasikan langsung rencana pengajuan fatwa MA itu.

"Mekanisme yang ditawarkan saat itu adalah mekanisme yang disebut namanya fatwa MA. Kira-kira fatwa itu akan bersurat Kejagung kepada MA, dan MA mengeluarkan fatwa. Lalu, pihak Kejagung membuat SE terhadap fatwanya. Pinangki jelaskan itu," jelasnya.

Namun Djoko Tjandra akhirnya menolak action plan berisi 10 poin yang diajukan Pinangki itu. Ia ragu terhadap action plan yang diterimanya dari Andi Irfan Jaya itu.

"Setelah saya terima action plan itu, saya baca dari 10 butir action plan, tidak ada satu dari action plan itu yang bisa saya mengerti, maksudnya, satu, misalkan, meminta kepada saya memberikan security deposit dengan memberikan hak-hak absolut, substitusi, untuk menggadaikan aset saya, memberikan wewenang kepada mereka menentukan harga dan menjual dengan waktu kapan saja," kata Djoko Tjandra.

Berita Rekomendasi

"Security deposit yang dimintakan kepada saya itu, itu selama hidup saya selama ini sebagai pengusaha lebih dari 55 tahun, tidak pernah saya baca surat kuasa seperti itu," tambahnya.

Alasan kedua, Djoko Tjandra meragukan rencana kerja di poin kedua terkait rencana Kejaksaan Agung bersurat ke MA.

Menurutnya, rencana itu tidak lazim dan mustahil terjadi. "Saya menganggap itu sesuatu yang tidak lazim, dan tidak mungkin bisa terjadi," tegasnya.

Dia juga kesal karena isi action plan itu kebanyakan meminta uang. Padahal, kegiatan kerja belum tertuang di action plan itu.

"Belum juga kerja, itu baru proposal, saya sudah ditagih lagi 25 persen consultant fee, yang mana mereka belum juga kerja," ucapnya.

"(Poin action plan) lima, enam, tujuh, itu semua sifatnya tidak masuk di akal. Sehingga pada poin ke-8 mereka meminta saya membayar USD 10 juta," tambahnya.

Djoko Tjandra mengaku sudah mempelajari action plan itu sebanyak dua kali. Dia menilai action plan itu sebagai modus penipuan yang dibuat Pinangki Sirna Malasari dan Andi Irfan Jaya.

Halaman
1234
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas